1K nya dulu baru fast update! ·˚ ༘₊· ͟͟͞͞꒰➳
________________________________Meskipun kamar rumah sakit yang besar dengan fasilitas lengkap dengan suasana seperti kamar hotel, tidak berhasil membuat Delacey merasa nyaman. Delacey tidak suka tidur dengan selang infus di tangan, apalagi dengan seragam pasien yang terasa konyol terpasang di tubuhnya. Ia sangat ingin keluar dari tempat itu.
"I wanna go back home."
"No." Adalah jawaban dari Jeaven yang tidak tidur semalaman, demi menjaga tuan puterinya yang mengalami peristiwa tidak menyenangkan.
Lelaki itu masih dikuasai rasa bersalah dan penuh penyesalan, setidaknya laki-laki itu harus menebusnya dengan tidak berkedip sedikit pun untuk mengawasi perempuan yang berada di bawah perlindungannya. Jeaven hanya tidak ingin seseorang mencoba melukai perempuan itu lagi.Perempuannya.
"Gwue mwau pulang!" rengek Delacey dengan mulut penuh makanan.
"Iya. Lo bakalan pulang," sahut Jeaven yang sejak lima menit lalu sibuk menyuapi Delacey dengan bubur ayam lezat yang dibeli dari restoran, bukan buatan rumah sakit. "Tapi setelah lo merasa jauh lebih baik. For today, istirahat di sini saja. I'll take care of you for twenty four hours."
Delacey memutar kelereng matanya sambil menolak membuka mulut untuk menerima suapan terakhir. "I'm totally okay, Jeaven. Justru kalau gue tetap di sini, gue bakal gila. I don't like this fucking place. Bawa gue pulang. Now."Jeaven mendesah tipis sembari meletakan mangkok bekas bubur tadi ke atas nakas, menatap Delacey ragu. "You sure?"
"Yeah..." Delacey mengangguk lalu turut menatap Jeaven lekat. "Lo... beneran udah gak bilang ke Papi 'kan? Tentang kejadian kemarin ataupun gue ada di rumah sakit. Jeaven?" Jeaven terdiam. "Lo bilang?!" Intonasi Delacey tiba-tiba meninggi.
"No. I'm not. Relax," sahut Jeaven tenang. "Memangnya kenapa? Why can't I tell your dad about your condition? Actually, gue mau lapor karena sebenarnya ini juga salah gue."
"You don't need to tell my dad," respons Delacey dengan nada pelan. "Walaupun gue tau, kerjaan dia jauh lebih penting daripada gue, tetap aja gue gak mau papi tau. Dan gue juga gak mau lo disalahin dan dibilang gak becus because you don't."
"Your dad cares about you, Delly," ujar Jeaven. "He always calls me and asks about you."
"Liar."
"No, Delly. Apa lo udah baca surat yang pernah—"
"Stop talking about my dad," potong Delacey. "Dan tolong bilang ke dokter atau siapapun itu, kalau gue mau pulang dan keluar dari sini sekarang. Because I wanna..." Delacey terdiam sembari menelan salivanya, raut wajah juteknya berubah menjadi sedih.
"What do you want?" Jeaven menatap Delacey semakin intens. "Tell me."
"I wanna meet... my sister."
༄𝄡𝄢𓆩ᥫ᭡𓆪𝄡𝄢༄
Kali ini, Jeaven tidak melarang keinginan Delacey untuk keluar dari rumah sakit. Sehingga lelaki itu sudah berada dalam mobil, mengemudi untuk gadis cantik mengenakan dress indah biru muda—yang dibawa kemarin oleh salah seorang pelayan ke rumah sakit—di tubuhnya dengan buket bunga mawar putih besar di tangan.
Sama sekali tidak ada percakapan yang keluar di antara mereka selama perjalanan. Jeaven yang sesekali melirik ke Delacey, menyadari jika cewek itu tampak tegang dan gelisah. Seperti seseorang yang akan menghadapi suatu persidangan atau semacamnya.
Tatapan Jeaven lurus ke arah jalan, tapi satu tangan yang tidak memegang setir kini menyentuh tangan Delacey, mengusapnya lembut seolah berkata bahwa semua akan baik-baik saja, tidak apa-apa.
Delacey menatap ke arah lelaki dengan kaos hitam yang memegang tangannya. Tidak menolak, justru Delacey merasa nyaman dengan sentuhan yang cukup menenangkannya. Jujur saja, jantungnya berdebar sangat cepat karena perlakuan Jeaven.
Lantas, Delacey melirik tangan Jeaven yang terus mengelus tangannya. Tanpa sadar hal itu menciptakan senyuman samar di bibirnya.
Tidak lama setelahnya mobil hitam itu akhirnya sampai di tempat yang sudah lama sekali tidak Delacey kunjungi. Lahan hijau luas penuh pepohonan besar asri dan gundukan tanah seragam yang ditata rapi, sebagian penuh dengan bunga-bunga segar ditaburkan.
Delacey keluar dari kendaraan, ditemani Jeaven yang setia berjalan berdampingan dengan perempuan yang melangkah pelan. Sebenarnya Jeaven menyadari jika sekarang Delacey tengah rapuh tetapi cewek itu tetap menegakkan tubuhnya, berekspresi datar seolah-olah tegar. Padahal jauh di dalam lubuk hatinya berkata lain.
Langkah Delacey berhenti ketika mereka berdiri di depan salah satu gundukan tanah. Delacey terdiam selama beberapa momen, menelan saliva berkali-kali, sebelum ia membungkuk dan meletakkan buket bunga mawar putih tersebut tepat di depan nisan yang mengukir nama indah.
Gisella Bellanca Garciano.
"Hai... kak...." sapanya canggung.
Lama sekali ia tidak berkunjung ke pemakaman kakaknya.
Bukan karena Delacey tidak peduli atau cuek, hanya saja ia terlalu mementingkan dirinya sendiri. Delacey hanya tidak suka mengenang peristiwa duka yang selalu menghancurkannya. Setiap kali teringat dan setiap kali ia mendatangi tempat ini, rasa sakit kala itu, bisa ia rasakan detik itu juga.
"Maaf... gue baru sempat berkunjung lagi," ujarnya parau sembari berjongkok secara perlahan di sebelah pemakaman tersebut. Tangannya gemetaran tatkala memegang batu nisan di depan mata.
Sejenak, Jeaven menatap Delacey sebelum turut berjongkok di sebelah cewek yang sekarang memandang pemakaman itu dengan pilu.
"Gak lama setelah perceraian orang tua gue yang bikin hidup gue cukup berantakan... kakak gue meninggal dan bikin hidup gue semakin kacau," tutur Delacey dengan nada yang berat.
Jeaven tidak bersuara tetapi tatapannya sama sekali tidak lepas memandang Delacey.
Mata Delacey berkaca-kaca, berubah merah. Tidak sanggup menahan, bulir-bulir air hangat akhirnya menetes jatuh membasahi wajah. Jeaven dengan siap siaga merangkul bahu Delacey, mengelus lengan perempuan itu seolah-olah memberikan kekuatan.
![](https://img.wattpad.com/cover/331818328-288-k688126.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DELACEY & HER GUARDIAN
Romansa❝ Kalau lo butuh bantuan, I'll help you. ❞ ❝ So, can you help me? ❞ Delacey menyeringai. ❝ My lips wanna taste yours. ❞ Jeaven mendekatkan wajah, mempertemukan bibir Delacey dengan miliknya. ❝ As you wish, My Lady. ❞ ••• Seolah tertelan semesta be...