29. Kecelakaan

102 1 0
                                    

“Eh Gio? Kamu udah bebas? Tapi Alana mana? Kamu tahu ga Alana ke mana? Dia semalam ga pulang Gio.” Angel tampak sangat mengkhawatirkan Alana.

Hati Gio terasa berat hendak mengatakan di mana Alana saat ini, jika Angel tahu apa yang telah terjadi pada Alana pasti dia bisa shock, atau bahkan mungkin pingsan. Gio dipersilakan masuk terlebih dahulu, agar percakapannya dengan Angel lebih nyaman. Angel semalaman tak bisa tidur menantikan kepulangan Alana. Sebelumnya Alana tak pernah seperti ini, sekalipun ada masalah dengannya pasti dia tetap mau pulang.

Yang menghantui pikiran Angel saat ini adalah dia harus kehilangan buah hatinya lagi, tanpa Alana mungkin Angel tak mempunyai kekuatan untuk hidup lagi. Telapak tangan Angel mengeluarkan keringat dingin, dia tidak siap mendengar kabar apa yang dibawa Gio. Apalagi wajah Gio kelhatannya seperti sedang memikirkan sesuatu. Gio menggaruk kepalanya yang tak gatal, sampai akhirnya dia berani mengatakan tentang apa yang terjadi pada Alana.

“Alana jatuh ke jurang tan, tapi tante tenang aja setelah satu kali 24 jam nanti saya mau langsung ke kantor polisi,” jelas Gio.

Tubuh Angel terasa begitu lemas, pandangannya mulai buram tak lama setelah itu dia pun pingsan. Gio bingung harus melakukan apa karena dia sedang sendirian saat ini, Gio memutuskan untuk meminta bantuan teman-teman Alana saja. Orang yang pertama kali Gio hubungi adalah Jihan, setelah menyampaikan kabar tersebut Gio segera menyiapkan minyak angin untuk dia balurkan pada kening Angel.

“Gio? Beneran Alana jatuh ke jurang? Gimana ceritanya si?” tanya Jihan yang baru saja datang. “Terus gimana cara kita cari Alana?” tanyanya lagi.

“Ceritanya panjang, intinya gini aja harus ada yang jaga tante Angel di sini. Jadi kalian cewe-cewe jaga tante Angel aja, biar gue sama anak-anak Ravedos yang bantu cari Alana. Kebetulan gue tahu siapa yang udah buat Alana kayak gini, kemungkinan Alana cepat ditemukan makin besar,” tutur Gio.

Rachel berkacak pinggang, “Ya ampun, ya udah Gi lo secepatnya ajak temen-temen lo cari Alana. Sebelum Alana ditemuin sama orang lain,” perintahnya.

Secepat mungkin Gio memberi kabar kepada teman-temannya tentang di mana keberadaan Alana saat ini, mereka berencana mendatangi rumah Kejora untuk meminta lokasi Alana terjatuh ke jurang. Sebelum Alana ditemukan, Gio tak akan bisa melakukan aktivitasnya seperti biasa dengan tenang. Hampir saja Gio lupa, Kay juga perlu tahu kabar Alana. Siapa tahu dengan begitu Vano dapat membantu mencari Alana.

Sementara Ergo, sudah Gio titipkan pada suster di rumah sakit. Dia juga sudah menjelaskan pada Ergo bahwa kekaishnya jatuh ke jurang, Ergo mendukung niat baik Gio untuk mencari Alana sampai ketemu. Mengapa banyak sekali ujian yang Gio alami hari-hari belakangan ini? Padahal dia begitu mengharapkan setelah keluar dari penjara, dia bisa menjalani kehidupannya kembali dengan Alana, dan mengubah perilakunya.

Kejadian ini mengingatkan Gio untuk menghargai orang selama orang itu ada.

“Kalian? Gio? Ngapain ke sini? Mau masuk dulu?” tawar Kejora.

“Ga usah, gue mau tanya di mana lokasi Alana jatuh? Gue mau cari sekarang, cepet kasih tahu!” paksa Gio.

Kejora menatap Gio ketakutan. “O-oke Gi, tenang dulu ya. J-jadi lokasinya di deket hutan pinus Jalan Sumatera, udah ‘kan?”

Tanpa mengucapkan terima kasih, Gio meninggalkan kediaman Alana disusul oleh teman-temannya. Gio mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata, bahkan teman-temannya yang ada di belakang kesulitan untuk menyamai kecepatan motor mereka dengan motor Gio. Perasaan mereka sudah was-was, takut ada sesuatu hal buruk terjadi menimpa Gio. Cara seperti itu bukanlah jalan keluar dari permasalahan Gio, teman-temannya merasa kesal melihat sikap Gio.

“Gio jangan ngebut! Lo harus inget sama nyawa lo!” teriak Vino, tapi tak didengarkan oleh Gio.

***

Kejadian yang ditakutkan oleh teman-teman Gio terjadi, sebuah bus melaju oleng dari arah berlawanan, sehingga bus yang sedang mengangkut penumpang itu tak sengaja menyenggol motor Gio. Membuat Gio kehilangan keseimbangan, dan akhirnya Gio menabrak sebuah mobil yang sedang melaju di depannya. Lalu tubuh Gio terpental cukup jauh, suara dentuman cukup keras sangat terdengar jelas.

Mikael memberhentikan motornya secara mendadak, kejadian yang baru saja terjadi berputar berulang kali di kepalanya. Kondisi jalan raya yang mereka lalui berubah menjadi macet akibat insiden kecelakaan tersebut, warga sudah ada yang menghubungi polisi. Mikael segera turun dari motornya, lalu menerobos kerumunan orang, mereka sedang menyaksikan Gio yang terkapar saat ini. Gio masih memakai helm full facenya.

Napas Gio terengah, matanya masih terbuka tapi tenaganya seolah hilang. Mikael melepas helm yang masih terpasang di kepala Gio. Bersamaan dengan itu ambulans datang, para petugas medis segera membawa Gio ke dalam ambulans, dan melarikannya ke rumah sakit terdekat. Mikael turut masuk ke dalam ambulans, dia menggenggam jemari Gio yang basah akibat darah. Perasaannya campur aduk saat ini, sedih, kacau, kecewa, menyesal, bercampur menjadi satu.

“Gi, udah gue bilang jangan ngebut lo ngeyel banget! Bodoh lo, Gi! Nyari penyakit!” bentak Mikael.

Suara Mikael samar-samar terdengar oleh Gio, dia berusaha membuka matanya tapi hal yang pertama kali dia lihat malah sosok Alana. Gadisnya, milik satu-satunya dalam hidupnya, Gio tahu itu hanya halusinasinya saja. Dalam halusinasinya, Alana seolah nyata sedang memberikan kekuatan pada dirinya. Membayangkan sosok gadis yang sangat dia cintai, Gio jadi teringat pesan yang selalu diucapkan Alana padanya.

“Ay, kamu ga boleh nyerah ya. Kamu kuat, kamu anak baik, percaya deh aku pasti sama kamu terus.”

“N-Nana …,” lirih gio.

Mikael yang sedang menundukkan kepalanya, kaget ketika mendengar suara Gio. Dia menengadahkan kepalanya, melihat air mata keluar dari kedua sudut mata Gio. Banyak sekali masalah yang menimpa Gio tanpa henti, tapi itu tak membuat Gio menyerah.

“Gi, kuat ya! Lo sobat gue, ga boleh merem dulu. Nanti lo pasti bisa lihat Alana waktu lo bangun, percaya dah sama sobat lo satu ini!” kata Mikael dengan suara bergetar.

Melihat kondisi Gio, membuat Mikael tak dapat menahan tangisannya. Sahabat yang selalu bersamanya, setiap ada masalah selalu memberikan solusi. Tapi di balik semuanya itu ternyata masalah Gio justru lebih besar. Mikael kagum akan ketegaran Gio, lelaki itu tak pernah terdengar mengeluh ketika sedang berkumpul bersama di markas. Sejak ambulans melaju tadi Mikael tak melepaskan genggamannya di tangan Gio seolah memberikan kehangatan.

Namun semakin lama telapak tangan Gio mulai terasa dingin, jarak rumah sakit cukup dekat sehingga tidak menunggu terlalu lama untuk Gio mendapatkan penanganan langsung. Gio dibawa oleh para perawat ke ruang IGD, kondisinya berlumuran darah, matanya telah terpejam tidak dapat mendengar suara di sekitarnya lagi. Mikael hanya bisa menunggu dengan doa yang terus dia panjatkan, Ravedos tanpa Gio bagaikan kelompok tanpa pemimpin.

“Gimana? Sahabat gue udah diperiksa dokter ganteng ‘kan?” Moren hadir dengan pertanyaan konyolnya.

Prince menoyor kepala Moren, “Bisa-bisanya lagi kondisi genting kayak gini juga lo tetep ngelawak,” omelnya.

“Tahu tuh, berdoa nih buat Gio bukannya ngelawak,” timpal Vino. “Daritadi Gio belum selesai diperiksa, Mike?” Vino menaikkan sebelah alisnya menatap Mikael.

Mikael menggelengkan kepalanya. “Belum, gue khawatir banget sama kondisi Gio. Harusnya kita bisa cari Alana tapi gagal karna insiden ini.”

“Udah tenang aja, biar gue, Moren, sama Prince aja cari Alana, lo sama Vano nanti jagain Gio,” ujar Vino.














Tbc

Posessive Boyfriend [E N D]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang