“Falea tunggu!”
Mendengar namanya dipanggil, Falea menghentikan langkah dan membalikkan badan. Oliv berpenampilan acak-acakan juga kotor memberi jarak sekitar tiga langkah dengan Falea.
“Kenapa?” Falea menatap Oliv dari kepala hingga kaki, Oliv jauh dari kata baik-baik saja.
“Makasih,” Oliv menundukkan kepalanya sambil memainkan ujung kukunya gelisah. “Dan... maaf.”
“It’s okay,”
“Luka lo...” Oliv menunjuk luka Falea.
Ah, Falea baru ingat dengan luka yang ada di keningnya. Setelah sadar begini Falea baru merasakan ada yang berdenyut nyeri.
“Mau gue temenin ke UKS?” tawar Oliv.
“Enggak usah. Lo mending ganti baju aja. Di loker ada baju ganti, kan?” Oliv mengangguk pelan. “Bagus kalau gitu.”
Setelah mengatakan hal itu, Falea melangkahkan kaki menuju UKS untuk mengobati lukanya. Letak UKS berada di lantai satu dekat dengan pusat olahraga. Begitu sampai, hanya ada satu dokter. Dokter perempuan itu terlihat buru-buru mengambil beberapa obat dan alat medis lainnya lalu dimasukkan ke dalam tas.
“Dok, saya...”
Dokter itu cepat memotong, sambil terus sibuk dengan obat-obatannya. “Kamu kenapa?”
Falea menyingkap poninya, menunjukkan luka. “Saya ada luka di kening, dok.”
“Coba saya lihat,” Dokter memeriksa kening Falea, kemudian mengangguk. “Lukanya tidak terlalu dalam. Saya sedang buru-buru karena di lapangan ada beberapa anak yang muntah darah dan harus segera dibawa ke rumah sakit. Kamu bisa mengobati luka kamu sendiri?” Falea mengangguk. “Bagus. Bersihkan dulu luka kamu dengan ini, lalu beri salep antibiotik ini, ya. Setelah itu kamu tutup luka kamu dengan plester.” Ucapnya sambil memperlihatkan beberapa kebutuhan untuk mengobati luka.
“Baik, dok.”
Kini hanya Falea sendirian di dalam UKS. Falea mulai membersihkan lukanya perlahan. Beberapa kali gadis itu meringis kesakitan saat rasa perih menyerang, kemudian ia mengoleskan betadine sebelum akhirnya menutup lukanya. “Belva sialan.” Rutuknya kesal.
Kepala Falea sedikit pusing. Sedikit banyak ujung buku yang mengenai keningnya cukup memberi pengaruh. Falea berjalan ke tempat tidur, namun gerakkannya terhenti saat menemukan noda kotor di selimut. Ia termasuk orang yang selalu menjaga kebersihan, noda sedikit saja pasti akan mengganggunya. Karena itu, Falea berinisiatif mengambil selimut baru di dalam lemari.
“Kenapa harus tinggi banget taronya sih,” Falea kembali merutuk. Ditariknya kursi terdekat untuk dijadikan pijakan. Sial, lemari ini terlalu tinggi bahkan saat Falea sudah menginjak kursi.
“Ngapain?”
Falea melirik sekilas orang yang baru saja masuk itu. Ternyata itu Arash. “Ngambil selimut baru.” Balasnya sambil terus berjinjit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Now, It's Your Turn! [ON GOING]
Novela Juvenil(Ghost series #5) Mendaftar ke sekolah baru sepertinya bukan pilihan yang tepat. Masa SMA-nya yang hanya tinggal sisa setahun menjadi berantakan akibat kegilaan di luar nalar sekolah elite itu. Namun, apalah daya Falea Binara, seorang anak tunggal y...