6. Youre My Boyfriend

299 10 0
                                    

Kamar Gio berantakan sekali sebab suasana hati Gio saat ini sedang kacau, Vano tidak bisa percaya lagi kepadanya. Saat ini Gio hanya butuh ketenangan saja, dia mengepalkan tangannya kuat-kuat lalu memecahkan sebuah kaca yang ada di kamarnya. Dari banyaknya serpihan kaca yang berserakan di lantai, Gio mengambil satu serpihan yang cukup tajam lalu menggoreskan di tangan kirinya sehingga mengalir darah dari tangannya.

Terdapat beberapa buah goresan di tangan kiri Gio, sudah cukup lama Gio melakukan hal ini ketika dirinya merasa benar-benar kacau, tapi belum ada satupun orang yang tahu termasuk kedua orang tuanya. Darah mengalir semakin banyak dari tangan Gio, sudah perih membuat tubuh Gio mulai melemas. Cairan kental berwarna merah itu juga menetes di lantai kamarnya, terlalu banyak Gio memberikan goresan itu.

Mata Gio terpejam sampai pagi, dia melupakan janjinya untuk menjemput Alana. Padahal Alana sudah menunggunya cukup lama, gadis itu berdiri di halaman rumahnya sembari berkacak pinggang menantikan kedatangan kekasihnya. Perasaan Alana mendadak tidak enak, dia memutuskan untuk memesan taksi online dan berangkat menuju kediaman Gio. Alana yakin kekasihnya sedang tidak baik-baik saja.

“Gio!” teriak Alana.

Alana sudah tiba di kediaman Gio, namun kediaman itu tampaknya sangat sepi seperti tidak ada penghuninya. Keadaan di sekitar kediaman Gio sepi, sehingga Alana bingung harus melakukan apa sekarang. Alana berusaha untuk membuka pagar, ternyata tidak digembok sama sekali. Semakin aneh rasanya, kedua kaki Alana melangkah dengan cepat berjalan menuju pintu rumah yang masih tertutup rapat.

“Gue harus masuk lewat mana ini?” gumam Alana.

Jika ada yang melihat Alana mungkin mereka akan mengira gadis itu maling, sebab langkahnya mengendap-endap dengan sangat pelan mencari jalan untuk masuk ke dalam. Langkah Alana terhenti saat dia melewati sebuah kamar, dari luar Alana dapat melihat kondisi Gio yang sedang terkapar lemas di lantai dengan bercak darah yang ada di tangannya. Alana berusaha membuka jendela kamar Gio sekuat tenaga, akhirnya terbukalah jendela tersebut.

Alana memegang tangan Gio yang berdarah dengan gemetar, “Ay, kamu kenapa kayak gini? kenapa ga cerita sama aku kalo lagi banyak masalah? Harusnya kamu cerita biar aku bisa nguatin kamu, ga kayak gini!” ucapnya dengan suara bergetar menahan tangis.

B-by? Hm aku gapapa, cuma lemes dikit aja. Tolong bawa aku ke kasur boleh?” pinta Gio.

“Ga! Aku mau bawa kamu ke dokter, aku ga nerima penolakan!” paksa Alana.

“Jangan by, aku gapapa serius,” tolak Gio.

Alana menggelengkan kepalanya cepat. “Aku maksa! Please jangan nolak! Ayo aku bantu kamu berdiri, kita pergi naik taksi aja ya.”

Hati Alana benar-benar tidak tenang sekarang, wajah Gio pucat pasti karena darah yang mengalir dari tangannya cukup banyak. Alana membopong tubuh kekasihnya itu untuk masuk ke taksi yang sudah datang. Selama perjalanan menuju rumah sakit, Gio hanya bisa bersandar kepada Alana saja. Sedangkan Alana terus memeluk Gio dan tidak melepaskan sedikitpun, Alana takut Gio kenapa-kenapa.

“Ay, lain kali jangan gini ya? Masih ada aku, kamu bisa cerita sama aku,” nasehat Alana.

“Aku ga mau nambah beban kamu, by. Selagi aku bisa pasti aku hadapin semuanya sendiri,” ucap Gio.

“Tapi sekarang aku pacar kamu, udah seharusnya kita saling terbuka. Aku minta ke depannya kalo ada apa-apa cerita aja ya sama aku ay? Aku ga akan pernah merasa risih dan merasa keberatan, justru aku seneng, oke?” Alana mengusap rambut Gio dengan lembut.

Gio mengembuskan napasnya perlahan lalu menganggukkan kepalanya pelan, “Oke by, maaf kalo aku udah buat kamu khawatir. Aku janji lain kali bakal selalu cerita sama kamu,” jawabnya patuh.

“Pinter, ini baru pacar aku. Kamu tidur aja dulu ya, nanti kalo udah sampe aku bangunin,” titah Alana.

JJJ

“Denger apa kata dokter ya, perban itu harus sering diganti ay. Atau kalo engga nanti aku ingetin kamu terus aja lah ya, kamu pelupa soalnya,” pesan Alana.

Gio menatap Alana gemas. “Iya by, kamu gemes banget dah. Tenang aja aku bakal inget, tapi kalo kamu mau ingetin juga boleh lah.”

Tidak ada luka serius di tangan Gio, dokter hanya memakaikannya perban dan mengobatinya dengan obat di rumah sakit. Gio dan Alana kini berjalan pelan di trotoar menikmati udara luar, meskipun hari sudah hampir siang tapi hawa sejuknya masih tetap terasa, karena matahari hari ini bersinar tidak begitu terik. Gio merangkul Alana, keduanya berencana untuk pulang menggunakan angkutan umum saja.

Lampu lalu lintas memancarkan cahaya merah, menandakan kendaraan harus berhenti terlebih dahulu. Alana menggenggam jemari Gio erat untuk menyebrang bersamanya, tibalah kini keduanya di tempat yang cukup teduh. Mereka menunggu angkutan umum di sana, sembari menunggu Alana mengajak Gio untuk berfoto bersamanya. Dan tak disadari ada sebuah motor yang dengan sengaja menyerempet Alana.

Motor berwarna merah tanpa plat nomor itu dengan cepat kabur ketika Alana sudah terjatuh, Gio segera membantu Alana berdiri dan hendak mengejar pengendara itu namun dengan cepat Alana mencegahnya. Alana takut terjadi sesuatu kepada Gio, lagi pula dia tidak kenapa-kenapa hanya sedikit lecet saja pada telapak tangannya, luka kecil bagi Alana. Tak lama kemudian berhentilah sebuah angkot di depan Alana dan Gio, keduanya segera naik.

“Kamu beneran gapapa by?” tanya Gio khawatir.

Alana menggelengkan kepalanya, “Aku gapapa kok, ini luka kecil doang. Tapi tadi itu siapa ya? Kenapa warna motor dia merah, terus ga ada platnya? Apa dia si puteri merah itu ya?” tebaknya.

“Kayanya iya, ga usah dipikirin oke? Sebenernya aku udah mikir ke salah satu orang, siapa yang jadi puteri merah itu tapi kayanya aku ga akan bilang ke kamu langsung, takut kamu marah,” jelas Gio.

“Siapa emangnya menurut kamu, ay?” tanya Alana.

Gio terdiam sejenak dan menatap Alana lekat. “Nanti aja, intinya kamu kenal sama dia. Udah ga usah dipikirin, mending sekarang aku tanya, kita mau ke mana? Mau makan dulu ga?”

“Emangnya kamu udah sembuh?” Alana mengusap tangan Gio yang diperban. “Pasti sembuh ya, oke deh aku mau makan, kita ke mall aja ya biar sekalian jalan-jalan,” sambungnya.

Selama di angkot Gio senantiasa merangkul Alana seolah ketakutan gadisnya itu akan diambil orang, hal itu tidak masalah bagi Alana justru menurutnya mode cemburu Gio sangat menggemaskan. Setiap kali ada penumpang laki-laki, pasti Gio menatapnya dengan tajam. Agar mereka tidak genit kepada Alana. Lima belas menit kemudian, tibalah Alana dan Gio di mall tujuan mereka, mall itu belum begitu banyak pengunjung sebab hari masih pagi.

“Yeay sampe!” pekik Alana.

Gio mengusap lembut rambut Alana. “Kamu seneng?”

“Banget, apa lagi ke mall ini sama kamu. Oh iya, sebelum masuk aku mau kamu lupain semua masalah kamu dulu ya? Aku ga mau kamu sedih, kalo perlu nanti sambil jalan kamu bisa cerita sama aku biar ga kamu sendiri yang nanggung masalah itu, tapi aku juga.” Alana sedikit berjinjit kemudian mengecup kening Gio sekilas.

“Aduh kamu demen ya buat aku kaku kayak semen gini,” ucap Gio saat merasakan keningnya dikecup Alana.

Alana menampilkan sederetan gigi putihnya, “Hehehe, maaf ay. Abisnya aku gemes banget ih sama kamu i love you bayinya aku!” jawabnya disertai cengiran khasnya.

Posessive Boyfriend [E N D]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang