Sarah sibuk memilih barang-barang di rak dapur supermarket. Ia dengan hati-hati memeriksa daftar belanjaannya, memastikan tidak ada yang terlewat. Setelah selesai, ia beralih ke rak buah-buahan, bagian favoritnya. Sarah memang pecinta buah, terutama sejak memutuskan menjalani gaya hidup sehat empat tahun terakhir.
Namun, kesibukan memilih buah terganggu oleh suara yang sangat dikenalnya. Sarah mengabaikannya, memilih untuk tetap fokus. Tetapi saat tak sengaja menoleh, matanya bertemu dengan Zainal, yang sedang berjalan bergandengan tangan dengan Tania. Sarah cepat-cepat mengalihkan pandangan, sementara Zainal tetap menatapnya lekat.
"Mas, kamu kenal?" tanya Tania, melihat tatapan Zainal yang tidak biasa.
Zainal menggeleng pelan, meski matanya masih tertuju pada Sarah.
Sarah berpura-pura tak peduli, tapi hatinya tak bisa membohongi. Ada rasa sakit yang tiba-tiba menyeruak.
"Jadi, semua yang dia ucapkan kemarin hanya omong kosong," pikir Sarah getir.
Dengan perasaan campur aduk, Sarah berusaha menenangkan diri di balik rak-rak tinggi. Ia memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam untuk mengusir sesak di dadanya. Setelah merasa lebih baik, ia mendorong troli untuk melanjutkan belanja. Namun, langkahnya terhenti ketika seseorang menghalangi jalannya.
"Sarah," suara Zainal terdengar lembut, membuat Sarah mendongak.
Mata teduh itu kembali menatapnya, dan Sarah hanya mampu melihat sekilas sebelum mengalihkan pandangan.
Zainal memastikan tak ada orang di sekitar mereka. Ia mengeluarkan beberapa lembar uang dan sebuah kartu debit, lalu menyodorkannya kepada Sarah.
"Pin-nya tanggal pernikahan kita," ucap Zainal pelan.
"Pergi!" tegas Sarah tanpa melihat ke arahnya. Ia menolak pemberian itu mentah-mentah.
Zainal tetap berdiri di tempat, menghalangi troli Sarah. Namun, suara Tania memecah ketegangan.
"Mas?"
Zainal dengan cepat menjauh, tapi sebelum itu ia memasukkan uang dan kartu debit ke dalam troli Sarah.
"Mas, kamu di sini," sapa Tania, mendekat dengan senyum hangat.
Sarah berlalu tanpa melihat ke belakang, meski percakapan mereka masih terdengar samar di telinganya.
Sampai di kasir, Sarah membayar belanjaannya dengan kartu debit miliknya sendiri, mengabaikan uang dan kartu pemberian Zainal. Dari belakang, Zainal menatapnya dengan ekspresi kesal. Egonya terluka melihat Sarah menolak bantuannya begitu saja.
Ketika Sarah selesai dan keluar dari antrean, Zainal menyusulnya ke parkiran.
"Sarah," panggilnya, mengambil alih barang belanjaan dari tangan Sarah.
"Zainal! Jangan macam-macam, nanti cewek lu lihat," Sarah mendesis, geram.
"Lu pulang pake apa?" Zainal bertanya, mengabaikan kemarahan Sarah.
"Bukan urusan lu," balas Sarah tajam, merebut kembali barang-barangnya dan berjalan menjauh.
Namun, Zainal terus mengikutinya hingga ke parkiran.
"Gue anter pulang," ucapnya, suaranya penuh tekad.
"Jangan aneh-aneh. Pacar lu mau ditinggal?" Sarah tak mau kalah, nada bicaranya meninggi.
Zainal tampak bingung, wajahnya menunjukkan rasa frustrasi. Namun, sebelum ia bisa mengatakan apa-apa lagi, sebuah mobil berhenti di dekat mereka. Ternyata Bagas, yang mengantar Sarah belanja.
"Loh, Zainal?" sapa Bagas santai, turun dari mobil.
Zainal tampak terkejut, mencoba menutupi emosinya.
"Tadi gue ketemu Zainal di dalam. Pas dia tau gue antar belanjaan Sarah, dia nyusul buat bantuin," Sarah menjelaskan, meski Zainal tahu itu hanya alasan untuk menutupi situasi mereka.
"Oh, gitu. Bro, nanti malam ada jadwal futsal, kan?" ujar Bagas, menepuk punggung Zainal dengan akrab.
Zainal mengangguk kecil, senyum dipaksakan muncul di wajahnya.
Bagas membantu Sarah memasukkan belanjaan ke bagasi, sementara Zainal hanya bisa mengepalkan tangan, menahan emosi.
"Jaga baik-baik cewek hasil taruhan lu itu," kata Bagas sebelum kembali ke mobil.
Kata-kata itu membuat Sarah bingung. Cewek hasil taruhan? Apa maksudnya?
Sebelum masuk ke mobil, Sarah menoleh ke arah Zainal. Tatapan pria itu penuh amarah, meski ia berusaha menyembunyikannya.
"Salah Gue mengkhawatirkan lu, ternyata ada pahlawan lain". Zainal Membatin
Begitu mobil Bagas melaju pergi, Zainal menendang ban mobil terdekat dengan keras, membuat alarm berbunyi nyaring. Amarahnya meledak, menciptakan kekacauan kecil di parkiran yang sepi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lembar buku pernikahan
Roman pour AdolescentsPernikahan Zainal dan Sarah bukanlah hasil dari cinta, melainkan perjodohan. Zainal, pria dingin dan pendiam, telah lama menjalin hubungan dengan Tania, wanita yang tidak mengetahui keberadaan Sarah dalam hidup Zainal. Sementara itu, Sarah, yang tah...