***
Indah
Satu kata yang mewakili perasaan pemuda yang menatap sekelilingnya itu. Semuanya terlihat indah dan sejuk.
"Apa ini di surga?"batin pemuda itu kemudian tersenyum senang.
Wajahnya terlihat bersinar tidak ada luka seperti sebelumnya. Bahkan pakaiannya yang serba putih terlihat bersinar.
Mata itu terus menelusuri tempat itu hingga menangkap seorang wanita paruh bayah yang menatapnya dengan sayang tiba-tiba mata pemuda itu berkaca-kaca dan segera berlari memeluk wanita itu.
"Mama. Candra kangen mama"ucap pemuda yang tak lain Riko, memeluk tubuh yang di panggil mama itu dengan erat seakan tidak akan melepaskan tubuh itu darinya lagi.
Sedangkan sang mama atau Dewi hanya tersenyum tulus kemudian mengusap punggung putranya dengan sayang.
"Mama juga"
"Ma, Candra ikut mama ya!"kata Riko melepaskan pelukannya dan menatap wajah bersinar mamanya.
Dewi menggeleng kemudian mengelus rahang tegas putranya.
"Tugas kamu di sana masih banyak nak. Perjalanan kamu masih panjang"ujar Dewi dengan sayang.
"Tidak ma Candra nggak mau kesana aku cuma mau sama mama aja. Candra mohon jangan tinggalin Candra lagi ma"
"Bukan mama yang tinggalin kamu nak, ini semua karna takdir. Dan takdir kamu belum saatnya disini. Dengar mama nak, mama itu akan selalu disini, di hati kamu"kata dewi.
"Kembalilah nak dan hapus rasa benci dari hatimu karna mama tidak suka jika putranya punya dendam ke seseorang, apalagi ayah kandungnya sendiri. Belajarlah menerima kenyataan meskipun itu sulit"
"Kamu janji sama mama ya? kamu harus tetap anak baik mama" lanjutnya lagi, Riko mengangguk pelan membuat Dewi tersenyum kembali.
"Makasih sayang, mama sayang banget sama kamu. Mama pamit ya"belum sempat Riko menjawab, tubuh itu sudah menghilang dari pandangannya.
"Nggak ma jangan tinggalin Candra. ma, MAMA!!!!"
***
"Pa, kenapa semuanya gelap? Candra nggak bisa liat apa-apa. Papa. Candra takut gelap"
***
"Aran mengalami kelainan jantung kalau mbak lupa itu, dia mengidap penyakit itu sejak 7 bulan kalian menjemputnya. Dan kali ini keadaan Aran semakin memburuk, jantung milik Aran sudah cukup parah"
Pernyataan yang di ucapkan Farhan bagaikan petir di siang bolong menghancurkan si pendengar yang tak lain Shani hingga berkeping-keping.
"Nggak mungkin. Kamu pasti bohong"ujar Shani menolak pernyataan yang di dengarnya itu.
Farhan tersenyum, lebih tepatnya senyum sinis. Mereka sekarang hanya berdua di ruangan Farhan.
"Anggap saja kenyataan ini hanya sebuah mimpi untuk mu. Pergilah, dan lakukan seperti yang biasa mbak lakukan.
Bersikap seolah-olah Aran tidak lahir dari rahim mbak. tatap Aran seolah dia anak terkutuk seperti yang mbak lakukan selama ini. Jangan berubah karna Aran pasti tidak menyukainya"kata Farhan dengan sinis, sedangkan Shani tertohok akan ucapan Farhan yang merasakan sesak yang semakin bertambah.
"Cukup ayo katakan jika ini hanya kebohongan hikss"isak Shani.
"Ini kenyataan"sahut Farhan dengan tegas.
"Apa Aran tidak bisa sembuh? dia..."
"Selama ini dia menolak pengobatan. Karna apa? Itu semua karna kalian!!! Kalian selalu menyudutkannya, melukai batin dan fisiknya, dan semakin menambah sakit pada hidupnya. Dia bilang tidak mau sembuh jika hanya untuk di lukai"kata Farhan seraya menahan emosi.
Shani yang mendengarnya semakin menangis, dia sungguh menyesalandai saja waktu bisa di putar diagnosa itu kemungkinan tidak akan menyakiti putra yang selama ini di abaikannya.ralat,disakitinya.
Seharusnya dari dulu dia tidak hanya mementingkan egonya. Seharusnya dia memberi dukungan pada putranya. Seharusnya dia tidak lupa jika yang dia sakiti selama ini ternyata bocah yang dulunya sangat dia jaga.
Seharusnya.....seharusnya...yang di pikirkan Shani hanya berandai-andai yang tidak mungkin bisa di ulang lagi.
"Sekarang pengobatan apapun tidak akan bisa menyelamatkannya. Satu-satunya cara hanya transplantasi jantung" lanjut Farhan, sedikit iba melihat wanita di depannya itu.
"Lakukan apapun untuk dia, saya mohon selamatkan putraku. Saya tidak mau kehilangannya, Saya minta lakukan yang terbaik untuknya"
***
"Bunda, bagaimana keadaan adek?"tanya Zean setelah melihat bundanya keluar dari ruangan Farhan.
Shani menatap kosong putranya sebelum memeluk tubuh putranya itu menumpahkan tangisnya dalam pelukan."Hiksss ini semua salah bunda hiksss maafkan bunda yang tidak becus mengurus kalian hiksss"isak Shani membuat Zean merasa terpukul melihat kehancuran sang bunda.
Zean membalas pelukan bundanya itu kemudian
menyenderkan kepalanya di bahu bergetar Shani."Bunda jangan nangis, semua bakal baik-baik aja. Berikan kehangatan bunda ke adek karna hanya itu yang adek rindukan jika bunda menangis, maka adek nantinya makin sedih"ujar Zean.
Shani melepaskan pelukan itu dan menatap wajah Zean dengan sayu.
"Sekarang katakan apa yang terjadi sama adek. Om farhan bilang apa bunda?"tanya Zean mencoba bersikap tenang meski hatinya itu tidak tenang, dia memiliki firasat buruk tentang Aran.
"Aran. Dia, sakit "ujar Shani masih terlihat ragu.
"Sakit apa bun?"
"Maafkan bunda nak, bunda gagal menjaga kesehatan adek jantung adek mengalami komplikasi"sahut Shani merasa bersalah, dan detik itu Zean kembali hancur, tidak terima dengan takdir yang di berikan tuhan.
Dan dia berharap jika segala sakit yang di rasakan Aran di pindahkan kepadanya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Aran
Teen FictionKisah seorang pemuda rapuh yang harus menghadapi persoalan hidupnya yang rumit dan masalah yang silih berganti menghampirinya. "Aku rela hati dan fisikku terluka asalkan masih bisa melihat senyum dan tawa bahagia mereka yang aku sayangi. Walau bukan...