SEMBILAN

104 24 0
                                    

🍁🍁🍁


Setelah lima hari di rawat di rumah sakit akhirnya Naifa sudah di perbolehkan pulang oleh dokter.

Azizah tidak memberitahukan kepada Naifa tentang penyakitnya itu.

Biarlah itu menjadi rahasia dulu jika Naifa sudah sembuh total baru ia akan memberitahukan semuanya.

"Ummah, Besok Nai boleh masuk kampus kan? ." Tanya Naifa pada Ummah-nya yang sedang melipat pakaian miliknya dan memasukkan semuanya pada lemari Keroppi milik Naifa.

"Kamu kan masih lemes sayang, Minggu depan aja ya."

"Kalau Nai sudah gak lemes lagi boleh ya."

Naifa pun akhirnya mengalah dan meng-iya-kan ucapan Ummah-nya itu.

"Nai, sebenarnya ada wasiat Abah yang belum kamu ketahui Nak." Ucap Azizah dan memandang lekat wajah anak gadisnya itu.

"Apa yang Nai gak tahu?." Tanya Naifa bingung. Pasalnya setelah kepergian Hamdan, Azizah hanya membicarakan bahwa keinginan suami terhadap anaknya itu agar menggunakan pakaian yang menutupi aurat. Hanya itu saja.

"Kamu masih ingat om Ali kan?." Tanya Azizah.

Naifa menganggukkan kepalanya. Ya. Om Ali adalah sahabat baik Abah saat remaja. Tapi setelah beberapa kendala Abah dan Om Ali tidak pernah saling bertukar kabar karena kesibukan masing-masing. Terakhir Naifa mengingat adalah saat dirinya duduk di bangku menengah pertama.

"Ada perjanjian perjodohan diantara Abah dan Om Ali Nak. Abah akan menjodohkan Nai dengan salah satu anak dari Om Ali." Perkataan Azizah tidak mengenakan bagi Naifa. Bagaimana tidak?.

Perjodohan.

Di zaman sekarang bahkan sudah tak ada yang namanya perjodohan. Tapi kenapa justru dirinya yang membuat sejarah baru.

Naifa menatap lekat kembali wajah Azizah dengan keterkejutan.

"Kenapa Ummah baru menceritakannya sekarang sama Nai?."

"Ummah rasa perjodohan itu sudah tak ada lagi. Karena Om Ali juga sudah tidak saling bertukar kabar dengan Ummah."

"Tapi hari dimana saat Ummah berkunjung ke Puncak, Ummah bertemu dengan Om Ali juga istrinya. Om Ali menceritakan kembali tentang perjodohan itu Nai."

"Ini adalah keinginan Abah Nai, apa kamu siap dengan perjodohan ini." Tanya Azizah pada anak gadisnya itu.

Naifa rasa ini bukan tentang kesiapan dan juga pilihan. Ini adalah keharusan, Naifa tidak ingin mengecewakan Abah dan Ummah nya.

Jujur saja ini sangat berat. Menikah di usia muda bukan impiannya sama sekali.

Dengan berat hati dan mengucapkan lafadz Basmallah, Naifa menganggukkan kepalanya.

Azizah yang bahagia karena anaknya mau menerima perjodohan ini pun memeluknya erat.

****

Setelah hari itu Azizah memberikan kabar pada Kakak ipar kembarnya itu. Tapi sayang Hasan juga Husen tidak bisa pulang ke Indonesia karena ada beberapa hal yang tidak bisa di tinggal. Begitupun istri- istrinya yang tidak bisa hadir karena sang suami tidak ikut serta.

Azizah memakluminya karena memang bisnis keluarga suaminya itu berkembang pesat di Kairo.

Ica pun sama halnya dengan Abang yang lainnya. Ia tidak bisa hadir karena ada acara di pesantren tempat dia mengajar.

Ica menjadi guru tahfizd di sana.

Enin dan Eyang-nya sudah berada di Jakarta saat setelah Azizah memberitahukan tentang perjodohan ini.

Diary Naifa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang