33. Siapa dia?

1.2K 58 0
                                    


Waktu yang panjang telah dilewati oleh Kanaya di langit Jakarta Timur ini. Berbagai pengalaman baru telah ia dapatkan saat tinggal bersama keluarganya. Lingkungan pekerjaan Naya juga patut disyukuri, karena ia begitu nyaman dengan pekerjaan serta rekan - rekanya.

Sore hari adalah penanda waktu dimana banyak orang yang bekerja harus menyelesaikan tugasnya dan beranjak pulang. Tidak semua pekerja pulang di sore hari. Tapi Kanaya sudah beranjak dari kantornya menuju parkiran, ia masuk ke dalam motor maticnya.

Sebenarnya Ayah Naya telah memberikan mobil kepada Naya agar lebih memudahkan sang putri dalam hal transportasi, agar Naya lebih nyaman. Sang Ayah ingin yang terbaik untuk anaknya.

Tapi Naya menolak, karena ia lebih menyukai apabila ia menggunakan motor. Apalagi jalanan Jakarta kan memang macet, jika pakai mobil ia tidak bisa menyalip. Jika pakai motor kan Naya bisa mengambil kesempatan di celah celah kendaraan beroda empat itu.

Tin.

"Mari, Pak." Ucap Naya berpamitan kepada dua orang satpam yang berdiri di dekat posnya.

"Hati - hati mbak Kanaya."

"Siap Pak!"

Naya melajukan motornya dengan kecepatan sedang, karena Naya akan melewati trabasan/ jalan tikus. Ia sudah mengetahui beberapa jalan tikus menuju ke rumahnya. Jadi dia tak begitu khawatir saat melewati jalan utama yang memang di jam seperti ini akan macet.

"Lho, kok mati?" Ucap Naya sedikit panik.

Tapi, kejadian ke depan memang tidak terduga. Motor Naya mati di tengah jalan, untung saja jalanan tidak terlalu ramai sehingga Naya menepikan motornya. Ada seseorang yang bilang kalau motor perempuan tidak mati mesin itu artinya baik baik saja yang penting bensin juga full para perempuan itu akan tenang. Nyatanya?

"Ini bensinya masih banyak, tapi kok mati ya?" Naya kebingungan, ia melihat ke sekitar tidak ada bengkel. Naya melihat ada beberapa orang yang lewat pun bertanya.

"Maaf, Pak saya mau tanya disekitar sini bengkel yang dekat dimana ya?"

"Waduh Mbak, agak jauh sih dekat pertigaan depan belok kiri dari situ mungkin sekitar 500m mbak."

"Oh, baik terima kasih ya Pak."

"Sama sama mbak."

Naya menghembuskan nafas panjang. Pertigaan di depan cukup jauh bila ditempuh dengan jalan kaki bonus mendorong motor. Tapi mau bagaimana lagi kan? Hp Naya pun kehabisan pulsa dan kuota. Naya si pengandal Wifi.

"Oke lah, mungkin sekalian olahraga sore." Kata Naya pasrah.

Naya mendorong motornya, banyak pasang mata yang memperhatikanya bahkan saat ia berpapasan dengan beberapa orang yang lewat pun turut digoda. Bukan digoda yang 'gimana' hanya saja berupa godaan dari lisan atau catcalling. Tetap saja itu membuat Naya kesal dan tidak nyaman.

"Neng mau abang bantuin gak?"

"Aduh cantik cantik begini kok dorong motor sih?"

"Kiw, cantik."

Seperti ini contohnya. Untung saja mereka tak bertindak lebih jauh. Sekedar berucap saat melewatinya. Kalau mereka sampai berani, siap siap saja di geprek Ayah!

Di jalan tiba tiba terdapat seorang tentara yang menghentikan motor di depan tak jauh dari Naya. Perempuan itupun lantas mengernyitkan dahi yang berkeringat itu bingung. Siapa dia? Kailash pun pasti bukan. Tentara itu menggunakan masker warna hitam, seragam atasnya ditutupi menggunakan jaket hitam.

"Assalamualaikum, Kanaya kan?" Suara beratnya itu terdengar sopan di telinga Naya disamping berisiknya jalanan disebelahnya.

"Waalaikumussalam, iya. Maaf bapak siapa ya?" Tanya Naya kebingungan.

Dapatkah Kita Bersatu ? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang