32. Kejutan Untuk Gio

89 1 0
                                    

Dua hari berlalu, Alana sudah diperbolehkan pulang oleh dokter sementara Gio masih perlu melakukan perawatan lebih lanjut. Alana mampir ke kamar Gio terlebih dahulu sebelum akhirnya pulang. Selama di rumah Alana tak bisa tenang sama sekali, dia memutuskan untuk mengerjakan sesuatu untuk mengisi waktu luangnya. Alana membuat kue yang niatnya akan dia bawa ke rumah sakit untuk Gio.

Hari ini merupakan mensive hubungannya dengan Gio yang ke satu bulan, begitu bahagia jika Alana mengingat bagaimana awal mula kedekatannya dengan Gio sampai mereka bisa bersama-sama sampai sekarang ini. Alana membuat sebuah kue bolu cokelat, sore ini setelah kue buatannya matang Alana berniat pergi ke mall bersama Rachel untuk mencari hadiah, nanti akan Alana berikan di rumah sakit nanti kepada Gio.

Aroma kue buatan Alana sangat wangi, Alana membuka oven kemudian mengangkat kue buatannya, membiarkan hingga dingin terlebih dahulu. Di atasnya Alana lengkapi dengan hiasan berupa krim vanila, buah-buahan, dan cookies cokelat. Alana memasukkannya ke dalam kotak makan dengan kondisi kue tersebut masih utuh. Bentuknya tidak terlalu besar sehingga cukup dalam kotak makan yang akan dibawanya nanti.

“Mami, aku mau keluar dulu nanti boleh ga? Aku sama Rachel kok.” Alana menghampiri Angel yang sedang memasak di dapur.

“Jam berapa sayang? Jangan lama-lama ya soalnya kamu masih harus istirahat,” pesan Angel.

Alana memeluk Sang Mami erat, “Ga lama kok mi, paling jam delapan aku udah di rumah lagi. Boleh ya mi? Lagian kondisi aku ga parah banget, aku kuat mi,” jawabnya begitu meyakinkan Angel.

“Tapi makan dulu ya sebelum pergi? Kalo ga makan dulu ga akan mami kasih ijin!” perintah Angel.

Sesuai perintah Angel, setelah siap dengan pakaian rapinya Alana makan terlebih dahulu. Menu yang Angel buatkan hari ini adalah sayur bayam dengan ikan mas balado. Selera makan Alana meningkat melihat masakan Angel yang begitu menggiurkan. Dua puluh menit kemudian, akhirnya piring yang tadinya berisi nasi serta lauk pauk sudah habis dimakan Alana. Selang satu menit, terdengar suara Rachel memanggil Alana.

Wajah Alana sejak tadi terpancar kebahagiaan, tak henti-hentinya dia menceritakan tentang Gio kepada Rachel bahkan sebenarnya sampai Rachel bosan, tetapi gadis itu tak mengatakannya. Dia menghargai Alana sebagai teman, sebisa mungkin respon yang diberikan Rachel merupakan respon baik, membuat Alana semakin excited menceritakan tentang Gio. Ketika sedang berjalan beriringan,  Alana tertarik pada sebuah toko baju.

“Chel, kira-kira kado yang cocok buat mensive gue sama Gio kalo baju gue beliin buat Gio bagus ga?” Alana mengangkat sebelah alisnya. “Gue suka liat kemeja item itu, kayanya Gio bakal ganteng banget pake kemeja itu,” ungkapnya.

Rachel mengacungkan kedua jempolnya. “Bagus kok Lan, apapun pilihan lo pasti bagus. Mau gue temenin ke sana?”

“Boleh ayo!” ajak Alana dengan sangat bersemangat.

“Lo sayang banget ya sama Gio, Lan? Beruntung banget Gio punya pacar kayak lo, andai gue dulu juga kayak lo ke cowok gue mungkin ga akan pisah terus nyesel gini jadinya. Gue cuma bisa berharap si Lan sekarang semoga ada kesempatan buat gue memperbaiki sifat dulu sama mantan gue,” tutur Rachel.

Perkataan Rachel membuat hati Alana tersentuh, “Jangan sedih ya, Chel. Ga harus ke mantan lo kok, ke orang baru yang nanti jadi pacar lo bisa kok lo pake cara gue ini. Gue yakin suatu hari nanti bakal ada lelaki yang beruntung banget bisa jadi pacar lo, semangat ya!” nasihatnya.

***

“Masih ada yang mau dibeli ga, Lan? Kalo engga biar kita pulang aja,” tanya Rachel.

“Udah deh pulang aja cukup juga segini.” Setelah memeriksa barang belanjaannya, Alana mengangguk.

Mereka pulang tidak bersama lagi seperti saat pergi, Rachel mengatakan ada urusan yang harus diselesaikan sehingga Alana pulang menggunakan taksi online yang sudah dipesannya. Entah hanya perasaan Alana saja atau bukan, tapi Alana merasa supir taksi yang ditumpanginya begitu mencurigakan. Jalan yang dilewatinya bukan jalanan menuju kediaman Alana, supir taksi itu juga menggunakan topi sehingga wajahnya tertutup.

Perasaan Alana sudah kacau, dia berjaga untuk segera melompat dari taksi jika Sang Supir berbuat yang tidak-tidak kepadanya. Sial, mobil sudah dikunci oleh supir tersebut. Alana berusaha untuk tetap tenang selama supir taksi itu tak berbuat hal yang aneh kepadanya. Mobil berhenti secara mendadak membuat jantung Alana berdebar tak karuan, ternyata supir tersebut mengantar Alana hingga ke tempat tujuan dengan selamat.

“Silahkan turun kak,” ujar Sang Supir taksi.

Dari suaranya, Alana sepertinya mengenal siapa yang menjadi supir taksi tersebut. Perlahan Alana memajukan tubuhnya agar tangannya bisa menggapai topi yang dikenakan oleh pria supir taksi itu, kesempatan baik segera Alana manfaatkan. Pria tersebut sedang tidak fokus sehingga Alana dapat melepas topi yang dikenakannya. Alana kaget setelah mengetahui dengan jelas wajahnya, ternyata dia adalah Vino.

“Vino? Lo ngapain kayak gini? Mau ngerjain gue atau gimana?” tuduh Alana.

“Gue emang kerja sebagai driver selama ini, Lan. Ga ada niat buruk sama sekali, maaf kalo tadi gue bawa lo lewat jalan sepi karna gue pura-pura ga tahu aja di mana rumah lo,” jelas Vino.

Alana menundukkan kepalanya lalu menggelengkannya pelan, “Beneran ini? Terus kenapa harus pake cara so misterius kayak tadi? Yang ada buat gue takut tahu ga?” protesnya.

“Oke gue minta maaf kalo cara gue salah, tapi boleh ga kita keluar dulu? Gue mau ngomong sesuatu sama lo,” pinta Vino.

Tidak ada jawaban dari Alana, tapi gadis itu langsung keluar dari mobil tanpa menunggu perkataan Vino selanjutnya. Mereka mengobrol di pekarangan rumah Alana, kebetulan sekali Alana sampai di rumah sebelum pukul delapan malam sehingga ada sedikit waktu untuk dia berbicara dengan Vino. Kedengaran suara langkah kaki dari dalam rumah, tak lama kemudian tampillah sosok Angel dengan ekspresi wajah kaget menyaksikan Alana berdua bersama lelaki, tapi bukan Gio.

“Dia Vino mi, temen Gio. Apa deh mami,” ujar Alana seolah tahu akan maksud dari raut wajah Angel.

Mulut Angel membulat sebagai bentuk jawaban bahwa dia paham, lalu dia kembali masuk membiarkan Alana bersama Vino. Tapi diam-diam ternyata wanita itu memperhatikan apa yang dilakukan Anaknya dengan lelaki yang pertama kali dibawa ke rumah yang statusnya bukan pacar. Pembicaraan Alana, dan Vino juga samar-samar kedengaran oleh Angel. Dia kaget ternyata ada lelaki lain yang menyukai Alana, bagaimana bisa?

Sorry ya Vin, tapi lo juga tahu gue udah jadi pacar Gio. Jawabannya lo udah tahu ‘kan?” Alana menatap Vino lekat, sedangkan yang ditatap tak berani menatap balik.

Vino mengangguk pelan, “Iya Lan, gue cuma mau nyampein perasaan gue sama lo aja kok ga ngarep lebih juga, supaya lega aja perasaan gue. Karna gue tahu lo udah jadi pacar Gio, makanya ga usah terima gue. Setelah ini gue mau pindah ke luar kota, memulai kehidupan baru gue di sana. Gue titip Gio ya Lan? Jaga sahabat gue baik-baik,” paparnya diakhiri dengan titipan pesan.

“Kenapa harus pergi? Dengan cara itu justru lo buat Gio sedih tau ga?” komentar Alana. “Jangan kekanak-kanakan deh Vin,” omelnya.

“Ga bisa, intinya ya gitu. Maaf gue balik dulu soalnya udah malem, assalamualaikum,” pamit Vino.

Alana memandang kepergian Vino tanpa henti, sebenarnya kasihan sudah dia tolak Vino. Tapi Alana juga tak dapat memungkiri bahwa hatinya sudah sepenuhnya untuk Gio, dan mungkin hanya untuk Gio selamanya.

“Mami bangga sama kamu Lan, kesetiaan itu mahal. Terus setia sama Gio ya sayang,” puji Angel.

Kehadiran Angel membuat Alana kaget, dia kira sejak tadi Angel berada di kamarnya ternyata tidak.

Benar, jaman sekarang sedikir perempuan yang bisa memegang kesetiaan. Banyak perempuan yang memiliki dua kekasih dengan alasan bosan. Padahal seharusnya bosan bukan dijadikan sebagai alasan untuk mengakhiri sebuah hubungan. Mendapat pujian dari Angel membuat Alana semakin meyakinkan dirinya supaya tetap cukup dengan Gio saja apapun masalah yang menerpa hubungan mereka nanti.














Tbc

Posessive Boyfriend [E N D]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang