27. Gue Harus Apa

83 1 0
                                    

“Tolong kabarin ya gimana bokap gue operasinya berhasil apa engga, tolong banget dateng aja nanti ke kantor polisi,” pinta Gio entah sudah yang ke berapa kali.

Setelah bertemu dokter, dan menandatangani surat persetujuan untuk melakukan operasi terhadap Ergo, polisi kembali membawa Gio ke sel tahanan. Sedangakan Alana memilih untuk memastikan bahwa operasi yang dilakukan benar-benar berhasil, sekaligus dia ingin meminta persetujuan teman-teman Gio cara untuk membebaskan Gio dari penjara adalah dengan menggunakan jasa pengacara yang tak lain adalah teman Angel.

Mereka semua menunggu di depan ruang operasi, tegang tentu saja mereka rasakan tapi sebisa mungkin mereka berpikiran yang baik-baik supaya hasil terbaik yang mereka dapatkan. Alana sudah menyampaikan saran Angel kepada teman-teman Gio, dia sangat bersyukur ternyata disetujui oleh teman-teman Gio. Itu artinya Alana tak perlu menjadi kekasih pura-pura Axel, dia bisa menghindar dari Axel seperti sebelumnya.

Pintu ruang operasi akhirnya terbuka, menampilkan sosok dokter yang baru saja selesai melaksanakan operasi dengan wajah bahagia. Sudah dapat ditebak bahwa Ergo selamat dalam proses operasinya. Ternyata benar kabar yang mereka harapkan kini telah mereka dapatkan, rasanya Alana tak sabar ingin segera menemui Gio, serta menyampaikan kabar bahagia itu. Tapi diakhir pembicaraan raut wajah dokter berubah menjadi sedih.

“Maaf, tapi setelah sadar nanti kemungkinan pak Ergo mengalami stroke. Dia memerlukan kursi roda untuk alat bantu berjalannya,” jelas dokter tersebut di akhir.

Selesai menyampaikan kabar yang kurang mengenakkan hati, dokter yang sudah berusia cukup lanjut itu meninggalkan gerombolan Alana, serta teman-teman Gio. Mereka mengucap syukur senantiasa, ini semua ujian bagi Gio. Kini Ergo telah dipindahkan ke ruang rawat, harus ada yang menjaganya tak mungkin mereka tega meninggalkan orangtua Gio sendirian di sana, pasti sewaktu-waktu memerlukan bantuan.

“Lan, nitip om Ergo boleh ga? Kita mau ke markas Black Dove pengen cari tahu sesuatu dari sana,” pinta Mikael.

Alana mengangguk cepat. “Boleh, tapi ini kalian yakin mau nekat gini? Apa ga nunggu Gio selesai diperiksa lebih lanjut aja? Lusa dia diperiksa buat nentuin hasilnya dia positif pakai narkoba atau engga ‘kan?”

“Iya si Lan, tapi kalo bisa cepat pake cara kita kenapa engga?” jawab Mikal dengan sangat yakin. “Kita bentar kok ga akan lama-lama, titip om Ergo ya,” pesannya.

Setelah kepergian anak-anak Ravedos, Alana hanya ada seorang diri di ruang berbau obat-obatan itu. Menatap wajah Ergo dengan mata yang masih terpejam membuat Alana rindu akan pertemuannya dengan Sang Papi. Tanpa sadar air mata Alana mengalir dengan bebas membasahi pipi mulusnya, Alana membiarkan air matanya itu terjatuh. Terdengar suara ketukan pintu dari luar sana, Alana segera menghapus air matanya.

Kejora, ya orang yang datang adalah Kejora. Entah gadis itu tahu darimana jika Ergo sedang ada di rumah sakit, bahkan ruangannya pun dia tahu.

“Ngapain lo dateng ke sini?” Alana bangkit berdiri, melipat kedua tangannya di depan dada.

Kejora terkekeh pelan, menaruh tasnya dengan santai di sofa yang ada, “Mau jenguk papanya Gio, emang ga boleh? Oh iya gue perlu bicara empat mata sama lo, bisa?” tuturnya.

“Kenapa harus empat mata? Di sini juga bisa ‘kan?” tanya Alana dengan malas.

“Ini penting, tentang hidup gue, sebentar aja please?” pinta Kejora.

Resiko menjadi orang yang tak enakkan seperti Alana, mendengar permintaan Kejora membuatnya luluh. Alana mengangguk pertanda dia setuju, tapi sebelum meninggalkan ruang rawat Ergo dia terlebih dahulu membisikkan sesuatu ke telinga Ergo, tidak ada maksud jahat hanya bertujuan supaya Ergo cepat sadar, sebab kata orang jika seseorang dalam kondisi tak sadar ada baiknya kita ajak berbicara, supaya ada kemungkinan untuk cepat sadar.

Tak lupa Alana menitipkan Ergo pada perawat di rumah sakit.

“Tapi bentar aja ya? Soalnya gue abis ini mau nemuin Gio lagi,” ujar Alana, dibalas dengan anggukan kepala oleh Kejora.

***

Ternyata Kejora membawa Alana ke sebuah tempat sepi, lebih tepatnya di sisi tempat tersebut banyak jurang yang terjal. Alana menyesal sudah mau menerima ajakan Kejora, dia sangat yakin pasti Kejora akan melakukan sesuatu yang buruk kepadanya. Berhentilah kini mobil Kejora di tepian jurang tersebut, Kejora mengajak Alana untuk keluar bersamanya. Alana hendak kabur tapi segera ditahan oleh gadis yang sedang bersamanya saat ini.

Berteriak pun sepertinya percuma sebab di sana tidak ada orang kecuali mereka berdua, jika pun ada orang tersebut berada di bawah jurang, mungkin tak akan mendengarkan teriakan Alana. Andai Alana tidak mudah luluh dengan permintaan Kejora tadi, mungkin dia kini sudah kembali menjenguk Gio di penjara. Terdengar suara mobil dari arah belakangnya, Alana dengan cepat membalikan tubuhnya berharap yang datang adalah orang baik.

Namun dugaannya salah, gerombolan anak Ravedos datang menyusulnya. Ada Axel juga di sana, Alana sudah tak bisa berkutik lagi di tempatnya. Dia terus memundurkan langkahnya hingga kejadian tak terduga terjadi, Alana terjatuh ke jurang yang dalam. Membuat Kejora, serta anak-anak Ravedos bukan main. Mereka kini saling bertatapan satu sama lain, saling menuduh mencari kebenaran sebelum masuk penjara.

“Bukan gara-gara gue!” Kejora berjongkok, mengacak rambutnya frustasi.

Aksa memijat pangkal hidungnya, “Sebelum ada yang liat, lebih baik kita pulang. Cepet Ra, mumpung masih sepi,” ajaknya.

“Engga tapi Alana gimana? Gue ga mau dibenci Gio,” tolak Kejora.

“Lo ga akan dibenci Gio, percaya sama gue. Nanti gue kasih saran sama lo, asal kita cepet-cepet balik dari sini dulu,” jelas Mahesa. “Biar gue yang bawa mobil lo, nanti kita bicarain jalan keluar ini dari mobil,” katanya.

Akhirnya Kejora mau menerima ajakan Mahesa, mereka berada di mobil dengan kondisi hening tak ada percakapan, tak ada lagu yang terputar. Kejora takut jika harus mendekam di penjara selama masa mudanya, Kejora memang berniat ingin memberi ancaman kepada Alana supaya gadis itu meninggalkan Gio. Tapi hanya niat itu saja, tak ada maksud lain termasuk maksud untuk menghilangkan nyawa Alana.

Kejora mulai menangis pelan. “Gimana ini? Katanya lo mau ngasih saran tapi mana buktinya!?”

“Oke-oke, jadi lo ga mau dibenci Gio ‘kan? Lo berubah, Ra. Kenapa lo bisa baik banget sama Kay, tapi benci sama Alana? Jujur ya gue juga udah lama mau keluar dari Black Dove tapi serius susah banget. Lo juga tahu Axel gimana,” papar Mahesa. “Gue serius suka sama lo, Ra. Dari sebelum kita lulus juga gue udah suka, gue kira lo cewe baik waktu pake cara baik-baik nolak perjodohan lo sama Vano, tapi ternyata? Ah ya udahlah,” sambungnya.

Hati Kejora rasanya benar-benar tertohok dengan apa yang dikatakan Mahesa, seburuk itu dirinya di mata orang-orang? Perkataan Mahesa seakan membuatnya sadar bahwa lelaki memandang dirinya buruk dengan apa yang telah dilakukannya. Pantas saja Gio membencinya, lantas Kejora harus bagaimana sekarang?

“Terus apa yang harus gue lakuin? Gue mau habisin sisa hidup gue sama cowo yang gue sayang, pastinya cowo yang sayang sama gue juga,” ungkap Kejora.

Mahesa memberhentikan mobil terlebih dahulu di pinggir jalan, suasana jalanan yang dilaluinya sepi.

“Gue bisa nemenin lo, gue bisa lakuin apa yang lo mau itu.” Mahesa menatap Kejora dengan tatapan penuh belas kasihan. “Asal lo mau berubah, lo minta maaf sama Gio, cari Alana juga, dan bantu gue keluar dari Black Dove,” ujarnya dengan sekali tarikan napas.

Saat ini hati Kejora saja masih untuk Gio, mungkin hanya tetap untuk Gio seterusnya. Bagaimana caranya dia bisa menerima Mahesa? Selama ini Kejora memang memanfaatkan Mahesa hanya sebagai pacar pura-puranya. Tapi sial hal itu membuat Mahesa membawa perasaannya serius, Mahesa perlahan menyukai Kejora. Kiranya bahwa Kejora adalah perempuan yang baik, tapi ternyata di luar dugaannya seperti ini.

Kejora mengalihkan pandangannya dengan menatap ke arah jalanan.

“Lanjut jalan aja, Sa. Gue mau cepet-cepet istirahat,” perintah Kejora.















Tbc

Posessive Boyfriend [E N D]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang