Bara and His Arm

98 10 1
                                    




Bara berjalan di lorong stasiun kereta bawah tanah New York. Ia telah mendapat kabar dari Dion jika Cassie akan bergabung di tim mereka sebagai penerjemah. Sambil berjalan dan menyesap kopinya, Bara membaca CV milik Cassie yang Cassie tulis dengan nama samaran Nessa Anastasia.

"Nessa Anastasia, ternyata dia bisa lima bahasa? Wow!" Bara yang tidak tahu siapa Cassie sebenarnya terkagum-kagum, karena setahunya Cassie hanya seorang baby sitter.

Bara, seorang ahli hukum berpengalaman yang selalu hidup lurus, biasanya amat ketat dalam merekrut seseorang. Tapi kali ini, entah kenapa ia tidak banyak bertanya tentang Cassie. Ia setuju saja saat Dion mengusulkan Cassie bergabung. Maka, pagi itu ia datang ke apartemen Dion dan segera bertemu Cassie.

"Nessa, jadi kamu mau bergabung di tim saya dan Dion sebagai penerjemah?" tanya Bara di ruang tamu. Dion sedang mandi dan Bella sudah tidur di kamarnya.

"Iya," jawab Cassie. "Boleh?"

"Ya, tentu saja boleh," kata Bara. "Dari mana kamu bisa lima bahasa?"

"Emm.. saya sering jadi baby sitter orang dari berbagai negara," jawab Cassie asal.

"Oh... menarik!" Bara tersenyum. Percaya begitu saja. "Oke, kalau gitu kamu ikut saya siang ini ketemu klien dari Rusia. Kamu bisa?"

Cassie menatap tidak percaya. Hari pertamanya kerja, ia sudah mendapat tugas. "Hmm... oke."

Akhirnya, siang itu Bara mengajak Cassie bertemu seorang klien Rusia. Tapi, sialnya klien itu tidak kunjung datang. Mereka menunggu berjam-jam. Cassie sampai mengantuk sekali. Apalagi tadi pagi ia harus mentraining Dion. Ia kelelahan. Ia berkali-kali menguap. Ia lihat Bara sibuk sendiri dengan tab dan berbagai dokumennya. Jadi, sepertinya tidak masalah kalau ia tidur sebentar. Akhirnya ia memejamkan mata dan benar-benar ketiduran di sofa kafe.

"Nessa?" Bara menepuk pundak Cassie.

Cassie diam saja. Pulas tertidur. Bara tersenyum. Ia merapikan poni di kening Cassie yang sedikit tidak rapi, seperti kebiasaannya dulu ketika masih bersama Alisa, mendiang calon istrinya.

"Alisa..." Bara melihat Cassie seperti melihat tunangannya dulu. Ia perlahan-lahan mendorong kepala Cassie agar bersandar di bahunya. Tapi di luar dugaan, Cassie justru mendekat dan memeluk lengan Bara.

Bara tentu terkejut Cassie memeluknya. "Nessa?" panggil Bara.

Cassie masih memejamkan mata. Ia tersenyum sedikit. "Erik..." gumam Cassie.

"Erik?" Bara jelas mendengar Cassie menyebut nama seorang laki-laki. "Siapa Erik?"

Cassie masih tertidur dan tersenyum. "Erik... I love you!"

Bara tercengang mendengarnya. Ia membiarkan Cassie tidur dan memeluk lengannya beberapa saat. Ia juga melihat cincin yang Cassie kenakan. Ia menarik kesimpulan, itu pasti cincin pernikahan Cassie bersama Erik. Lalu di mana laki-laki itu sekarang? Jangan-jangan sudah meninggal seperti Alisa, karena Bara seperti melihat sorot matanya sendiri ketika menatap Cassie.

PIIIM...PIIIIM... sebuah klakson mobil berbunyi. Rupanya di luar sana ada orang menyebrang jalan tanpa melihat rambu-rambu sehingga membuat mobil-mobil mengklakson keras-keras. Akibatnya, Cassie terbangun, dan ia kaget sekali saat sadar ia sedang memeluk lengan Bara.

"Maaf!" kata Cassie. Ia buru-buru duduk menjauh. Ia malu sekali. Ia menunduk.

"It's okay!" Bara tersenyum. "Ngomong-ngomong, tadi kamu manggil saya Erik."

"Oya?" Cassie lagi-lagi terkejut. Ia takut ia mengatakan hal-hal rahasia tanpa ia sadari. Ah.. kenapa ia sering sekali berhalusinasi akhir-akhir ini?

"S-saya bilang apa aja ya waktu saya tidur tadi?" tanya Cassie khawatir.

New York in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang