Chapter 22 (8 最終化; The Best Piano Parts)

41 5 0
                                    

ジャズのように

"Apa yang kau lakukan?" Suara Yuma menyapa indra pendengaran Harua membuatnya menoleh ke belalang dengan pelan.

Yuma berdiri di belakangnya. Ia menatap Harua dingin dengan aura yang menusuk. Harua hanya mampu diam membalas tatapan kakaknya.

Yuma menyalakan lampu pada ruangan itu untuk penerangan. Ia berjalan turun dan berdiri di depan Harua. "Apa yang kau lakukan?" Ulangnya.

"Kenapa kau membuka buku kelulusanku?" Lanjut Yuma.

Harua menutup buku kelulusan milik sang Kakak lalu berdiri dengan tegap.

"Kau mengenalnya?" Tanya Harua sembari menyodorkan foto yang berisi dua orang di dalamnya.

"Kenapa tiba-tiba menanyakan hal ini?" Tanya Yuma balik sambil menatap adiknya.

"Kalian pernah berteman?"

"Kenapa kau ingin tahu?"

"Namanya Asakura Fuma, 'kan?" Tebak Harua.

"Dia sudah lama meninggal. Puas?" Jawab sang Kakak.

"Apa karena kau? Dia mati karenamu?" Yuma menyambar foto pada tangan Harua dengan kasar. Tatapannya seakan memancarkan amarah yang mendalam.

"Apa kau gila? Apa urusanmu dengan Fuma? Kenapa kau terus bertanya?" Tanya Yuma beruntun dengan nada tajamnya.

"Jawab aku" Tekan Harua dengan mata yang berkaca-kaca.

"Lupakan saja" Kata Yuma sebelum berjalan menuju tangga untuk kembali ke kamarnya dengan satu foto di tangannya sebelum suara Harua menghentikan langkahnya.

"Kenapa partitur itu ada di tanga mu?" Yuma menoleh. "Tolong katakan yang sebenarnya" Lanjut Harua.

Dua tahun lalu...

Yama berjalan dengan satu buku di tangannya menuju pintu latihan ruang satu karena mendengar irama musik piano yang sangat merdu.

"Aku tak bisa melupakan moment dimana pertama kali aku bertemu dengannya"

"Bahkan aku menganggap permainan musiknya luar biasa, tapi juga terlihat bebas"

Ia menatap lelaki yang tengah memainkan piano itu di balik pintu membuat sang empu yang tengah bermain menoleh dan bertemu pandang dengan Yuma.

"Seperti... Dia hanya ada untuk saat itu"

Fuma tersenyum membalas tatapan Yuma.

"Setelah mengenalnya, aku baru tahu. Selain bermain, dia juga terlihat depresi"

Fuma duduk termenung di kursinya dengan pandangan yang tertuju pada jendela yang menghadap ke lapangan luar.

Yuma yang melihatnya 'pun mendekat dengan sekaleng soda dingin. Ia menempelkan kaleng tersebut ke dagu Fuma membuat sang empu menoleh dengan cepat.

"Entah kenapa, aku selalu ingin membuatnya tertawa"

Yuma mengajak Fuma mengobrol dengan sekaleng soda untuk menemani percakapan keduanya.

"Karena aku suka melihatnya tersenyum"

Di lapangan sekolah, Yuma duduk bersandar pada pembatas lapangan dengan kepala Fuma di pangkuannya.

𝐓𝐡𝐞 𝐁𝐞𝐬𝐭 𝐏𝐢𝐚𝐧𝐨 𝐏𝐚𝐫𝐭𝐬 | 𝐉𝐨𝐑𝐮𝐚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang