Bab 10

238 15 0
                                    

***

Sekarang Aran berada diruangan serba putih dengan duduk di depan meja kerja Dr.Farhan dengan malas. Dr.Farhan yang tak lain pemilik rumah sakit itu sekaligus om nya.

Malas mendengar ocehan omnya yang sejak dia tiba selalu mengoceh ini itu membuat Aran jengah.

"Saya sudah bilang kan kamu harus datang kesini setiap sekali seminggu bukan saat kambuh seperti ini. Dan dari mana saja kamu selama sebulan ini? Kamu sudah melewatkan beberapa kali jadwal cek up mu Aran. Apa om harus selalu menyeretmu kesini?" Aran hanya berdehem sambil memainkan ponselnya membalas chat dari dua teman kreseknya.

Merasa diabaikan, Farhan langsung menarik ponsel ditanggan Aran dengan kasar membuatnya mendelik tidak terima dengan perlakuan omnya itu.

"Om balikin ponsel Aran" kesal Aran sambil berusaha meraih tangan Farhan yang selalu menghindarinya.

"Arann!!! Apa kau hanya memandang remeh keadaanmu? Kenapa makin lama kau tidak bisa dibilang hah?" geram Farhan membuat Aran terdian kemudian duduk dengan kepala mununduk.

"Maaf om" sesal Aran membuat Farhan mendesah kasar.

Selalu seperti itu dan besoknya Aran pasti berulah kembali.

"Jika kau melewatkan jadwal cek up mu lagi maka om akan menyeretmu untuk tinggal denganku lagi supaya om bisa memantau kesehatanmu" tegas Farhan yang langsung akan diprotes Aran namun urung saat Farhan melemparkan tatapan tajam untuknya.

Memang setelah kejadian kelam tujuh tahun lalu Aran tinggal dengan om nya lebih dari lima tahun dan setelah memasuki SMA Aran kembali kerumah kedua orang tuanya karna dijemput orangtuanya atas permintaan Zean.

Farhan heran apa sebenarnya yang Aran pikirkan menerima ajakan Zean untuk pulang padahal dirumah itu Aran hanya akan diabaikan, Aran pasti hanya akan mendapatkan rasa sakit.

Hening.

Hingga suara Aran mengalihkan fokus Farhan.

"Om, bagaimana hasil pemeriksaan saya kali ini?" tanya Aran membuat Farhan terdiam. Entah kenapa terlalu sulit untuk menjawab pertanyaam Aran kali ini.

"Om-"

"Aran, om minta sama kamu untuk lebih menjaga kesehatan kamu. Keadaan jantung kamu semakin memburuk. Kenapa secepat ini? apa kau tidak meminum obatmu?"

Aran terdiam memutar otaknya untuk menjawab pertanyaan Farhan.

"Aran minum kok om. Emang jantungnya aja yang nakal." sahut Aran.

"Kau tidak minum beralkohol atau merokok kan?" lagi lagi pertanyaan Farhan membuat Aran lagi lagi memutar otaknya untuk berpikir cepat.

"Nnggak om. Aran nggak ngelakuin itu" Aran memaki dirinya yang sudah membohongi pria yang sudah dianggapnya sebagai ayahnya sendiri membuat perasaan bersalah memenuhi hatinya.

Farhan mendesah berat menatap Aran yang menunduk lesu.

"Aran..."

"Hmm?" Aran mendongak mempertemukan manik kebiruan Aran dengan manik hitam pekat Farhan.

"Apa kamu tidak bisa kembali aja kerumah om? Om tau kamu tidak bahagia disana." ucap Farhan.

Aran lama terdian hingga dia mengulas senyum tulusnya. Senyum yang tidak pernah dia tunjukkan kepada orang lain. Hanya didepan Farhan Aran akan menjadi dirinya sendiri.
Aran yang pendiam dan dingin nyatanya Aran yang sangat penyayang dan ceria.

Aran yang terlihat urak urakan itu ternyata pria yang memiliki luka yang disembunyikan dari orang lain. Luka batin dan fisik.

"Om Aran bahagia disana. Walau Aran diabaikan atau dilukai tapi Aran sudah sangat beruntung. Setidaknya Aran bisa melihat mereka dengan jarak dekat" Farhan bisa melihat ketulusan dari Aran yang tidak pernah sadari oleh orang lain.

"Tapi Aran sampai kapan kamu akan terus seperti itu hah? Om-"

"Aran, Aran akan terus seperti ini hingga Aran menghembuskan nafas terakhir Aran. Di sisa hidup ini Aran hanya ingin selalu melihat tawa mereka walau bukan karna Aran dan hingga Aran lelah om" potong Aran membuat Farhan lagi lagi mendesah.

"Aran, sudah om katakan jangan pernah mengucapkan kata itu lagi. Kau pasti sembuh. Jangan terlalu pesimis Aran. Yang harus kau lakukan hanya menjaga kesehatan jangan memperburuknya"

"Tapi om kita tidak tau kapan waktu kita berhenti bukan? Bisa saja waktu Aran habis besok atau nanti. Tidak ada yang tau kan. Aran tidak terlalu berharap sembuh om"

***

"Dari mana saja kamu? Apa hanya kelayapan yang bisa kamu lakukan? Dasar tidak berguna" kata sambutan dari Cio yang Aran dengar setelah memasuki rumah itu.

Aran menatap wajah sang ayah yang menandakan kemarahan disana. Entahlah, Aran sepertinya ingin menghilang dari tempat itu.

"Aran nggak kelayapan yah. Aran cuma-"

"Cuma apa? Cuma nongkrong sama teman berandalmu itu?" seketika raut wajah Aran mengeras mendengar ucapan ayahnya itu.

"Mereka bukan berandal!!! Mohon jaga ucapan anda selaku pria yang terhormat."

Plakk

Lagi lagi sentuhan dari ayahnya membuat rasa sakit batinnya semakin menyiksa.

"Ini akibat berteman dari mereka sehingga kamu semakin tidak bisa diatur. Jika sekali lagi kamu melewan saya, saya akan memindahkan kamu keluar negri"tegas Cio dengan nada penekanan.

"Ayah tidak bisa mengatur hidupku sesuka ayah. Aran-"

"Kamu pikir kamu bisa hidup tanpa uang saya hah? Jika saya mau, kamu sudah jadi anak gelandangan sekarang. Jadi hidupmu saya yang akan mengatur. Untuk itu jangan coba coba untuk melawan saya" Aran terdiam, menatap punggung ayahnya yang semakin menjauh setelah mengucapkan kata manis itu.

Tubuh Aran limbung seketika dan hampir jatuh jika saja tidak ada meja nakas yang ada didekatnya. Dengan deru nafas beratnya Aran berpegangan pada meja nakas. Berusaha mempertahankan kesadarannya setidaknya sampai dia tiba dilantai atas tempat kamarnya berada.

Namun kini pening dikepalanya yang menjadi jadi membuat pertahananya runtuh hingga tubuh itu ambruk seketika sebelum pekikan terkejut seseorang yang Aran dengar hingga gelap menyelimuti dirinya.

***

AranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang