SEPULUH

112 22 0
                                    



🍁🍁🍁

Setelah jam mengajar selesai, Yusuf bertemu dengan teman masa kecilnya dahulu. Setelah hampir 2 jam Yusuf kembali ke rumah.

Setelah memarkirkan mobil miliknya, Yusuf masuk ke rumah dengan mengucapkan salam terlebih dahulu. Setelah masuk Yusuf di sambut oleh kedua adiknya.

Andre dan Kanaya.

Kanaya mencium punggung tangan Abang sulungnya itu. Kanaya berusia 15 tahun saat ini dan mengenyam pendidikan di pondok pesantren  di daerah Jawa. Kebetulan setelah di beritahukan oleh Abi dan Umi perihal pernikahan Abangnya, Kanaya memutuskan untuk pulang.

Yusuf memeluk adik perempuan satu-satunya itu dan mengecup kepalanya yang tertutup Khimar.

"Kamu kapan nyampe dek?." Tanya Yusuf sambil menuntun Adiknya duduk di sofa ruang keluarga.

"Barusan bang, Bang Andre yang jemput Naya di bandara." Kekehnya.

Yusuf tersenyum mendengar penuturan dari adik cantiknya itu.

Yusuf melihat ke arah Andre.

"Kamu kenapa sih Ndre?." Tanya Yusuf pada Andre. Biasanya Adik laki-lakinya itu akan melakukan hal yang sama seperti Naya yang mencium punggung tangannya. Tapi kali ini pria itu tidak melakukannya.

Andre tidak menjawab pertanyaan dari Abangnya. Ia malah terus sibuk memainkan ponsel di tangannya.

Yusuf melihat ka arah Naya mencoba mencari jawaban dari pertanyaannya.

Naya pun menggelengkan kepalanya pertanda tidak mengetahui perihal Abang kecilnya itu.

Yusuf pun meninggalkan kedua adiknya dan naik ke lantai atas menuju kamarnya. Masalah Andre akan ia tanyakan pada Abi dan Uminya.

Karena Yusuf baru bertemu kembali dengan Andre setelah dua minggu yang lalu. Karena Andre ada tugas kampus untuk kunjungan ke luar kota. Yusuf pun belum berbicara perihal perjodohan dan pernikahan dirinya kepada Andre.

Entahlah, Yusuf bingung memikirkannya.

****

POV Andre

Aku sangat hancur saat mengetahui Bang Yusuf akan di jodohkan dengan gadis yang sedari dulu aku cintai.

Naifa.

Gadis itu adalah pujaan hatiku saat duduk di sekolah menengah umum. Naifa adalah gadis cantik baik dan sederhana. Dia adalah sahabat dari sahabat kecilku, Alisha. Alisha sendiri sudah mengenal Naifa saat mengenyam pendidikan di masa putih biru.

Aku sangat kagum pada Naifa sosok perempuan yang selalu berpenampilan sederhana. Aku sendiri sudah lama tak pernah berjumpa dengan Naifa. Menurut cerita yang aku dengan dari Alisha, Naifa sudah berhijrah dan menutup penampilannya dengan mengenakan pakaian syar'i setelah Abah nya meninggal dunia.

Naifa juga memutuskan untuk tidak masuk fakultas kedokteran melainkan fakultas sastra bahasa Arab.

Aku sendiri memang menyayangkan Naifa karena saat sekolah dulu ia membiarkan rambutnya tergerai bebas. Naifa memiliki wajah yang oval, bibir tipis, bulu mata lentik, dan hidung mancung. Apalagi tinggi badannya yang tidak terlalu tinggi.

Wajar saja kalau aku merasa hancur. Aku sudah meminta Alisha untuk menceritakan perasaan ku pada Naifa. Tapi gadis itu tidak pernah merespon apapun.

Naifa hanya menganggap aku sebagai seorang teman biasa, tidak lebih.

Aku tidak pernah mengetahui bahwa ternyata Abi dan Abah nya Naifa adalah sahabat baik. Karena saat duduk di bangku sekolah dasar sampai menengah pertama aku tinggal di sebuah pondok pesantren di daerah Jawa, tempat Kanaya adik tercintaku  mondok.

Diary Naifa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang