Bab 30

191 12 0
                                    

***

Sebuah ruangan serba putih berbau obat-obatan menjadi ciri khas tempat itu.

Tak lupa seorang pasien yang terbaring di ranjang pesakitan dengan alat medis yang menempel di tubuhnya.

Sepi, ruangan itu terlihat sunyi hanya suara monitor yang teratur mengisi kesunyian di ruangan itu.

Hingga jemari pasien yang tak sadarkan diri sejak sepuluh jam yang lalu kini mulai bergerak kecil disusul dengan kelopak matanya yang bergerak dan terbuka perlahan namun kembali menutupnya saat cahaya ruangan yang menyilaukan mata itu langsung menyambutnya.

Kembali pemuda itu mengerjap pelan untuk menormalkan penglihataannya dan dia pun menoleh ke arah kiri kanan kemudiam mendesah kecil lagi lagi dia kembali keruangan itu.

Pemuda yang tak lain Aran itu memejamkan matanya kembali seraya mengingat ingat kenapa dia bisa berada disini kembali dan mata itu langsung terbuka kasar saat teringat akan kejadian semalam itu. Nafas Aran tiba tiba tercekak dengan keringat sebesar biji jagung meluncur dari kepalanya.

"Zean..."lirih Aran kemudian dengan susah payah dia duduk di ranjang itu dan membuka masker oksigen yang sejak tadi menempel di mulut dan hidungnya, mencabut jarum infus yang melekat pada pungung tangan kanannya dengan kasar sehingga mengeluarkan darah segar dari sana.

"Ahkkk"pekik Aran kesakitan saat dia mencoba berdiri namun yang ada tubuhnya semua seolah remuk tidak ada tenaga.

Aran kembali berdiri dan berpegangan pada ranjang di sisinya itu dengan susah payah. Kemudian mulai ke luar dari ruangan itu dengan susah payah.

"Shit!!!"umpatnya kesal karna percuma dia keluar jika tidak tau di mana ruangan kembarannya itu jika bertanya untuk resepsioner disana, dia tidak akan sanggup mengingat tempat itu masih jauh darinya.

Aran duduk di kursi ruang tunggu yang ada disana kemudian bersandar pada dinding itu seraya menormalkan deru nafasnya yang memburu.

"Ck, baru beberapa langkah, tenaga udah habis.dasar lemah"batin Aran pada dirinya sendiri.

"Aran! ngapain kamu disini?"hingga suara yang di kenal Aran mendekatinya dan menatapnya dengan khawatir.

"Om?Zean om, dia baik baik aja kan?"tanya Aran mengabaikan pertanyaan pria yang tak lain om nya itu.

"Kenapa kamu keluar hah? sini, om antar lagi"ucap Dr.Farhan hendak memapah Aran untuk kembali keruangannya namun langsung di tolak Aran.

"Nggak, Aran mau lihat keadaan Zean om"

"Tapi Ran.."

"Antar Aran kesana om. Semalam Zean nyelamatin aku, aku takut om. Aran nggak mau kejadian yang lalu terjadi lagi, gara gara nolongin Aran, tante jadi meninggal dan Aran nggak mau kejadian itu terulang lagi. Om, Aran takut. Ini semua gara gara Aran hiksss"kini Aran sudah terlihat linglung sambil berguman tak jelas membuat Dr.Farhan tidak tega melihatnya.

"Baiklah, tapi Aran pake kursi roda ya"ujar Farhan yang di balas anggukan pelan oleh Aran, jujur dia bahkan seperti tidak bisa menggerakkan tubuhnya itu lagi.

Dr.Farhan segera membawa kursi roda dan membantu pemuda itu duduk disana kemudian mendorongnya ke arah ruangan dimana Zean terbaring.

Farhan hendak membuka ruangan itu namun langsung di tahan oleh Aran.

"Om, ayah dan bunda ada didalam?"tanya Aran dengan takut.

"Tidak, bunda kamu semalaman nggak tidur untuk nungguin Zean sadar dan satu jam yang lalu mereka sudah pulang untuk istirahat. Mereka pasti akan kembali lagi"sahut Farhan membuat Aran bernafas lega, setidaknya dia bisa melihat Zean meski hanya sebentar.

AranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang