LIMA

131 26 0
                                    


"Tidak mungkin Allah mempertemukan dua insan tanpa tujuan"

_author_

🍁🍁🍁


Sejak perkenalan itu aku dan Audrey menjadi teman baik. Audrey sangat menyenangkan ketika kami saling bersenda gurau. Aku baru tahu ternyata Audrey dulunya non-islam dan ia mualaf setelah mendapat hidayah.

Aku sangat terkagum-kagum dengan Audrey. Ia bisa mempertahan keislamannya saat semua keluarga besar menentangnya. Karena Kakek dan Ayahnya adalah seorang pendeta juga semua keluarganya taat pada Agama yang di anutnya.

Delapan tahun setelah ia memutuskan untuk mualaf, Audrey meninggalkan kota kelahirannya yaitu Surabaya. Ia tinggal dengan paman dan tantenya yang juga mualaf sebelum dirinya.

Aku sangat kagum kepada Audrey. Dia memutuskan hijrah dengan begitu baik. Aku semakin yakin dengan jalanku aku harap aku juga bisa seperti Audrey yang tetap bisa Istiqomah.

Kami begitu cukup dekat. Audrey sering berkunjung ke rumahku juga aku yang sering berkunjung ke rumahnya.

"Nai kamu tahu gak sih, hari ini ada dosen baru menggantikan Pak Ahmad yang di pindah tugaskan ke kota seberang." Celetuk Audrey saat kami baru saja duduk di ruang kelas.

"Wah masa sih?."

"Iya Nai, dan dosen ini dosen muda yang baru menyelesaikan studinya nya di Kairo, Mesir."

Aku hanya manggut-manggut mendengarkan celotehan dari Audrey.

"Aku kebelet pipis nih, aku ke toilet dulu ya." Ujar ku pada Audrey yang saat ini masih tengah membicarakan dosen muda itu.

"Aku temenin ya."
Ia hendak bangun dari duduknya.

"Gak usah, aku sebentar aja kok." Tolak ku.

"Ya sudah."

Aku mengangguk dan meninggalkan kelas.

Setelah dari toilet aku terburu-buru karena jam menunjukkan hampir pukul delapan. Aku berlari dari toilet menuju kelas. Saking terburu-buru aku tak sadar menabrak seseorang.

"Astaghfirullah." Kata orang itu.

"Maaf-maaf." Kataku seraya membereskan semua buku miliknya yang berjatuhan di lantai.

Koridor kampus terlihat sepi karena mungkin sudah masuk jam pelajaran.

Aku mendongakkan wajah saat orang itu seperti tengah melihat wajahku. Tatapan mataku bertemu dengan tatapannya. Seorang pria dengan menggunakan kemeja berwarna tosca juga celana bahan berwarna hitam. Tak lupa peci di atas kepalanya. Sorot matanya begitu meneduhkan , bola mata hitam, bulu mata tajam, hidung mancung juga bibir tipis.

"Astaghfirullah" Aku tersadar tengah bertatapan dengan begitu lama.

"Maaf sekali lagi." Kataku merasa tak enak.

"Tidak papa, lain kali hati-hati ya." Katanya seraya tersenyum manis padaku.

Aku mengangguk dan pergi meninggalkan pria itu.

Sesampainya di kelas ternyata belum juga Pak Ahmad masuk. Aku bersyukur karena dosen itu belum juga sampai.

"Kok lama banget Nai?." Tanya Audrey.

"Iyya tadi ada sedikit kendala."

Audrey ber-oh- ria.

"Assalamualaikum." Pak Ahmad memasuki kelas.

"Waalaikumsalam pak." Jawab mahasiswa.

"Hari ini ada pengumuman penting. Karena bapak di pindah tugaskan ke kota seberang, Maka untuk itu ada dosen pengganti.." Jelas Pak Ahmad kepada seluruh mahasiswa.

Pak Ahmad melihat ke arah pintu dan menyuruh seseorang untuk masuk.

Aku terpaku karena pria yang bersama Pak Ahmad adalah orang yang sama saat kami tak sengaja bertabrakan tadi.

Pria itu tersenyum ke arah ku dan mengucapkan salam kepada seluruh mahasiswa.

"Jadi semuanya ini adalah dosen baru kalian ." Jelas pak Ahmad.

"Silahkan pak memperkenalkan diri."

"Perkenalkan nama saya Muhammad Yusuf Al- Anshori, Kebetulan saya baru saja lulus dari salah satu universitas di Kairo."

"Baiklah semuanya saya tinggal dulu." Ucap Pak Ahmad.

Setelah pak Ahmad meninggalkan kelas. Suasana menjadi senyap tak bersuara karena pelajaran akan segera berlangsung.

Pak Yusuf menjelaskan begitu detail hingga tidak berbelit-belit dan tidak terus- menerus menggunakan bahasa Arab selama pelajaran. Ia juga menggunakan bahasa Indonesia.

Aku yang awalnya tidak suka pelajaran ini berlangsung mulai menyukainya. Karena penyampaiannya yang begitu kalem juga penggunaan bahasa yang di batasi.


****

POV Yusuf

Mulai sekarang saya akan memulai lembaran baru. Setelah bertahun-tahun lamanya akhirnya saya bisa kembali ke tanah air. Pendidikan di Kairo akhirnya sudah selesai. Saya dinyatakan lulus dengan Nilai cukup memuaskan.

Ada tiga orang perwakilan dari Indonesia dengan nilai yang cukup tinggi dan bisa menapaki lima orang dengan predikat Mahasiswa unggulan. Dua orang laki-laki termasuk saya juga satu orang perempuan.

Setelah seminggu berada di tanah Air saya memutuskan untuk berdiam diri di rumah terlebih dahulu juga membantu mengajar santri di pesantren Al-Hidayah yang di naungi oleh Abi.

Namun saat itu ada tawaran dari salah satu universitas di Jakarta untuk menggantikan dosen yang di pindah tugaskan. Awalnya saya ingin menolak, namun Umi memberikan nasehat agar saya bisa mengambil kesempatan ini. Akhirnya saya menyetujui tawaran itu dengan izin dari Abi tentunya.

Di hari pertama, saya terjebak macet di jalan. Alhasil itu membuat saya telat datang ke kampus. Setelah hampir satu jam terjebak macet akhirnya saya telah sampai di kampus.

"Alhamdulillah." Ucap syukur saya setelah sampai di parkiran.

Saya melihat jam yang bertengkar di pergelangan tangan. Saya sudah telat lima menit. Ketika saya sedang berjalan dengan terburu-buru menuju kantor, Seorang gadis menabrak saya.

Saya mengucap istighfar kala semua buku yang sedang saya pegang jatuh ke lantai. Gadis itu mengucapkan maaf berkali-kali. Saya tertegun lama melihatnya. Dia yang merasa risih akhirnya menatap ke arah saya. Setelah dia membereskan bukunya dan memberikannya pada saya gadis itu tetap menatap saya dan tatapan matanya begitu terlihat sangat meneduhkan. Gadis yang memakai gamis berwarna navy itu mengucapkan maaf dan saya pun memaafkannya. Lepas itu ia meninggalkan saya seorang diri di koridor kampus.

"Cantik." Gumam saya dalam hati.

Saya melanjutkan berjalan menuju ruang kantor. Setelah itu saya di bantu dengan Pak Ahmad dosen yang akan saya gantikan dengan memperkenalkan kepada semua mahasiswa fakultas sastra bahasa Arab. Ternyata gadis itu akan menjadi mahasiswa nya.

Gadis itu bermata teduh,pipinya sedikit chubby,hidung mancung juga bibir kecil.

"Astaghfirullah." Gumam saya dalam hati.

Saya mengucap istighfar berulang-ulang kali dalam hati. Gadis itu terus mengusik saya. Padahal dia sendiri selalu menundukkan kepalanya.

Entahlah, ini membingungkan.

Setelah saya selesai memberikan tugas,saya melanjutkan mengabsen semua mahasiswa. Supaya saya mengetahui nama mereka.

Saya mengabsen satu persatu mahasiswa dengan pelan-pelan.

Ternyata gadis itu bernama Naifa Hasna Zulaikha.

Ada desiran aneh saat saya menyebut namanya. Entahlah saya tak tahu. Mungkin ini bisikan setan supaya saya terus melihat dan memikirkan gadis itu, dan membuat saya zina pikiran.

🍁🍁🍁

Hai. Assalamualaikum 🤗
Mari mampir🤍

Diary Naifa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang