A Lady with a Crown Tattoo

101 14 9
                                    

Tengah malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tengah malam. Akhirnya Bella sudah tidur. Cassie lelah sekali. Mau tidur saja anak itu pakai drama segala. Bella menangis minta tidur dengan Dion, tapi Dion masih pacaran belum pulang-pulang. Cassie sampai kepikiran mau mencekoki Bella obat tidur biar diam. Tapi, untungnya ia bisa sabar.

Cassie lantas keluar menuju danau di kebun apartemen. Beberapa bulan ini ia memang menderita insomnia parah. Ia bisa tidur hanya jika meminum obat tidur saja. Mungkin karena ia masih belum bisa berdamai dengan takdir.

"Erik..." Cassie melepas cincinnya dan menatap kilaunya. Andai ia tidak melakukan kesalahan fatal, mungkin ia sudah menikah dengan Erik sekarang.

"Eits! Kena lo!" Tiba-tiba Dion datang dan merebut cincin itu.

"Dion!" Cassie kaget. Ia berusaha merebut cincin itu lagi. "Balikin cincin gue!"

"Lo tahu syaratnya kalau lo mau cincin ini balik!" Dion si manusia usil, tengil, jail turunan kancil itu memakai cincin Cassie di jari kelingkingnya dan menyembunyikannya.

"Sialan lo!" Cassie marah dan hendak membanting Dion. Tapi kali ini, Dion sudah hafal teknik bela diri Cassie. Ia berhasil menghindar dan justru menjegal kaki Cassie hingga Cassie jatuh.

"Aaaa!" Cassie memeluk lututnya yang sakit membentur tanah.

"Ambil dokumen itu di BCJ!" Dion melempari Cassie kertas denah gedung BCJ. "Gue udah mapping jalur bebas kamera yang bisa lo terpanas!"

Cassie tidak tertarik melihat denah itu. "Kenapa lo pilih gue, sih? Kita nggak kenal! Lo bisa sewa detektif profesional, bukan penjual minuman keras kayak gue!"

"Semua detektif profesional di sini udah di bawah kendali BCJ!" kata Dion. "Gue butuh orang yang nggak terafiliasi dengan siapa pun. Kayak lo!"

Cassie berdiri dan mengembalikan kertas denah itu. "Lo mendingan cari orang lain!"

"Lo lupa cincin lo ada di gue?!" Dion menyeringai jahat.

Cassie berdecak. "Ambil aja! Itu bukan cincin gue!" kata Cassie bohong. Ia akan mencari akal untuk mendapatkan cincinnya lagi. Pasti cowok papi boy seperti Dion banyak celahnya.

"Really?" Dion tidak percaya. "Kalau emang ini bukan cincin lo, gue buang ke danau!"

"Buang aja! Gue nggak peduli!" Cassie berbalik pergi.

"Oke! Gue buang!" Dion melempar cincin itu ke danau.

Mendengar suara benda jatuh ke dalam air, Cassie kembali berbalik. "Jangan!" teriaknya. Tapi terlambat, air danau sudah menampilkan riak. "Kenapa lo buang! Itu punya gue!"

"Lo sendiri yang bilang katanya nggak peduli!"

Cassie menatap putus asa ke arah danau itu. Ia tidak tahu berapa kedalaman danau itu. Tadi ia lihat cincin itu jatuh tidak jauh dari tepi danau, jadi mungkin masih di area yang tidak terlalu dalam. Lantas, tiba-tiba ia berlari, lalu masuk ke danau itu. Bahkan ia... menyelam!

"W-w-what???" Dion kaget bukan main. Ia hanya menjebak Cassie saja tadi. Yang ia buang ke danau barusan hanyalah kerikil. Sedangkan cincin itu masih ia kantongi .

"Nessa! Berhenti! Heh! Cincin lo masih di gue! Berhenti!" Dion sangat-sangat bingung. Ia meneriaki Cassie, tapi perempuan itu tidak bisa mendengarnya dan terus menyelam.

"Woi! Cincin lo di gue! Nanti sekuriti dateng! Nessa!" teriak Dion lagi. Benar-benar panik.

Cassie masih meraba-raba dasar danau. Pokoknya, selama masih ada di bumi, di mana pun itu, akan ia cari. Itu satu-satunya kenangan dari Erik yang tersisa.

Dion semakin bingung. "Sialan, masa gue musti ikutan nyebut?" gerutu Dion. Bingung, akhirnya ia ikut masuk ke danau. Ia ikut menyelam dan menarik lengan Cassie.

"Heh, cincin lo masih ada di sini!" Dion berhasil menyeret Cassie ke daratan. Ia menunjukkan cincin Cassie.

"Erik..." Cassie menggigil kedinginan. Ia menatap cicinnya dengan tatapan lega.

"Lo gila! Cuma demi cincin yang bahkan bukan punya lo ini, lo masuk ke danau tengah malem di suhu dingin kayak gini!" Keduanya berdiri menggigil kedinginan dan basah kuyup di daratan.

"Lo nggak ngerti arti cincin ini buat gue! Lo cuma anak papi manja yang nggak bisa menghargai barang orang lain! LO EGOIS!" Cassie berteriak meluapkan kemarahannya, hingga kepalanya pusing, dan tiba-tiba pandangannya kabur. Ia terhuyung, lalu pingsan.

"Nessa!" Dion kaget. Ia menepuk-nepuk pipi Cassie. Tubuh perempuan itu dingin sekali.

"Hey! You!" Seorang penjaga datang.

Sial! Mereka bisa ditangkap. Dion segera menggendong Cassie memasuki apartemen. Susah payah ia mengangkat tubuh Cassie.

"Shit! Lo berat banget, kampret!" Dion kesulitan menekan tombol lift sambil menggendong Cassie. Ternyata menggendong wanita tidak seromantis di film-film. Apalagi tinggi badan Cassie hampir sama dengan tingginya, otomatis ini cewek mayan berat.

"Woi, bangun! Woi!" Dion tidurkan Cassie di sofa. "Ini gue harus gimana?" Dion bingung sekali. Wajah Cassie sudah pucat kebiruan. Haruskah ia mengganti baju perempuan ini?

"Ah... bodo amat!" Dion tidak peduli. Anggep aja ini demi kemanusiaan. Daripada ini cewek mati. Maka, ia melepas sepatu dan jaket Cassie terlebih dahulu. Lalu, tibalah pada momen yang mendebarkan. Perlahan dan ragu-ragu, ia membuka kancing baju Cassie.

"Oh... no!" Dion berhenti, ragu-ragu, saat dua kancing sudah terbuka dan ia mulai melihat bra merah yang Cassie pakai. "Astaga... kenapa dia suka banget warna merah, sih!"

Dion geleng-geleng kepala. Bagaimana pun dia juga laki-laki normal. Dan hidangan di depannya ini terlalu lezat.

"Duh... Faklah! Niat gue teh nolongin!" Dion kembali fokus membuka kancing baju Cassie. Tapi, kali ini ia berhenti ketika melihat tato di dada perempuan itu. Tato mahkota.

"Uhuk...uhuk!" Tiba-tiba Cassie bangun dan terbatuk. "Heh! Lo buka-buka baju gue!"

Dion kaget. Ia segera beralasan. "Enggak! Itu... itu baju lo kebuka sendiri wakto lo nyelem tadi! Lagian, lo udah bagus gue tolongin! Berat, tahu, gendong lo!"

Cassie menatap marah. Masih curiga. "Awas lo bohong!"

"Enggak. Sumpah! Demi Neptunus! Astaga! Gue kagak napsu ngelihat punya lo!"

"Gua colok mata lu! Balikin cincin gue!" protes Cassie. Wajahnya masih pucat kebiruan. Kedinginan parah. Membuat Dion kasihan dan akhirnya melepaskan cincin itu.

"Iya iya, nih!" Dion memberikan cincin itu.

"Gua gorok leher lu kalau lu berani ngambil barang gua lagi!" Ancam Cassie dan segera masuk kamar berganti baju. Sedangkan Dion, ia masih memikirkan tato mahkota itu, dan seingatnya Siera pernah menyebutkan tato mahkota yang dimiliki dokter incaran BCJ itu.

*******

Menurut kalian Cassie galak banget nggak sih???? Apa kurang galak? ^_^ komen ya biar aku rajin upload

New York in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang