4. Putri Merah

367 13 0
                                    

Pembahasan mengenai nama group dance sudah selesai, kini Alana dan teman-teman mengikuti kegiatan belajar mengajar terlebih dahulu. Dua minggu lagi seluruh kelas dua belas akan melaksanakan Ujian Praktek, sehingga mereka harus benar-benar belajar agar bisa mendapat nilai yang memuaskan. Pagi ini pelajaran pertama adalah biologi, Alana sangat menyukai pelajaran tersebut dia mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dengan sungguh-sungguh.

Berbeda dengan teman-temannya yang justru terus memanggil namanya untuk meminta jawaban kepada Alana, sudah menjadi kebiasaan mereka sebab Alana yang paling pintar di antara mereka semua. Lima belas soal sudah Alana selesai kerjakan, dia memberikan bukunya kepada Kalista yang duduk di belakangnya untuk difoto dan disebar kepada teman-temannya yang lain. Setelah itu Alana dapat mengumpulkan bukunya kepada Bu Sri.

“Alana, ini buku kamu sudah selesai ibu periksa,” ucap Bu Sri.

Alana bangkit berdiri untuk segera mengambil bukunya. “Makasih banyak ibu, hehe.”

“Sayang sekali, salah satu. Seharusnya kamu mendapat nilai sempurna, tapi gapapa lebih giat belajar lagi ya masih ada waktu sampai ujian kelulusan nanti,” jelas Bu Sri.

“Aduh maaf ya bu, habisnya jawaban soal nomor sebelas tadi mengecoh banget. Aku janji kelulusan nanti pasti dapat nilai sempurna,” papar Alana.

Istirahat pertama akhirnya tiba, Alana menggerakkan tubuhnya yang terasa pegal akibat duduk di kelas selama empat jam pelajaran. Setelah pelajaran biologi, dilanjut dengan pelajaran PKN. Selama pelajaran PKN berlangsung Alana mengantuk, guru yang mengajarnya hanya bercerita tentang undang-undang saja, karena itu Alana lebih menyukai pelajaran biologi, fisika dan kimia daripada pelajaran seperti PKN, Bahasa Indonesia, dan sebagainya.

Alana datang ke kelas Gio untuk mengajak kekasihnya itu istirahat bersamanya, namun tampaknya seperti ada sesuatu yang disembunyikan Gio. Lelaki itu hanya menjawab pertanyaan yang dilontarkan Alana dengan jawaban singkat, sampai-sampai beberapa kali tidak menjawab dengan alasan sedang tidak fokus. Alana mengajak Gio untuk istirahat di kantin dan memilih tempat duduk yang berada di pojok untuk menghindari suara bising murid-murid lain.

“Kamu mau apa? Biar aku yang pesen, nasi goreng? Sosis bakar? Pokoknya makanan yang buat kamu semangat,” tawar Alana.

Tidak ada jawaban dari Gio, lelaki itu melamun.

“Gio!” Alana melambaikan tangannya tepat di hadapan wajah Gio.

“Eh? Kenapa Na?” tanya Gio ketika tersadar dari lamunannya.

Alana mengembuskan napasnya perlahan, “Kamu kenapa ay? Ada masalah? Cerita sama aku ay biar aku tahu apa yang ada di pikiran kamu,” tanyanya dengan wajah yang kelihatan khawatir.

“A-aku gapapa kok, oh iya aku mau baso tahu sama es teh aja satu Na,” jawab Gio sedikit terbata.

Untuk menghindari perdebatan, Alana hanya menganggukkan kepalanya saja seolah percaya dengan jawaban yang diberikan oleh Gio. Gadis itu memesan makanan untuk dirinya dan untuk Gio, lalu kembali menemui Gio yang sedang duduk menunggunya. Lagi dan lagi Gio melamun, entah apa isi pikiran lelaki itu seperti sedang banyak sekali masalah. Alana meraih punggung tangan Gio, kemudian mengusapnya dengan lembut.

“Kamu kenapa? Ga mau cerita sama aku ay?” tanya Alana.

Gio menundukkan kepalanya sebentar. “Ada yang taro cokelat di meja aku, hampir tiap hari sebenernya. Jangan marah ya, aku soalnya udah sebel banget. Nyampah soalnya, risih juga ngapain dia ngejar-ngejar aku padahal hampir satu sekolah juga udah tahu kita pacaran, aneh.”

“Udah ya ay? Jangan dipikirin, kamu kasih ke temen kamu aja itu cokelatnya, oke? Atau kamu buang gitu,” saran Alana.

“Tapi tetep aja, Na. Aku penasaran siapa orangnya, dia bilang julukannya putri merah,” jelas Gio.

“Siapapun itu, kamu ga boleh benci dia ya. Kamu bisa tolak dia baik-baik, jangan dipikirin lagi oke ay? Aku ga mau kamu bete, kita makan aja. Tuh baso tahu pesanan kamu udah datang,” bujuk Alana.

Gio mengembuskan napasnya kasar, “Huft, iya Na. Aku usahain biar ga bete. Makasih ya kamu selalu bersikap lembut gini sama aku, beruntung banget aku bisa milikkin kamu seutuhnya,” ungkapnya.

“Apalah kamu jangan buat aku salting, dosa tahu!” Alana memukul pelan lengan Gio.

JJJ

“Gue ga ikut belajar bareng, sorry. Soalnya ada urusan, gue duluan ya semangat kalian!” pamit Kalista.

Belakangan ini ada yang janggal dengan sikap Kalista, orang yang biasanya paling rajin ketika berkumpul bersama teman-temannya tapi kali ini tidak. Gadis itu sering menolak ajakan yang diberikan oleh teman-temannya, entah itu untuk main atau sekedar berkumpul sebentar. Sebelum berangkat ke café untuk belajar bersama teman-temannya, Alana sudah mengirim foto kepada Gio bahwa tidak ada lelaki yang ikut belajar bersamanya.

Langit sore nampak berwarna orange, Alana melihatnya dengan senyum tipis melalui jendela café. Dia menyukai langit senja, sebab warna orange adalah warna kesukaannya. Alana mengabadikan langit yang nampak indah itu melalui kamera ponselnya untuk dia posting ke akun media sosial. Jika sedang belajar bersama seperti ini, Alana jadi rindu sosok Kay. Seharusnya satu bulan lagi Kay lulus bersama mereka.

“Gais udah lama kita ga ketemu Kay, besok mau ikut gue lah ayo ke rumah Kay!” ajak Alana.

Jihan menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Kayanya nantian aja dah, Na. Kita lagi masa sibuk gini cape banget, nanti aja kalo ada waktu senggang.”

“Bener tuh, ini aja makanya kita belajar bareng karena kita ga paham sama sekali pelajaran buat ujian sekolah nanti,” timpal Rena.

“Lagian, kenapa sih lo kekeh banget pengen ketemu Kay terus? Emang ga cape apa? Kita juga kangen sama dia, bukan kita ga peduli lagi tapi kita lagi masa sibuk juga,” omel Rachel.

Rasanya ingin sekali Alana marah kepada teman-temannya, tanpa Kay mungkin tidak akan terbentuk geng motor Cheers. Bagi Alana, Kay itu sudah seperti kakaknya sendiri, mereka sudah hampir dua tahun bersama-sama. Pembahasan pun terhenti karena Jihan mengajak untuk mereka segera memulai kegiatan belajar bersama. Mereka membahas pelajaran fisika yang begitu penuh dengan hitungan.

“Asik pesanan datang!” seru Rena.

“Nanti lo yang bayar, ya Na? Sekali ini aja,” pinta Rachel dengan wajah memelasnya.

Alana memutar kedua bola matanya malas, “Kebiasaan, tapi gapapa lah. Untung aja kalian temen gue, kalo bukan udah gue cekek lo pada,” komentarnya dengan malas.

“Gue lupa! Tahu ga? Di akun instagram sekolah ada kabar baru loh, gue ga tahu siapa orangnya tapi yang pasti katanya ada si putri merah. Ngeri banget sih, katanya itu Queen bullying pengganti Bella nantinya,” jelas Rena. “Bedanya, dia kalo bully orang suka nyuruh orang. Ga mau nunjukkin wajahnya, cemen banget kan dia?” sambungnya.

Mendengar itu, Alana tersedak saat sedang meminum kopinya. Putri merah itu sebenarnya siapa? Kenapa bisa menjadi bahan perbincangan anak-anak di sekolahnya? Pertanyaan itu muncul di benak Alana. Kopi yang baru saja diminum Alana, mengenai seragamnya sedikit sehingga tampak bercak kopi di bagian dadanya. Alana hendak mengambil tissue dari dalam tasnya, tapi baru saja dia membuka resleting tasnya ada sebuah cokelat di dalam sana. Cokelat tersebut bertuliskan dari Putri Merah.

Siapa si sebenernya putri merah? Apa dia orang sekitar gue?, batin Alana bertanya-tanya.














Halooo gaess, 2 part sehari nih gimana? Ayok baca

Komen sebanyak-banyaknya, buat yang belum baca sebelumnya, mau happy atau sad ending?

Jangan lupa follow Ig aku ya, biar tau info-info selanjutnya, bye-bye 🍫

#fiksiremaja

Posessive Boyfriend [E N D]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang