Bab 20

205 11 0
                                    

***

Jam masih menunjukkan 6:38 pagi tepat Marsha sudah tiba disekolahnya. Padahal masih banyak waktu untuk masuk sekolah, tapi entah setan apa yang merasuki Marsha hingga bisa datang kesekolah terlalu pagi.

Masih terekam jelas kejadian kemarin yang selalu membuat pipi Marsha merona dan sesak bersamaan. Apa masalah Aran terlalu berat sampai menangis?

Dengan langkah semangat, Aran memasuki kelasnya itu dan langsung menuju mejanya.s Suasana sekolah masih terbilang sepi hingga Marsha sedikit bosan.

Aran juga belum datang dan Marsha harus melakukan sesuatu untuk mengusir kebosananya.

Marsha merogoh sakunya dan memainkan ponselnya mengalihkan kebosanannya.

Hingga kedatangan Devan dan Rio membuat Marsha kembali semangat. Dia langsung menyimpan ponselnya itu dan mendekati kedua sahabat Aran.

"Pagi semua, Aran udah datang?"tanya Marsha dengan wajah binarnya itu membuat Devan dan Rio heran melihat gadis didepannya itu.

"Mana gue tau? emang kita sodaranya?" sahut Rio malas membuat Marsha langsung mencebikkan bibirnya kesal.

"Kan kalian sahabatnya, siapa tau Aran ada sama kalian"kata Marsha.

"Dari semalam dia nggak balas pesan kita. Tau tuh anak nggak biasanya ngilang seperti ini. Biasanya setiap malam dia selalu nongkrong ditempat kita"ucap Devan sambil menggerutu namun membuat Marsha jadi bingung.

"Tapi kata Zean, dia nggak dirumah semalaman, terus dia juga nggak ada sama kalian. Lalu kemana Aran?"ucap Marsha yang juga menarik perhatian Devan dan Rio.

"Aran nggak dirumahnya?"tanya Rio yang hanya dibalas anggukan dari Marsha.

Marsha kembali duduk dikursinya dengan wajah murung kemudian melirik kursi kosong Aran.

"Lo dimama sih Ran?"lirih Marsha dengan wajah yang ditekuknya.

***

flashback on!

Dua orang bocah yang jika dilihat wajah mereka sama namun ada bedanya, satu terlihat murung dan satu lagi terlihat kebingungan.

Bocah kembar, itu yang sering orang menyebut mereka yang tak lain Zean dan Aran.

Bocah berusia sepuluh tahun dengan wajah murung itu atau sering dipanggil Aran terlihat duduk di sofa empuk dengan wajah menunduk. Sedangkan disampingnya juga ada Zean yang mencari ide supaya kembarannya itu tidak murung lagi.

Memang, sejak kepergian sahabat imut mereka ke luar negri beberapa jam yang lalu membuat Aran selalu murung dan Zean tidak tega melihat adiknya itu bersedih.

"Adek, main yuk!!!!"ajak Zean dengan semangat.
"Kemana bang?"tanya Aran pelan.

Zean terlihat berpikir dengan memutar mutar matanya kemudian memekik heboh saat mendapat ide.

"Gimana kalo kita naik wahana bermain?"ucap Zean antusias membuat wajah Aran langsung berbinar.

"Emang boleh, abang?"namun belum Sea  menjawab, Aran sudah memasang wajah murungnya lagi.

"Tapi nggak bakal dibolehin sama ayah bunda."ucap Aran lesu. Pasalnya kedua orangtua Aran selalu overprotektive padanya. Tidak boleh main itu, tidak boleh main ini, tidak boleh makan ini, tidak boleh makan itu. Semua kehidupan Aran seperti di atur oleh Cio dan Shani.

Entah apa yang membuat mereka seperti itu pada dirinya, tidak ada yang tau. Tapi anehnya lagi, mereka hanya melakukannya pada Aran sedangkan Zean mereka biasa biasa saja. Yang jelas, Aran tidak menyukai sikap berlebihan orang tuanya itu.

"Adek tenang aja, kita minta ditemani sama tante Anissa aja"usul Zean lagi membuat Aran kembali berbinar.

"Tante Anissa? iya, adek mau. "sahut Aran dengan girang. Kemudian kedua bocah itu berlari kecil ke arah sebuah kamar tempat dimana tante mereka sedang berduaan dengan suaminya yang tak lain om Farhan. Kebetulan kedua pasangan yang baru menikah itu menginap di rumh mereka.

Lebih tepatnya sih, ayah bunda mereka sedang di luar negri melakukan pekerjaan mereka dan tante sama om mereka menginap untuk menjaga dua bocah kembar itu.

Tok tok tok

"Tante!!!"panggil Aran kuat hingga membuat sepasang manusia di kamar itu langsung membuka pintunya dengan cepat.

"Ada apa sayang? kenapa teriak-teriak?"tanya Anissa dengan wajah khawatirnya berpikir sesuatu telah terjadi pada keponakannya itu namun yang dia dapat hanya senyuman gemas dari Aran membuat Anissa menghembuskan nafas leganya.

"Tante, kita mau ditemani main sama tante hehehe"ucap Aran dengan senyum gemasnya membuat Anissa terkekeh.

"Hei jagoan om mau main dimana hm?"tanya om Farhan yang menunduk mensejajarkan tinggi mereka.

"Wahana bermain om. Boleh kan?"sahut Zean antusias membuat Anissa dan Farhan terdiam.

"Tapi sayang, ayah sama bunda udah larang adek buat main kan? kita main di rumah aja ya?"ujar Anissa dengan lembut membuat Aran memasang wajah cemberutnya. Kenapa semua orang melarangnya melakukan ini itu?

"Emang adek bakal mati kalo main bentar ya tante? nggak kan? kenapa terus larang adek sih. Adek juga pengen seperti anak lain yang bebas main, p  engen seperti abang Zean yang nggak dilarang ini itu.hikss kenapa adek nggak boleh main hikss" tangis Aran akhirnya pecah membuat Anissa dan Farhan jadi kalang kabut juga Zean yang mencoba menenagkan adiknya itu.

"Aduh sayang, ok. Kita kesana sekarang tapi jangan nangis lagi ya. Adek kan jagoan jadi nggak boleh nangis "ucap Farhan mencoba menenangkan Aran.

"Bener om?yeeeeee om Farhan terbaik!!!"girang Aran kemudian melompat lompat senang.

"Adek. Jangan lompat lompat. Nanti kecapean. Sekarang kalian siap siap ok!"sikembar mengguk antusias kemudian segera berlari kekamar masing masing namun seruan Anissa membuat mereka harus berjalan.

"Adek, jangan lari lari!!!"ya, selalu begitu, Aran selalu dilarang melakukan kegiatan berat oleh keluarganya membuat Aran dan Zean kadang bingung ada apa dengan dirinya? apa dia sakit? kenapa mereka selalu memperlakukan Aran layaknya orang sakit? pertanyaan itu lah yang selalu mereka ucapkan namun tidak ada jawaban dari siapapun.

***

AranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang