42. Last Day

50 1 0
                                    

Hari terakhir di Bali, tempat wisata yang akan dikunjungi oleh Alana, Gio beserta teman-teman mereka adalah Pura Besakih, terakhir setelah dari sana mereka melanjutkan perjalanan menuju Tanah Lot. Tempat wisata yang sangat terkenal, pemandangannya menakjubkan membuat mereka semua tidak mau pulang. Sesampainya di Tanah Lot seperti biasa mereka berpencar untuk menikmati pemandangan yang ada.

Kali ini Alana bersama teman-temannya setelah meminta ijin kepada Gio, di sekitar Tanah Lot ada sebuah pantai dengan begitu banyak pengunjungnya. Alana bersama teman-temannya mencari tempat yang cocok untuk mereka jadikan sebagai tempat berfoto. Alana merasa beban pikiran yang tadinya menguasai pikirannya sedikit menghilang dibanding hari sebelum dia menginjakkan kaki di Bali.

Ada saja obrolan yang dibahas oleh Alana, dan teman-teman. Tapi di tengah percakapan mereka yang membicarakan tentang lelaki membuat pikiran Alana tertuju kepada Gio, bagaimana sikap Gio semalam sampai lelaki itu menangis. Alana lupa untuk menanyakan apa alasan kemarin malam kekasihnya itu bisa sampai mengeluarkan air mata. Tanpa mengatakan apapun kepada teman-temannya, Alana meninggalkan mereka untuk mencari keberadaan Gio.

“Ay aku mau ngobrol sebentar sama kamu boleh ga?” Kehadiran Alana mengagetkan Gio, dan teman-temannya yang sedang menikmati vape.

“Silahkan yang bucin mah bebas,” pasrah Prince.

Langkah Alana begitu pelan, kepalanya tertunduk tak siap menanyakan perihal semalam yang membuat hatinya terasa seperti ada yang mengganggu. Gio tetap berjalan di samping Alana, menyamakan langkahnya dengan langkah Alana, menurutnya terlalu pelan langkah gadis itu. Tiba-tiba saja Gio berhenti berjalan, lalu membawa gadisnya ke sebuah café yang berada di seberang tempat mereka berdiri saat ini.

Gio menaikkan sebelah alisnya, “Ada apa, by? Kenapa kelihatannya kamu tegang gitu?” tanyanya penasaran.

“Tapi janji dulu ay, kalo aku tanya nanti kamu jangan marah,” pinta Alana.

“Emangnya mau nanya apa dulu? Aku janji ga akan marah by,” jawab Gio, dia berusaha memberi jawaban terbaik.

Alana menarik napasnya dalam-dalam terlebih dahulu sebelum akhirnya dia menjawab. “Kamu semalam kenapa nangis gitu ay? Apa ada sikap aku yang buat kamu sedih? Bilang ay supaya aku tahu gimana caranya untuk berubah.”

“Itu doang by? Padahal aku ga akan marah juga, kamu mau tahu kenapa aku nangis? Aku beruntung aja by karna aku bisa milikin kamu sekarang. Tapi aku juga ga bisa pastiin apa aku bisa terus sama kamu atau engga, karna jodoh sama nyawa Tuhan yang atur,” jelas Gio.

Perihal nyawa, membuat Alana semakin merasa ketakutan. Dia menggigit bibir bawahnya pelan berusaha agar tidak kelihatan takut. Ada apa sebenarnya? Kenapa Gio berbicara ngawur seperti itu? Alana memang setuju dengan perkataan terakhir Gio, tapi apa salahnya jika Alana ingin memaksa mereka jangan dipisahkan hanya karena kematian? Jika ingin meminta, Alana ingin membahagiakan Gio terlebih dahulu supaya Gio merasa beruntung pernah menjadi kekasihnya.

“Jadi kamu ga marah sama aku ay?” Alana menatap Gio dengan pancaran bahagia.

Gio tersenyum sembari menganggukkan kepalanya, “Iya sayangku, ya udah habisin dulu ya es krimnya nanti dari sini kita balik temuin temen-temen,” titahnya.

“Makasih ya ay, kamu selalu bisa buat aku semakin hari semakin sayang kamu. Ternyata gini rasanya disayang sama cowo yang aku suka dari dulu, aku kira kisah cinta aku ga akan mulus kayak orang-orang ternyata mulus banget,” ungkap Alana.

“Bahkan lebih dari kata mulus, licin,” sahut Gio, mengundang tawa Alana.

***

“Hari terakhir di Bali, thank you guys!” Alana merentangkan kedua tangannya di pinggir pantai.

Jadwal penerbangan mereka untuk kembali ke Jakarta yaitu pukul dua belas malam nanti, mereka segera bersiap kembali ke hotel, mengemas pakaian agar tidak ada yang ketinggalan. Meski Alana tahu ketika dia berada di Jakarta nanti masalahnya belum tentu selesai semua, tapi Alana mempunyai cara pikir yang berbeda sekarang. Apapun masalahnya akan tetap Alana hadapi, selagi mempunyai kekuatan Alana tidak akan menyerah.

Koper Alana sudah selesai dibereskan sejak tadi, sedangkan teman-temannya masih bermalas-malasan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Terutama Kalista, Si Pemalas yang hobi main game tak jarang gadis itu pikun akan hal yang harus dilakukannya. Apa yang dilakukan Kalista saat ini membuat teman-temannya merasa geram, dia tidak mau berpindah dari tempatnya padahal mereka semua sudah hampir siap untuk check out dari hotel.

“Yang mager ga usah diajak balik,” sindir Jihan.

Kalista melempar ponselnya asal ke kasur, “Iye dah sabar cuy, ini gue mau beresin barang gue lagi. Kenapa buru-buru amat? Ini masih jam tujuh woy masih lama banget,” protesnya.

“Kita mau nyicip makanan enak lagi yang ada di Bali, cari restaurant yang viral di sosmed,” jawab Jihan cepat. “Lima belas menit lagi kalo lo belum gerak kita tinggal langsung,” ancamnya, kedengaran sangat serius padahal hanya sekedar candaan.

Secepat mungkin Kalista melanjutkan mengemasi barang bawaannya, dia masukkan ke dalam koper supaya cepat selesai. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, Alana, dan teman-temannya memutuskan untuk segera turun, menunggu anak-anak Vedos di bawah saja. Sembari menunggu Alana memainkan ponselnya begitu serius, selama di Bali Alana belum membuka aplikasi pengirim pesan yang biasa dipakainya.

Kabar yang Alana dapat dari Angel begitu mengagetkannya, Angel mengatakan akan segera rujuk dengan Andreas. Ponsel Alana jatuh sebab tangannya gemetar, dia masih tidak percaya dengan kabar yang diberikan Angel. Bagaimana bisa? Bukankah seharusnya Andreas sudah menjadi suami Mentari saat ini? Rachel yang duduk tepat di samping Alana dibuat jantungan, dia berusaha menyadarkan Alana dari lamunannya.

“Lan! Lo kenapa!? Jangan buat kita panik!” teriak Rachel tepat di telinga Alana.

“M-mami sama p-papi gue rujuk, gue ga salah baca ‘kan?” tanya Alana, wajahnya terlihat shock.

Sama kagetnya dengan Alana, mulut Rena menganga mendengar perkataan Alana. “Yang bener? Lah bukannya lo bilang papi lo mau nikah hari Minggu makanya ngajak kita ke sini? Wah kalo pengen liburan mah bilang, Lan jangan gitu caranya.”

“Sembarangan lo ngomong!” tegur Jihan.

“Serius ini gue gemeter banget, ga percaya sebelum gue tanyain mami sama papi gue langsung,” ujar Alana dengan suara sedikit bergetar.

Gio mengerutkan keningnya melihat Alana seperti orang sehabis menerima kabar tidak mengenakan, “Loh? Alana diapain lo pada? Ngaku woy pacar gue kenapa!” paksanya.

Melihat Alana malah menangis, membuat Gio segera mengusir Kalista yang sedang duduk tepat di samping Alana untuk menggantikan posisi gadis itu. Gio belum tahu apa-apa maka dari itu dia menyimpulkan bahwa Alana menangis karena perbuatan teman-temannya, Gio membawa gadisnya ke dalam dekapannya. Tapi perlakuan itu malah membuat Alana tertawa terbahak-bahak menyaksikan bagaimana begitu khawatirnya Gio kepada dirinya.

“Kok malah ketawa si kamu by?” protes Gio.

“Habisnya kamu lucu tahu ay, aku nangis karna papi sama mami katanya mau rujuk ga ada yang buat aku sedih kok ay,” jelas Alana.

Gio mengembuskan napas kasar. “Kirain kenapa, kamu buat aku panik aja tahu ga? Tapi aku ikut seneng by, semoga keluarga kamu damai kayak semula.”

“Ya udah ayok kita check out, nih Alana ga sabar katanya pengen cepet-cepet sampe Jakarta,” ajak Rena.














Tbc

Posessive Boyfriend [E N D]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang