Bab 24

182 10 0
                                    

***

Zean membuka pintu kamar Aran dengan semangat dan wajah berbinarnya setelah mendapat kabar dari ayahnya jika Aran sudah ada di kamarnya. Senyum Zean semakin lebar kala matanya menangkap sosok pemuda yang sedang duduk di pinggir kasurnya membelakangi dirinya.

"Adek dari mana aja hah? gue khawatir banget tau nggak."pekik Zean setelah menghadap Aran yang sedang menatapnya dengan datar.

"Ngapain lo ke sini? keluar!"ketus Aran membuat senyum Zean semakin mengembang.

"Syukurlah gue masih bisa denger kata kata ketus lo. Gue kangen banget sama lo"ujar Zean membuat Aran mendesah kasar.

Aran berdiri dan mengambil jeketnya dan juga kunci motornya membuat Zean menatapnya bingung.

"Lo mau ke mana?"

"Bukan urusan lo"

"Tapi lo baru dateng kan? kenapa pergi lagi hah? kalo lo mau pergi, gue ikut lo!" tegas Zean namun tidak di gubris Aran sama sekali.

Pemuda itu langsung keluar dari kamarnya di ikuti oleh Zean yang mengejarnya dari belakang.

"Adekk!!!tungguin abang!!!"teriak Zean membuat Aran menghentikan langkahnya dan menatap Zean dengan tajam.

"Mau lo apa sih? berhenti ganggu hidup gue. Lo nggak paham bahasa indonesia?"pekik Aran kesal.

"Tapi Ran-"

"STOP!!! Gue mau sendiri!"potong Aran langsung mengakhiri perdebatan itu dan langsung mengendarai motornya menjauh dari rumah itu sedangkan Zean hanya menatapnya sedih kemudian bernafas lega. Setidaknya dia bisa melihat adiknya itu baik baik saja.

Zean kemudian berjalan gontai dengan senyum sendunya ke halaman belakang rumah mereka. Tempat itu sangat sejuk dan tenang karna tempat itu selalu di rawat dengan baik.

Zean kemudian teringat kenangannya dengan Aran dulu. Di saat semua baik baik saja. Masih terekam jelas semua sifat ceria Aran, wajah polos tanpa tatapan dingin itu. Dulu Aran selalu menempel padanya.

"Abang!!!!main yuk!!"

"Abang, adek pengen bobo sama abang aja"

"Abang...kepala adek pusing"

"Abang... Marsha jahilin adek lagi"

"Abang!!! lutut adek berdarah tadi jatuh hiksss"

"Adek cuma mau abang"

"Abang...jangan sedih ya"

"Abang, adek takut!!!"

"Abang abang abanggg"

Zean tersenyum sendu kala mengingat setiap rengekan Aran padanya, anak itu selalu mengikuti kemana pun dia pergi. Dimana ada Zean, maka disana pasti ada Aran.

Zean mendongak, mencoba menghalau tetasan air yang mengepul di matanya meski dadanya itu semakin merasa sesak.

"Hahhhhhh"mendesah berat sebelum merebahkan dirinya di rerumputan disana dan memejamkan matanya mencoba menengangkan pikirannya.

"Gue kangen lo yang dulu dek"batin Zean.

***

Dua pemuda yang saling diam dalam ke canggungan itu duduk sambil menatap jalanan yang lumayan lenggang dari balik kaca ruangan itu. Sebuah kafe dengan lapisan dinding kaca yang langsung tembus ke jalanan.

Aran dan Riko, keduanya terlalu asik dalam alam mereka masing masing hingga tidak menyadari jika mereka sudah duduk bersama disana selama beberapa menit tanpa ada yang berniat memulai percakapan.

Riko, pria itu melirik Aran yang menatap lurus kedepan kemudian berdehem kecil untuk mengurangi kecanggungan.

"Ran, sorry!!!"ucap Riko membuat Aran menatapnya sekilas kemudian kembali menatap jalanan itu membuat Riko mendesah pasrah.

"Gue akan jelasin yang sebenarnya" lanjut Riko namun tidak di respon oleh Aran sama sekali namun itu tidak membuat Riko mundur dari niatnya itu.

"Selama ini gue ngak benar benar benci lo Ran, tapi gue lakuin itu karna bokap gue"Aran menatap Riko dengan dahi berkerut namun tidak mengucapkan kata apapun.

"Bokap gue ngancam bakal celakain lo kalo gue masih berteman dengan lo, Ran"

"Mama gue udah meninggal" mendengar penuturan Riko kembali membuat Aran menatapnya tidak percaya.

"Papa bilang mama kecelakan karna lo"Riko masih melanjutkan ucapannya namun kali ini jauh lebih mengejutkan.

"A-apa? gue nggak lakuin itu bahkan gue nggak tau kalo nyokap lo udah meninggal" sahut Aran merasa tidak terima.

"Gue tau itu. Papa cuma salah paham dan gue nggak tau lagi gimana caranya yakinin papa."

"Kenapa paman nuduh gue kayak gitu?"

"Lo tau kan? mama itu sayang banget sama lo. Waktu itu mama nggak tega liat lo sedih saat menatap kepergiaan tante lo jadi mama mutusin buat ketemuan sama ayah dan bunda lo. Tapi mama malah terlibat kecelakaan dan meninggal."

"Papa jadi nyalahin lo dan ngancam gue buat nggak temenan ama lo lagi. Dan tentang surat itu, papa juga ngancam gue Ran, bukan cuma lo yang bakal dicelakain ama papa tapi kembaran lo juga"jelas Riko membuat dada Aran terasa terimpit. Bukan karna ancaman itu, namun karna mama Riko yang dulu selalu menyayanginya layaknya anak sendiri dan pergi karna dirinya.

"Maaf"guman Aran membuat Riko terdiam.

"Gue pembawa sial."lanjut Aran membuat Riko menggeleng tidak setuju atas ucapan Aran.

"Ini takdir Aran. Jangan jadi salahin diri lo sendiri. Liat gue, lo percaya gue kan?"ucap Riko sambil menarik bahu Aran memaksanya untuk menatap dirinya.

"Lo bilang lo nggak ngelakuin itu, jadi lo nggak usah merasa bersalah gitu"ujar Riko kemudian.

"Omong-omong, lo maafin gue man?"lanjut Riko lagi dengan ragu.

"Gue pengen kita kayak dulu lagi. Gue janji bakal lindungin lo dari papa. Gue nggak akan biarin lo terluka lagi. Lo itu adik gue"Aran yang mendengar ucapan Riko itu menatapnya dengan sinis dan kesal.

"Adik? kita cuma beda 4 bulan udah sok tua lo?"sahut Aran membuat Riko terkekeh kemudian memeluk Aran dengan erat.

"Makasih udah maafin gue Ran"

"Lepasin Rik gue sesak nih"gerutu Aran membuat Riko tersadar kemudian melepaskan pelukan itu dan menatap Aran dengan khawatir.

"Sorry Ran, lo baik baik aja? nggak sakit kan?"tanya Riko dengan cemas membuat Aran tertawa melihat reaksi pemuda didepannya itu.

"Canda mas"ucap Aran kemudian membuat Riko menghembuskan nafas leganya.

"Kalo canda nggak harus gini Ran, gue hampir mati jantungan tau. Padahal lo yang sakit jantung"Aran terdiam mendengar ucapan Riko kemudian menunduk. Riko yang menyadari respon Aran membuat dia kembali merasa bersalah. Mungkin Aran tersinggung akan ucapaannya barusan.

"Ran, maksud gue nggak gitu, maaf. Gue nggak maksud nyinggung lo. Gue cuka khawatir ama lo. Maaf, gue janji nggak bakal ngungkit itu lagi"ucap Riko dengan wajah memelasnya sedangkan Aran sedang sibuk menahan tawanya. Menjahili pria didepannya itu memang hobinya dari dulu dan dia sendiri yang akan tertawa atas tindakannya itu.

"Nggak akan sebelum lo-"

"Apa? gue bakal lakuin apapun asal lo maafin gue"ucap Riko dengan pasti tanpa memikirkan resikonya.

"Lo harus..."

***

AranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang