SEMBILAN BELAS

87 17 0
                                    

🍁🍁🍁

Yusuf memutar knop pintu dengan sangat pelan dan hati-hati. Ia takut membangunkan Naifa yang tengah meringkuk dibalik selimut tebalnya. Ya. Lagi-lagi Yusuf mendzolimi istrinya. Ia sengaja berlama-lama di rumah sakit tempat Haris bekerja. Mengeluarkan setiap kejadian yang ia alami bersama wanita di masa lalunya.

Kriet..

Suara decitan pintu tetap terdengar jelas walaupun Yusuf membukanya dengan sangat perlahan.

Naifa melenguh kecil. Merasa terganggu tidurnya ia pun merubah posisi tidurnya menjadi membelakangi pintu masuk.

Yusuf mengusap dadanya berkali-kali. Entah kenapa ia tak ingin melihat wajah sayu Naifa malam ini. Ia belum siap melihat wajah istri polosnya yang setiap hari selalu berbuat baik. Tidak pernah bertanya hal-hal yang mengarah ke situasi yang semakin rumit.

Yusuf berjalan di atas kegelapan. Ia langsung masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyur tubuhnya. Walaupun hari ini sudah larut dan cuaca juga sudah dingin Yusuf tetap mengguyurkan air tepat di kepalanya yang sangat panas.

Rasanya ia sudah tak pantas menyandang gelar suami.  Tapi mungkinkah Yusuf akan terus menyakiti istrinya walaupun secara diam-diam.

Yusuf memakai kaos oblong berwana navy dan celana bahan berwarna hitam. Dalam cahaya yang tamaram ia bisa melihat istrinya yang sedang tertidur pulas. Dengkuran halus terdengar sampai Indra pendengarannya.

Yusuf berjalan ke arah ruang kerja miliknya. Hanya di sana ia bisa menenangkan diri tanpa harus melihat wajah cantik istri yang ia sakiti. Benar kata Haris. Seharusnya Yusuf tidak boleh mengkhianati kepercayaan istrinya.

Yusuf membaringkan tubuh penatnya di atas sofa panjang. Sambil memejamkan mata ia mencoba mengingat kembali pertemuannya dengan Dinda sang gadis yang masih memenuhi pikirannya. Dinda gadis cantik, baik dan sangat sholehah. Dahulu Yusuf menginginkan Dinda yang menjadi istrinya. Tapi takdir berkata lain. Sekarang yang menjadi istrinya adalah Naifa. Keponakan dari Dinda sendiri. Anak dari Abang kandungnya.

Beberapa tahun yang lalu

"Fabiayyi aallaa-i Robbikumaa Tukadzibaan"

Suara lantunan surat Ar-Rohman menggema di indera pendengaran seorang remaja pria yang tengah duduk di dalam masjid sambil muroja'ah hafalan Al-Qur'annya.

Hatinya mendengar suara perempuan yang begitu syahdu di telinganya. Pria itu menutup matanya. Merasakan getaran yang secara tiba-tiba. Jantungnya berpacu dua kali lebih cepat dari biasanya. Ia menghentikan kegiatannya. Dan terus mendengarkan suara perempuan bersuara merdu itu.

Suara itu terhenti. Pria itu membuka matanya.

"Suara siapa itu?." Gumamnya sambil menarik kedua sudut bibirnya.

Tidak ingin terus menerus penasaran pria itu akhirnya berdiri dan melihat di balik hijab pembatas antara laki-laki dan perempuan.
Ini pengalaman pertama bagi dirinya mengintip seorang gadis dari celah kecil hijab pembatas itu.

Pria itu melihat seorang gadis memakai mukenah terusan berwarna putih. Wajahnya sangat ayu. Matanya yang indah membuat pria itu terus melihat ke arahnya. Bibir tipisnya mencium mushaf Al-Qur'an kecil berwarna pink yang sudah ada sobekan kecil di pinggirnya.

"Sedang apa ente?." Kaget seorang pria di belakang membuat pria yang tengah mengintip itu pun langsung terperanjat kaget.

"Astaghfirullah."

"Sedang apa ente Suf?." Tanya Haris pada Yusuf yang terus melafalkan kalimat istighfar. Tak lupa tangannya mengusap dada berkali-kali.

"Ente kenapa ngagetin ane si Ris." Kesal Yusuf. Tak lupa sorot matanya menatap tajam ke arah sahabat baiknya yang berasal dari negara yang sama.

Diary Naifa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang