5. Ruang Untuk Kenangan

145 123 6
                                    

Satu minggu setelah peristiwa di rooftop, Ben menjadi lebih pendiam, ia memilih untuk menyibukkan diri dengan membaca novel. Hasya urung menyapa, apalagi Raina, sebab setiap kali kedua gadis itu menengok ke arah Ben, justru bukan sapaan yang mereka dapat melainkan lirikan tajam pertanda tak suka. Hasya mendadak gelisah, pasalnya, saat kejadian dirinya juga berada disana, Hasya masih ingat betul setiap kata demi kata yang keluar dari mulut mereka, hanya perdebatan singkat, namun mengarah ke sebuah rahasia kelam yang sepertinya memang sengaja disembunyikan.

Raina memutuskan untuk berhenti berjualan sebab dirinya mengalami kerugian besar-besaran. Uang yang sudah dikumpulkannya dalam celengan berbentuk bumbung yang terbuat dari bambu, raib begitu saja setelah rumahnya kemalingan lima hari lalu. Hasya turut prihatin mendengar kabar tersebut, apalagi setelah mengetahui bahwa Pak Hardi-ayah Raina terluka cukup berat dibagian kepala akibat dihujam menggunakan martil oleh maling tersebut.

"Nanti, aku bantu untuk biaya pengobatan bapak kamu. Tenang, aku punya tabungan banyak," usul Hasya dengan harapan dapat mengurangi beban sahabatnya. Raina menggeleng lemah, "terlambat, Sya. Ibu aku udah terlanjur menggadaikan rumah untuk biaya rumah sakit bapak," ucapnya lesu. Sesekali ia menyeka air matanya yang mendadak lolos tanpa permisi. Hasya membeku di tempat, ia tak tau harus merespon seperti apa, hanya sapuan pelan yang dapat ia berikan pada bahu gadis disebelahnya yang kini justeru semakin terisak.

Pulang sekolah, Hasya langsung mengantar Raina ke rumah sakit tempat ayahnya dirawat. Kebetulan sore ini senggang, jadi Hasya sekalian ikut menjenguk laki-laki yang usianya sudah menginjak enam puluh tahun itu. Tak lupa ia juga membawa beberapa macam buah berkualitas baik yang harganya tidak ramah dikantong. Di depan kamar, di kursi ruang tunggu, seorang wanita paruh baya dan gadis kecil dengan model potongan rambut seperti Dora nampak sedang bercanda demi mengalihkan rasa gelisah. Hasya mendapat sambutan hangat, gadis itu lantas mencium punggung tangan milik wanita paruh baya yang ternyata adalah ibu Raina-Sukamti, untuk anak kecil yang kini bersembunyi dibalik Raina adalah keponakannya, Rima namanya, dia yatim piatu, orang tuanya meninggal saat dalam perjalanan menuju luar negeri untuk mengadu nasib.

Mereka belum boleh dipersilahkan masuk dan bertemu langsung dengan pasien, mengingat kondisi pasien yang sedang kritis. Raina sesekali menatap dari balik jendela, berharap cinta pertamanya itu segera membuka mata kemudian tersenyum padanya.

***

Aland menatap nanar bingkai foto yang di dalamnya terdapat gambar seorang wanita cantik dengan satu anak laki-laki yang tengah tersenyum manis sembari memamerkan gigi susunya yang baru tumbuh. Dengan penuh kesadaran, ia meninju kaca yang melapisi foto tersebut, seketika dapat terdengar bunyi yang cukup nyaring, serpihan kaca sudah menyebar kemana-mana bersamaan dengan darah yang menetes secara bergantian.

Ia tersenyum miris, dirinya kini benar-benar telah dibuang oleh ibunya. Sang ayah yang meninggal saat dirinya masih berumur tiga tahun, membuatnya tak memiliki cukup banyak kenangan bersamanya. Laki-laki yang usianya hanya selisih lima tahun saja dengannya justru kini malah menjadi ayah tiri yang tidak bertanggung jawab. Lebih tepatnya, tidak pernah menganggap Aland ada di dunia.

Apartemen yang ia tempati sudah hampir habis masa sewanya. Ibunya pun kini sudah jarang mengirim uang padanya dengan alasan agar dirinya bisa belajar untuk mencari nafkah demi bisa melangsungkan hidup. Aland hanya mampu menurut tanpa berniat membantah. Lagipula, apa yang dikatakan oleh ibunya memang benar. Laki-laki memiliki tanggung jawab yang besar, bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan untuk orang lain saat sudah berkeluarga nanti.

Dua tahun yang lalu...

"Mama mau nikah lagi, mulai sekarang, kamu tinggal sendiri di apartemen, kalau enggak, boleh lah nyari kos-kosan deket sekolah," ujar Restu-ibu Aland. Dirinya kini tengah duduk sembari mengecat kuku jarinya, merah mencolok. Calon suami mama enggak mau ada orang lain selain mama. Jadi, demi bakti kamu ke mama, kali ini saja, tolong patuh," sambungnya.

PulihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang