DUA PULUH SEMBILAN

77 7 0
                                    



🍁🍁🍁

Sudah beberapa hari Naifa dan Yusuf tidak saling bertegur sapa. Mereka hanya tinggal di atap yang sama tanpa ada obrolan sedikit pun yang terucap dari bibir keduanya.

Naifa sendiri bingung harus menjelaskan bagaimana lagi kepada Yusuf. Naifa bahkan takut jika pandangannya tak sengaja melihat raut muka sang suami yang terkesan dingin.

Memikirkan banyak beban membuat Naifa frustasi tak karuan. Selera makan pun sudah tak bernafsu. Naifa menangis sejadi-jadinya di taman dekat kampus.

Masih terbayang dalam benaknya saat Yusuf mengabaikan ajakan makan bersama dengan dirinya. Saat dirinya tengah menangis tiba-tiba perutnya merasa sangat mual sekali. Naifa menahan rasa mual yang semakin menjadi-jadi. Naifa berpikir mungkin dirinya masuk angin, karena semenjak kejadian Yusuf melihat dirinya bersama dengan Andre, Yusuf selalu berangkat ke kampus lebih pagi yang mengakibatkan dirinya harus berangkat sendiri ke kampus menggunakan motor miliknya.

"Ya Allah, ujian apa lagi ini?" Naifa menyeka air matanya.

Di tengah keterpurukannya, Naifa di kagetkan dengan suara seseorang yang sangat familiar di telinganya.

Naifa menoleh ke arah samping, ternyata Alisha yang hadir. Naifa memeluk Alisha dengan sangat erat. Menumpahkan semua kesedihan mendalam yang sedang ia rasakan. Alisha menepuk-nepuk punggung sahabatnya dengan sangat pelan, sebagai pertanda penguatan.

Naifa melepaskan pelukannya, "kamu kemana aja Al?" tanya Naifa yang melihat keadaan Alisha seperti sedang tidak baik-baik saja.

Walaupun Alisha juga sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja, ia tetap menyunggingkan senyum manis yang memperlihatkan gigi gingsulnya. "Maaf ya Nai, dua Minggu yang lalu aku pergi Lombok, karena cuaca sedang ekstrim di sana. Cari sinyal susah banget." Alisha tertawa sumbang, "Are you okay, Nai?"

Naifa menceritakan semuanya kepada Alisha, tentang kejadian tempo hari yang membuat Yusuf marah besar kepada Naifa maupun Andre.

"Aku sudah ingetin kamu jauh-jauh hari Nai, Bang Yusuf mesti tahu bahwa kamu dan Andre adalah teman masa SMA." Alisha menghembuskan nafasnya. Memang benar, waktu itu Alisha sempat meminta Naifa dan Andre untuk mengatakan kepada Yusuf tentang mereka berdua. Tapi karena masih takut dan enggan keduanya tidak menjalankan nasihat dari Alisha. Alisha sudah menebak bahwa kejadian ini pasti terjadi, karena dirinya juga mengenal Yusuf yang memang tidak bisa menerima kebohongan walau sedikit.

Pernah satu hari saat dirinya masih kecil, Alisha sedang bermain bersama Andre, tak sengaja keduanya melihat buah mangga yang sudah di kupas kulitnya tersedia di meja taman di halaman belakang rumah Andre. Karena mereka tidak tahu siapa pemiliknya, Alisha dan Andre mengambil dua potong buah mangga itu dan memakannya. Keduanya langsung bermain kembali setelah memakan buah mangga manis tersebut. Beberapa menit kemudian Yusuf datang menghampiri keduanya dan menanyakan siapa gerangan yang telah memakan buah mangga miliknya. Alisha dan Andre saling bertatapan kemudian menggelengkan kepala pertanda tidak tahu. Yusuf kemudian mengatakan kepada mereka bahwa dirinya tidak akan memaafkan siapapun orang yang memakan buah miliknya tanpa izin, sebenarnya Yusuf mengetahui jika mereka berdua yang telah memakannya, namun Yusuf ingin mengajari kepada mereka berdua bahwa berbohong dan mengambil sesuatu yang bukan hak kita itu tidak baik.

"Kamu yang sabar ya Nai, Bang Yusuf itu orang baik, dia tidak akan mungkin mendiamkan kamu terlalu lama." Naifa menangis, tangan Alisha memegang tangan keduanya.

"Kamu sudah meminta maaf sama Bang Yusuf?" Naifa mengangguk.

"Tapi Mas Yusuf tidak menggubris perkataan aku Al."

Diary Naifa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang