Kompetisi besar di SMA Permata Buana akan dilaksanakan mulai besok hingga seminggu kedepan. Sebelumnya, technical meeting sudah dilaksanakan beberapa hari lalu. Dan anehnya, tidak ada kejadian apapun setelah kejadian ancaman malam itu pada Arash.
Tentu saja hal ini tidak membuat Arash lega sedikit pun, orang itu bisa saja merencanakan hal besar lain diluar dugaan Arash.
Arash menaruh pulpennya di atas buku, menghela napas panjang, lalu menatap pemandangan di luar jendela kelas.
Tidak ada kelas untuk hari ini hingga seminggu kedepan karena pelaksanaan lomba yang berskala besar yang akan diadakan di sekolah. Alhasil, kini kelas sangat kosong karena sebagian dari anggota kelas ini merupakan anggota osis yang membantu pelaksanaan acara, sisanya mungkin berada di kantin dan tempat lain. Namun, tidak dengan Arash dan gadis di sebelahnya yang lebih memilih membuka buku dan tetap belajar di tengah gempuran jam kosong.
Arash menatap Falea yang kini sedang tertidur dengan posisi kepala yang menghadap Arash. Arash tidak tahu sejak kapan kepalanya menghadap Arash, yang Arash tahu, Falea mulai menenggelamkan kepalanya di meja 20 menit lalu.
Dalam beberapa saat Arash terdiam dalam posisinya, menatap Falea. Arash tidak tahu mengapa ia melakukan hal ini, Arash... hanya ingin melakukannya saja.
Arash menempelkan tangan di meja dengan pandangan yang masih pada Falea. Beberapa saat kemudian Arash menopang sebelah sisi wajahnya, miring. Gadis yang sedang lelap tertidur di atas meja itu sama sekali tidak terusik ataupun sadar dengan kejadian saat ini.
"Apa yang dia dimimpikan sampai tidur selelap ini?" Arash bertanya dalam hati. Sudut bibirnya terangkat sedikit.
Sekelibat ingatan beberapa hari lalu kembali terlintas diingatan Arash--kejadian di mana Arash sedang mengantar Falea pulang setelah kejadian ancaman malam itu.
"Gue mau tanya," Arash berdeham pelan sebelum melanjutkan.
"Tanya apa?" jawab Falea sedikit memajukan tubuhnya agar dapat mendengar suara Arash lebih jelas di tengah suara angin.
"Kenapa lo meluk gue tadi?"
Ada jeda untuk Falea menjawab hal itu, namun jawaban dari Falea lagi-lagi berhasil membuat jantungnya berdebar.
"Apa lagi? Ya, gue khawatir lah!" Falea berdecak pelan. Sepertinya gadis itu tidak menyadari jika omongannya barusan berhasil membuat jantung seseorang berdebar kencang.
Di balik helm full face-nya Arash tersenyum manis.
"Lo pasti sering ya buat orang lain khawatir begini? Orang tua lo pasti sering 'kan, rasain kayak begini?" Falea bertanya dengan nada kesal.
"Enggak lagi. Akhirnya setelah sekian lama gue rasain lagi rasanya dikhawatirin orang lain." Balas Arash yang berhasil membuat Falea terdiam.
"Makasih," ujar Arash.
KAMU SEDANG MEMBACA
Now, It's Your Turn! [ON GOING]
Teen Fiction(Ghost series #5) Mendaftar ke sekolah baru sepertinya bukan pilihan yang tepat. Masa SMA-nya yang hanya tinggal sisa setahun menjadi berantakan akibat kegilaan di luar nalar sekolah elite itu. Namun, apalah daya Falea Binara, seorang anak tunggal y...