Bab 47

167 13 1
                                    

"Iya itu bukan sekedar kecelakaan. Sebenarnya saya berniat membuatmu mati saat itu, tapi kembarannmu yang kena sasaran"ujar Roby, kemudian menatap Aran dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kenapa paman menginginkan Aran mati? apa Aran melakukan kesalahan? atau Aran hanya virus yang harus di musnahkan dari bumi ini hingga semua menginginkan kematian Aran?"nada itu melirih, kepalan tangan Aran juga menguat, namun tatapan itu menyimpan luka yang tidak bisa di deskripsikan lagi.

"Saya minta maaf karna sudah berniat melakukan hal jahat padamu, seharusnya saya sadar jika itu tidak sepenuhnya kesalahanmu."

"Aku tau kamu masih terlalu muda untuk mengetahui kenyataan ini, tapi hanya dengan begini, mungkin putra saya akan aman bersama saya"

"Dengar saya mau kamu hanya diam mendengarkan saya. Tapi setelah ini, aku minta lepaskan Riko"ujar Roby, sedangkan Aran hanya diam, tatapan pria itu terlihat kosong.

"Kesalahan kamu adalah kamu datang ke kehidupan putra saya, jika kamu tidak datang, maka istri saya tidak akan mengenalmu dan merasa iba dengan hidupmu"Aran tetap diam, menunduk dan semakin meremas jemari tanganya itu.

"Istri saya tidak akan menemui ayahmu yang brengsek itu karna merasa kasihan padamu yang telah di buangnya"

"Ayah Aran bukan pria brengsek" elak Aran dengan mata yang menajam kemudian berdiri dari duduknya.

"Jika paman hanya ingin menghina ayah saya lebih baik saya pulang"ucapnya lagi dan berbalik.

"Kamu masih membelanya? membela pria brengsek sepertinya? yang telah merenggut mahkota gadis tidak berdosa dengan begitu kejinya?"kalimat singkat itu berhasil menghentikan langkah Aran. Wajah pemuda itu langsung memucat, Aran kembali berbalik dan menatap Roby yang tengah berdiri dengan tatapan kebencian dan rasa sakit disana.

"Apa maksud paman?"

"Cio, delapan belas tahun yang lalu, dia telah memperkosa seorang gadis polos. Barang yang di jaga gadis itu dengan sepenuhnya telah dirusak oleh pria itu. Pria yang sialnya telah berhasil menanam benih di rahim gadis itu, pria bajingan yang tidak bertanggung jawab itu dan meninggalkan gadis itu meski dia tau jika gadis itu tengah mengandung putranya, dan kamu tau siapa gadis tidak berdosa itu? DEWI, YANG MENJADI ISTRI SAYA" ucap Roby dengan emosi yang meluap-luap.

"CUKUP!!! Paman tidak boleh fitnah orang lain dengan sembarangan"elak Aran masih tetap mempercayai ayahnya jika ayahnya itu tidak akan melakukan hal keji itu.

"Hahahahaha fitnah? kamu tanya saja sama ayah yang kamu bangga-banggakan itul. Belum cukup dia menghancurkan hidup istri saya setelah enam belas tahun dia kembali meminta untuk mempertemukannya dengan putra saya?"

Aran menggeleng nafas pemuda itu sudah terdengar berat bahkan wajahnya sudah kehilangan rona dan tubuh itu meluruh begitu saja.

"Cukup! Aran nggak mau mendengarnya!"lirih Aran seraya menutup kedua telinganya, namum bukannya berhenti.

Roby semakin melanjutkan perkataannya dan membongkar semua rahasia itu, membuat Aran saat itu hampir mati menerima kenyataan itu.

"Riko, darah daging Cio yang dia abaikan selama lima belas tahun, dengan entengnya dia ingin menemui Riko?"

"Karna keinginan ayahmu yang ingin bertemu dengan darah dagingnya sendiri, membuat istri saya berusaha menghindar dari bajingan itu, tapi naasnya,istri saya malah terlibat kecelakaan. DAN DIMANA AYAHMU SAAT ITU? dia bahkan sempat bertemu dengan Riko tapi dia menganggapnya bagai orang asing."

"Dan saya tau jika selama ini Cio selalu memperhatikan Riko dari jauh dan saya tidak akan membiarkan bajingan itu menyentuh putra saya" tegas Roby, tidak memperdulikan Aran yang merintih kesakitan, berharap Roby tidak melanjutkan kenyataan itu.

"Cukup, Aran mohon"pinta Aran dengan lirih dan semakin menutup kuat telingannya dengan deraian air mata. Kenapa takdirnya se kejam ini?

"Jadi Riko bukan putra kandung papa?"pertanyaan itu tentunya buka dari Aran, melainkan sosok pemuda yang berdiri di pintu ruangan itu dengan perasaan yang hancur. Roby membeku, Aran sibuk dengan rasa sakitnya sendiri dan Riko menatap kosong ke arah papanya.

"Sejak kapan kamu disana?"

"Sejak kapan? sejak papa meminta Aran duduk. Jawab Riko pah, apa yang Riko dengar tadi adalah kebenarannya?"tanya Riko dengan suara yang bergetar.

"Nak kamu harus kuat ya. Maafkan papa nak. Tapi itu kenyataannya"ucap Roby dengan menyendu. Riko menggeleng lelehan air bening yang dari tadi ditahannya akhirnya jatuh juga.

"Papa bohong, Riko putra papa"elak Riko.

"Pria itu bukan ayah saya" lanjutnya kemudian mengepalkan kedua tanggannya erat.

"Dengar nak, kamu itu tetap putra papa. Jagoan papa"kata Roby mulai mendekati Riko, namun pemuda itu langsung mundur begitu saja.

"Jadi Riko anak yang tidak di harapkan?"

"Ndra?..."

"Riko anak haram? Riko hanya hasil dari sebuah kesalahan?"

"Ndra, dengar pa..CANDRA!!!" panggil Roby karna Riko sudah berlari dari sana.

Roby hendak mengejar Riko karna khawatir anak itu akan melakukan hal yang macam-macam. Namun langkahnya terhenti saat merasakan tarikan seseorang pada tangannya. Rby berbalik dan seketika membelalakkan matanya melihat pemuda di depannya dengan wajah keputus asa an.

"Apa yang ingin kamu lakukan?"tanya Roby terkejut saat melihat sebuah pisau tajam sudah melekat pada tangan gemetar Aran.

Roby melirik meja di depan sofa yang mereka duduki tadi dengan nampan berisi buah-buahan di meja itu. Jadi Aran mengambil pisau yang akan mengupas buah yang biasanya dia letakkan disana. Entah sejak kapan Aran mengambil pisau itu.

"Paman, paman pengen Aran mati, bukan?"lirih Aran dengan gemetar, Roby menggeleng. Niat itu sudah lenyap darinya, jadi dia tidak ingin melukai siapa pun lagi.

"Ayo paman, lakukan sekarang. Aran ikhlas kok" lanjut Aran seraya menyatukan tangannya yang memegang pisau tajam itu dengan tangan kokoh Roby.

"APA KAMU GILA?" pekik Roby saat tangannya yang di pegang Aran ditarik tepat kearah dada pemuda itu, alhasil pisau itu hampir menancap di dada Aran jika Roby tidak segera sadar dan mengambil alih pisau itu.

Sejenak, dia menatap iba Aran yang putus asa itu.

"Paman jangan takut, jantung Aran udah rusak kok. Jantung ini sangat menyakitkan, jadi tolong bantu Aran untuk akhiri rasa sakit ini. Lihat! tenaga Aran sudah tidak ada untuk menancapkan benda ini"racau Aran dengan senyum getir dan tatapan kosong membuat Roby terkejut.

"Anak ini mengidap penyakit jantung?"batin Roby tidak percaya, seketika dirinya semakin merasah bersalah. Tak seharusnya dia melibatkan anak yang rapuh itu.

"Aran, kamu tenangkan dirimu. Kamu tidak boleh begini"Roby sejenak melupakan putranya Riko, tangan itu memegang kedua bahu bergetar Aran setelah membuang pisau itu entah kemana.

"Ini menyakitkan paman hiksss Aran udah capek. Untuk apa Aran lahir jika hanya merasakan sakit ini. Aran capek hikss"isak Aran pada akhirnya. Sedangkan Roby semakin tertegun melihat pemuda rapuh itu.

"Paman, kejar Riko. Dia pasti sangat terpukul saat ini. Aran takut dia kenapa-napa. Riko nggak boleh terluka, itu janji Aran. Aran mohon paman, tolong kejar Riko"lirihnya lagi dengan susah payah setelah mulai tenang.

"Tapi kamu.."

"Saya nggak papa. Sekarangmah Riko yang harus di khawatirkan"ucap Aran, Roby mengangguk ragu sebelum menepuk bahu itu dua kali dengan pelan dan berlalu untuk mengejar putranya yang pasti sangat hancur saat ini.

Aran tersenyum, sebelum mencengram erat dada kirinya itu dengan tangan kanannya dan tangan kiri itu mengepal kuat menahan emosi yang sudah menjalar sampai ke ubun-ubun.

***

AranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang