Bab 15

191 11 0
                                    

***

Zean langsung berlari ke UKS melihat pesan yang dikirim Marsha. Wajah pemuda itu langsung berubah pucat mendengar Aran kembali pingsan.

Pemandangan pertama yang Zean lihat adiknya yang terbaring dengan wajah pucatnya bahkan dia belum membuka matanya.

Dia menatap tiga orang yang ada disana dan melempar beberapa pertanyaan.

"Apa yang terjadi sama Aran? Kenapa dia bisa pingsan? Aran baik baik saja kan?" cercah Zean kepada Devan, Rio dan Marsha.

"Petugas tadi bilang jika Aran hanya kelelahan tapi-"

"Tapi apa?" tanya Zean tidak sabaran karna Rio terlihat ragu melanjutkan.

"Kita harus membawa Aran kerumah sakit. Karna detak jantung Aran terlihat lemah. Alat disini tidak lengkap jadi petugas tadi tidak dapat memastikan apa yang terjadi pada Aran" kini Devan yang menyahut membuat Zean meluruh.

Tidak. Aran pasti baik baik saja. Selama ini dia tidak pernah melihat Aran sakit. Aran itu kuat batin Zean sambil menggeleng ketika pikiran buruk itu datang.

"Ze, Aran pasti baik baik saja. Jangan terlalu dipikirkan" ucap Marsha mencoba menenagkan Zean walau dalam hatinya dia juga sama khawatirnya tentang Aran.

"Eungh" lenguhan kecil Aran mengalihkan semua atensi mereka kepadanya. Zean langsung menggemgam tangan dingin adiknya itu.

"Ran, Lo baik baik aja? Dimana yang sakit? Apa kepala lo pusing?" deretan pertanyaan lagi lagi dilincurkan oleh Zean sedangkan ketiga orang itu hanya diam memberi waktu untuk sikembar.

Aran masih berusaha menormalkan penglihatannya yang sangat buram itu hingga kembali normal. Dilihatnya Zean yang menatapnya cemas dan Marsha yang... entahlah..

Aran langsung mengalihkan tatatapannya dari mereka dan merutuki dirinya yang memeluk Marsha tadi. Kejadian tadi masih terekam jelas di ingatannya membuat Aran sedikit gugup menatapnya.

"Ran, lo baik baik aja?" pertanyaan Zean kembali menarik perhatian Aran. Aran menatap Zean dengan tatapan yang sulit dimengerti kemudian menepis tangan yang menggemgamnya dengan hangat.

"Ngapain lo kesini?" ketus Aran berusaha duduk dari tempat berbaringnya.

"Ran lo mau kemana hah? lo istirahat dulu" ucap Marsha melihat Aran yang mulai beranjak dari sana.

"Iya Ran, atau kita kerumah sakit dulu?" kini Rio yang menimpali membuat Aran mendengus kesal.

"Gue nggak papa"

"Ran, kalo dibilangin bisa nggak sih lo nurut sekali aja? Lo itu lagi drop. Berhenti sok kuat jika tubuh lo itu udah berontak ingin İstirahat. Lama lama gue makin kesel deh sama lo. Lo egois banget tau nggak? Lo nggak pernah hargai sahabat dan Abang lo yang khawatir sama lo. Lalo lo mau mati, nggak gini caranya." ucap Marsha dengan menggebu gebu yang tidak tahan melihat tingkah Aran yang hanya semaunya.

Sedangkan Aran, pria itu hanya menatap Marsha dengan datar.

"Egois? Lo pikir lo siapa hah? Lo nggak tau apa apa jadi jangan menilai orang lain dengan sembarangan. Lebih baik urus diri lo sendiri" kata Aran dengan datar dan segera berlalu dari sana dan tentunya Devan dan Rio mengikuti pria itu.

Sedangkan Marsha hanya menggerutu kesal melihat tingkah sok kuat Aran. Padahal dia sangat kesakitan tadi.

"Dasar cowo aneh" cibir Marsha kemudian menatap Zean yang hanya diam dengan tatapan kosongnya.

"Zee, lo baik baik aja?"

"Hmm gue baik. Ayo balik lagi" sahut Zean segera berlalu. Dan tinggallah seorang Marsha disana membuat gadis itu mendengus kesal.

"Ya, tinggalin aja gue sendiri" ucap Marsha sedikit berteriak hingga Zean yang menyadari jika Marsha sedang kesal akhirnya tertawa lepas melihat wajah kesal gadis itu.

"Makanya ngapain gabung sama anak cowok" ucap Zean kembali menarik tangan Marsha lembut dan berjalan bersama menuju kelas masing masing.

Marsha yang melihat Zean menarik tanggannya seketika terdiam dengan wajah yang tersipu.

"Gue suka lo Zee"

Deg.

Langkah Zean langsung terhenti mendengar gumanan Marsha. Pria itu mematung dengan jantung yang berdebar.

"Apa dia salah dengar? Marsha menyukainya?" batin Zean berharap kata yang diucapkan Marsha barusan bukanlah ilusi.

"A-apa? Lo suka ama gue?" tanya Zean sambil menatap Marsha dengan gugup. Sedangkan Marsha hanya mengangguk dengan santai kemudian tersenyum manis.

"Sebagai sahabat" ucap Marsha yang langsung menjatuhkan harapan Zean sampai kedasar.

Jadi Marsha menyukainya sebagai sahabat?

"Tapi kenapa hati ini sakit saat mendengar kata ini dari lo Sha?" batin Zean tersenyum miris.

Marsha, gadis itu dari dulu sudah merebut perhatian Zean. Zean yang sudah terlalu nyaman pada gadis itu menetapkan bahwa hatinya sudah jatuh pada gadis didepannya itu.

"Sebenarnya gue cinta sama lo Sha" dan kata itu hanya selalu tersimpan didalam hatinya. Terlalu takut untuk mengucapkan kata yang selalu dipendamnya itu. Takut Marsha akan menjahuinya, takut persahabatan mereka rusak hanya karna perasaan sepihak itu.

"Zee, Lo masih mau disana? Bel udah bunyi. Kantin yuk! Gue laper hehehehe" cengiran Marsha kembali menyadarkan Zean ke alam nyatanya. Dengan cepat, Zean mengulas senyum paksaanya itu walau hatinya masih terasa sesak.

"Ayo"

***

AranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang