(Ghost series #5)
Mendaftar ke sekolah baru sepertinya bukan pilihan yang tepat. Masa SMA-nya yang hanya tinggal sisa setahun menjadi berantakan akibat kegilaan di luar nalar sekolah elite itu. Namun, apalah daya Falea Binara, seorang anak tunggal y...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mata laki-laki berjaket hitam itu tidak berpindah sedikit pun ketika punggung gadis cantik bernama Falea itu semakin kecil terlihat dalam pandangannya sebelum akhirnya menghilang di tikungan jalan.
Arash memfokuskan dirinya kembali. Leher-lehernya yang tegang ia regangkan dengan cara menggerakkannya ke kanan dan ke kiri. Arash sudah sangat siap sekarang.
Tak lama, terdengar suara motor mendekat. Seperti dugaan Arash, orang yang sedari tadi mengikutinya kini mendatanginya dengan baju serba hitam dan masker yang menutup sebagian wajahnya, hanya mata saja yang dapat Arash lihat kini.
Arash tersenyum miring. Dengan gerakan santai Arash menggerakkan tangannya, mengisyaratkan orang itu untuk mengikutinya. Arash berlari ke arah gang yang lebih sepi, di sana bahkan tidak ada rumah yang menyala lampunya.
"Lain kali datangin gue waktu gue sendiri," Arash peregangan lagi. Namun, tak lama Arash teringat sesuatu. "Oh... lo datangin gue di ruang ganti itu, ya? Tapi gagal?" Arash tertawa remeh.
Tanpa aba-aba orang itu langsung menyerang Arash dengan sebuah pukulan, namun Arash berhasil menghindar, hal itu semakin membuatnya tertantang.
"Padahal gue mau ngajak ngomong baik-baik loh, gue butuh denger alasan lo teror sekolah sebegitunya. Kalau alasan lo sama dengan visi gue, kita bisa jadi sekutu."
Orang itu kembali mencoba memukul Arash, lagi-lagi pukulan itu lolos dan hanya meninju angin.
"Amatiran gini berani nyerang orang," Arash memasang kuda-kuda. "Kalau itu mau lo, maju sini!"
Aksi pertengkaran pun terjadi. Arash beberapa kali dapat mengenai memukul orang itu dan dua kali Arash pun terkena pukul di bagian wajah dan ujung bibirnya hingga berdarah.
Arash tersenyum sinis. "Lo udah tua rupanya? Gue kira lo masih anak SMA." Ucap Arash sesaat setelah ia berhasil menjatuhkan topi yang dipakai orang misterius itu hingga kini rambut yang terdapat beberapa uban terlihat oleh padangan Arash.
Orang itu mengeluarkan pisau kater yang ada di saku celananya dan bersiap untuk di arahkan pada Arash.
"Wow. Gak ada senjata tajam yang lebih bagus gitu?" Arash terus menguji kesabaran lawannya dengan kata-kata yang terbukti berhasil membuat orang itu kesal. "Kakek, mending pulang sekarang terus tidur, buat apa main-main pisau kater begini."
Hujan tiba-tiba turun. Alhasil, jalanan basah dan penglihatan sedikit kabur karena air yang masuk ke area mata. Arash tidak ingin membuang waktu lagi, ini harus segera diselesaikan dan ia harus kembali pada Falea yang bisa saja sedang menangis sekarang. Karena Arash sudah berjanji akan kembali lagi.
Arash maju hendak menjatuhkan pisau itu ke tanah, namun sebelum itu orang itu melawan dan berhasil bebas. Orang itu lalu bergerak secepat kilat dan berhasil mendorong tubuh Arash hingga membentur kayu-kayu bekas di belakangnya. Pria misterius itu menahan tubuh Arash hingga sulit bergerak, pisau kater yang ia pegang kini tepat berada di dekat leher Arash.