13.

109 10 0
                                    

Harvey dan Michelle berada dimobil yang berbeda dengan para bawahan ayah mereka, Michelle sedari tadi sibuk memakan coklat yang diberikan oleh Harvey sembari memainkan ponselnya.

"jadi kapan lo mau dipublish??" Tanya Harvey tiba tiba, Michelle menoleh.

"ngga abang, ngga ayah, ngga bunda, setiap hari nanya itu terus deh" Michelle menghela nafas.

"ya harus gue tanya lah, chie karna ini buat kebaikan lo juga kalau ada sesuatu yang terjadi sama lo, kalau mereka tau lo anak keluarga Hattala udah pasti keamanan lo bakal terjaga, orang orang juga ngga akan berani macem macem" jelas Harvey.

"abang lupa? Michie waktu sd tetep dibully meski mereka tau kalau Michie anak keluarga Hattala, Michie juga sampai harus pergi ke psikiater karna itu, abang lupa??" Michelle menatap Harvey datar, tetapi suaranya agak meninggi.

Harvey diam, ia kira adiknya sudah melupakan kejadian itu, dulu pun Harvey tak terima adiknya dibully sampai harus dibawa ke psikiater, kalau Harvey ada disana sudah dipastikan mereka akan mengalami hal yang lebih buruk karna sudah melukai adiknya.

"Maaf" ucap Harvey ada sembari menghela nafas.

Michelle kembali menghadap ke depan, dan kembali memainkan ponselnya.

"besok lo udah bisa mulai sekolah" Harvey menoleh sekilas pada Michelle.

Michelle tiba tiba menghentikan kegiatannya, kembali menoleh menatap Harvey.

"kak nathan.. masih sekolah disana?" tanya Michelle tiba tiba.

"Ngapain tiba tiba nanyain Nathan? Bentar, jangan bilang lo masih naksir sama dia?" Harvey mengerutkan keningnya.

Michelle hanya tersenyum sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"chie, gue udah bilang jangan suka sama Nathan, dia udah punya orang yang dia suka dan gue ngga mau lo sakit hati nanti nya" Harvey menghela nafas, melirik sekilas pada adiknya.

"Michie juga tau, tapi apa boleh buat? selama bertahun tahun Michie di luar negeri bukannya lupa Michie malah semakin suka sama kak Nathan" balas Michelle.

"yaudah, tapi jangan terlalu berharap sama perasaan lo itu, gue bilang begini karna gue tau seberapa besar rasa cinta Nathan ke Melody" ucap Harvey.

"Iya ngerti" Michelle memanyunkan bibirnya lalu kembali melanjutkan aktivitasnya.

"Kamu mau resign? Apa alasannya?" Tanya Melvin pada Kalila.

"Saya tidak mau terus merepotkan keluarga kalian, saya juga sudah dapat pekerjaan, cukup untuk membayar uang sekolah dan membiayai kehidupan saya sehari hari" ucap Kalila.

"Keluarga saya sama sekali tidak merasa keberatan, tapi jika keputusan kamu sudah bulat, saya tidak bisa menahan kamu" balas Malvin menghela nafas.

"Terimakasih banyak tuan!" Kalila membungkuk sopan sembari tersenyum.

"Tapi, biaya sekolah kamu akan tetap ditanggung oleh keluarga Sebasta dan kamu tidak boleh menolak" ujar Malvin, mata Kalila membulat.

Ia sebenarnya tidak setuju karna ia tidak mau merepotkan keluarga ini lagi, tapi ia takut jika menolak Malvin akan berubah pikiran, jadi ia terpaksa harus menerima.

"baik tuan, terimakasih kalau begitu saya pamit" balas Kalila.

"sebentar, ini gaji kamu" Malvin memberikan amplop coklat pada Kalila.

Kalila menerimanya, ia membuka amplop itu dan melihat ada banyak sekali uang disana.

"tuan, bukannya ini terlalu banyak? saya bahkan bekerja tidak sampai sebulan" ucap Kalila menatap Malvin.

Us and DifferencesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang