16. Takut Kehilangan

104 2 0
                                    

Hari ini menjadi haru yang menyenangkan bagi Alana, pukul sepuluh malam Alana tiba di rumahnya bersama Gio. Dia masuk ke kamarnya lalu mengambil bukunya untuk menghapal pelajaran yang akan diujiankan besok. Tapi tidak ada satu pun materi yang bisa ditangkap oleh otaknya, Alana merebahkan tubuhnya di kasur dengan posisi kedua tangan dia telentangkan. Alana mengembuskan napasnya kasar lelah rasanya hari ini.

Mata Alana terpejam, tanpa sadar dia mulai tertidur dan bukunya ada di atas perutnya. Karena sangat kelelahan Alana tertidur hingga pukul tiga pagi, dia terbangun karena ingin buang air kecil. Melihat ternyata hari sudah subuh, Alana cepat-cepat kembali membaca apa yang ada di bukunya. Dia sudah pasrah dengan nilainya, yang terpenting Alana sudah berusaha hari ini. Dia akan lebih berjuang lagi ketika kuliah nanti.

Tiga jam lamanya Alana menghapal, tepat pukul enam pagi barulah dia memulai mandi paginya, dan pukul setengah tujuh dia berangkat bersama dengan Gio, sebab mereka sudah membuat kesepakatan untuk selalu berangat bersama ke sekolah. Wajah Alana tidak bersemangat sama sekali, mungkin karena dia kurang percaya diri akan pelajaran pertama dalam ujian sekolahnya, dia takut nilainya paling jelek di seluruh jurusannya.

“Kamu kenapa by? Kok mukanya cemberut gitu?” tanya Gio.

“Aku ga belajar banyak buat hari ini, kemaren pulang dari puncak aku ketiduran ay makanya aku takut nilai aku jadi paling jelek,” jawab Alana dengan suaranya yang kecil.

Gio mengusap pipi Alana lembut, “Jangan pesimis gitu, kamu kan terkenal pinter aku yakin nilai kamu pasti paling bagus. Kalau pun emang ga tinggi-tinggi amat tapi setidaknya pasti bisa memuaskan. Semangat cantiku!” pesannya.

“Ga bisa semangat ay! Aku beneran ragu buat nilai hari ini, aku pengen nunjukkin ke orang-orang kalo aku bisa. Terutama ke calon anaknya papi aku, kata kamu dia sekolah di sini juga ‘kan? Kamu deket kah sama dia? Aku jadi penasaran deh ay.” Alana mengetuk-ngetuk dagunya menggunakan jari telunjuknya pelan.

“Bentar lagi bel, udah ayo kita ke kelas aja? Jangan bahas yang ga penting by,” ajak Gio.

Aku jadi makin curiga, pasti ada sesuatu yang disembunyiin Gio, batin Alana.

Meskipun Alana merasa bahwa Gio menyembunyikan sesuatu darinya. Namun dia tetap bersikap untuk sabar menghadapi Gio, perlu diketahui bahwa Alana bukanlah tipe perempuan yang mudah badmood. Alana mempunyai prinsip untuk menahan sendiri rasa badmood ketika menyerangnya. Menurutnya itu akan membebani orang lain, jadi selagi dia bisa menahannya maka dia tidak akan menunjukkannya kepada orang-orang.

Gio sudah tiba di kelasnya, teman-temannya sudah menantinya untuk meminta jawaban dari soal latihan yang tidak mereka mengerti. Gio pun lupa belajar kemarin malam, sehingga dia hanya bisa pasrah saja dengan nilainya. Gio tidak terlalu memikirkan nilanya sebab dia berpikir bahwa tingkat kesuksesan seseorang tidak diukur melalui nilai, melainkan usaha yang mau dilakukan. Nilai hanya sebatas gambaran saja sampai mana batas kemampuan seorang siswa.

Ujian Sekolah hari pertama sudah selesai dilaksanakan oleh anak-anak SMA Bina Bakti, mereka berhamburan meninggalkan kelas masing-masing untuk segera pulang. Ada peraturan yang dibuat oleh kepala sekolah jika sedang ujian maka murid-murid tidak boleh untuk berlama-lama di sekolah. Guru-guru pun akan berjaga di sekitaran sekolah jika ada murid yang melanggar peraturan, dan akan memberikan denda jika ada yang melanggar.

“Kalian balik duluan aja, gue mau balik bareng cewe gue,” titah Gio.

Vino memutar kedua bola matanya malas. “Ya elah, bucin banget lo. Ya udah hati-hati jangan sampe anak orang luka.”

“Tenang aja kali emangnya gue apaan sampe lukain anak orang?” jawab Gio dengan sedikit tak santai.

“Santai dong bos, ya udah kita balik ye!” pamit Moren.

Hanya ada Gio sendirian saja sekarang di lorong jurusan Bahasa Budaya, tiba-tiba ada gadis yang memeluknya dari belakang. Awalnya Gio mengira jika itu adalah Alana, dia mengusap punggung tangan Sang Gadis, kemudian membalikkan tubuhnya. Serius, Gio benar-benar kaget setelah melihat siapa yang memeluknya. Dia mendorong tubuh gadis itu sehingga gadis yang memeluknya tadi tersungkur ke lantai.

“Gila lo! Bisa-bisanya peluk gue sembarangan! Dasar cewe murahan!” maki Gio.

***

“Kamu kenapa sih daritadi kok murung terus? Padahal kita udah jajan es krim juga loh ini, kamu yakin ga mau cerita?” tanya Alana, wajahnya kelihatan cemas.

Bukannya enggan untuk bercerita, tapi rasanya Gio masih kesal jika mengingat kejadian di lorong tadi. Masih baik Alana tidak melihat kejadian itu sehingga hubungan mereka berdua baik-baik saja, Gio juga tidak mungkin bercerita kepada Alana akan kejadian itu, dia sangat takut kehilangan sosok Alana, yang selalu membuat hari-harinya berwarna, Alana yang selalu memahami bagaimana kondisinya.

Flashback on

Kejora kaget mendengar makian yang Gio berikan untuk dirinya, saat dia diam-diam memeluk Gio dari belakang. Kejora berusaha mensejajarkan langkahnya dengan langkah Gio agar dia bisa mendapat belas kasihan dan maaf dari Gio. Tapi sebesar apapun usaha Kejora meluluhkan hati Gio itu tidak akan pernah bisa, karena Gio sudah benar-benar jatuh kepada Alana, hanya Alana yang bisa meluluhkannya.

Keduanya berhenti di lorong kelas dua belas jurusan IPS, di sana hanya ada beberapa murid saja yang sedang bersiap-siap untuk pulang. Kejora menghadang langkah Gio dengan merentangkan kedua tangannya di depan Gio. Wajah Gio kelihatan sangat kesal sekali, rahangnya mengeras melihat wajah Kejora yang menurutnya menjijikan. Gadis yang tidak tahu malu mengejar-ngejar pacar orang lain.

“Cukup ya, Ra! Gue muak liat muka lo! Cewe murahan lo!” ungkap Gio.

“Oh, kamu mau aku nekat?” tantang Kejora.

“Ga peduli, lakuin aja apa yang kamu mau semuanya. Gue jamin lo ga akan bisa, gue doain juga lo cepet mati bitch biar ga ada yang ganggu hubungan gue sama Alana lagi.” Lalu Gio membiarkan Kejora sendirian di lorong kelas itu.

Kejora mengacak rambutnya kasar. “Sialan lo, Na. Awas aja gue ga akan tinggal diam!”

Flashback off

“Aku ga mau kehilangan kamu,” ucap Gio tiba-tiba.

Alana yang merasa gemas mencubit kedua pipi Gio, “Ih bayinya aku, tau ay aku juga ga mau kehilangan kamu. Sekarang cerita ya, ada apa? Berbagi semuanya sama aku,” bujuknya.

Mulut Gio rasanya masih sangat kelu untuk menceritakan apa yang dirasakan dan dipikirkannya saat ini, Gio memilih untuk tetap bungkam dan memainkan rambut Alana dengan kedua sudur bibir yang mengarah ke bawah, menambah kesan gemas Alana melihat kekasihnya. Alana mengusap rambut Gio lembut, rasanya seperti usapan dari Sang Mama saat kecil dulu. Gio beruntung bisa dipertemukan oleh Tuhan dengan Alana.

“Jangan tinggalin aku ya by?” pinta Gio.

“Iya ay, ga akan,” jawab Alana dengan lembut.

“Jangan sama cowok lain ya by?” pinta Gio lagi.

“Iya bayiku, tenang aja ya aku cuma punya kamu ay,” pesan Alana. “Kalo kamu belum mau cerita, abis ini kita pulang aja ya? Aku mau belajar buat besok ay,” ajaknya dan dibalas dengan anggukkan kepala oleh Gio.














Tbc

Posessive Boyfriend [E N D]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang