Warm Eyes

211 13 4
                                    




Dion merasa akan lebih mudah menjaga Bella, Dinda, dan Cassie sekaligus jika mereka tinggal di tempat yang sama. Maka ia berpikir bagaimana caranya agar Cassie mau tinggal di apartemennya.

"Nessa, gimana kalau hari ini lo nginep di sini aja. Jagain Bella sampai dia sembuh." Dion beralasan.

"Tapi Bella udah turun panasnya. Besok juga dia udah sembuh. Gue nggak perlu nginep di sini."

"Emm... ya buat jaga-jaga aja kalau demamnya Bella kumat lagi," kata Dion.

Cassie menatap Dion. "Bella udah baik-baik aja. Dia udah mau makan, udah bisa ketawa-tawa. Besok dia udah sembuh. Gue nggak perlu nginep di sini."

"Nessa, please! Gue tambahin bayaran lo jagain Bella. Oke?"

"Bella beneran udah sembuh!" Cassie terus menolak. Dion sampai bingung. Hingga akhirnya, Dion harus mengeluarkan senjata terakhirnya.

"Gue takut ayahnya Bella nyulik Bella lagi," kata Dion. Ia yakin kali ini Cassie tidak akan tega meninggalkan Bella. "Lo tahu, kenapa Bella jadi sakit gini? Karena semalem Bella dibawa kabur sama ayahnya. Well, gue belum pernah cerita hal ini ke elo, ya? Jadi, ayahnya Bella, Jordan, dia bukan orang baik-baik dan dia selalu berusaha bawa kabur Bella."

Cassie terdiam. Ia tentu tahu siapa Jordan dan bagaimana Jordan. Bahkan ialah yang semalam menyelamatkan Bella dari Jordan hingga ia tertembak.

"Jadi, gimana? Bisa lo tinggal di sini beberapa hari ini aja?" tanya Dion lagi, penuh harap. "Sampai Bella sembuh, sampai gue bisa dapet penjaga khusus buat jagain Dinda dan Bella."

Cassie mempertimbangkan permohonan Dion. Mengingat Jordan menculik Bella, sungguh membuatnya khawatir.

"Oke, gue nginep di sini hari ini." Akhirnya Cassie bersedia, sesuai prediksi Dion.

***************



Mendengar Cassie hari itu menginap, Bella senang sekali. Balita itu tiba-tiba ceria. Ia menarik Cassie ke kamarnya.

"Ante, ayo bobok cama Bella!" Balita itu menarik tangan Cassie.

"Bella pelan-pelan! Biarin Tante jalan sendiri!" perintah Dion, khawatir dengan kondisi Cassie.

Cassie tersenyum. Ia senang sekali Bella sudah kembali aktif. Sambil memegangi perutnya, ia mengikuti Bella.

"Ante, bobok sini!" Bella menyuruh Cassie tidur di sebelahnya. Cassie menurut. Ia berbaring di sebelah Bella dan balita itu langsung memeluk--sedikit melompat--ke tubuh Cassie.

"Aaaaaa!" Cassie langsung berteriak kesakitan karena Bella menekan perutnya.

"Bella! Astaga!" Dion segera mengangkat Bella dan menggendongnya. Jantungnya hampir copot melihat Cassie kesakitan. "Lo nggak apa-apa? Perlu gue bantu apa?" tanyanya panik.

Cassie menggigit bibirnya. Ia berpura-pura baik-baik saja. "Nggak. Gue barusan cuma kaget aja Bella tiba-tiba meluk gue!" katanya bohong.

Padahal Dion tahu Cassie sedang menahan sakit. Ia benar-benar panik.

"Beneran? Perlu gue bantu apa? Panggil ambulans?"

"Nggak perlu! Emang gue kayak mau mati?!" Cassie berkata pendek.

Padahal di mata Dion, ya Cassie tampak seperti hampir mati. Ia benar-benar khawatir.

"Bella bobok sama Om Yoyon aja, ya!" kata Dion pada Bella.

"Bella mau bobok cama Anteee!" Balita itu kecewa.

"Kasur Bella sempit. Nanti Bella nendangin Tante terus! Tante biar bobok sama boneka Papah Gajah, Mamah Gajah. Oke? Kasian, tuh, boneka Bella bobok sendirian." Dion berusaha merayu Bella.

Balita itu menatap boneka-bonekanya. "Ya udah. Ante bobok cama Papah Gajah, Mamah Gajah, Papah Penguin, Mamah Penguin, cama boneka-boneka lain ya!" Balita itu minta turun dari gendongan Dion, lalu berlari ke kotak mainannya. Ia mengambil seluruh bonekanya dan menaruhnya di kasur, hingga nyaris mengubur Cassie dengan semua boneka itu, yang lagi-lagi membuat Dion jantungan. Berkali-kali Dion harus menyingkirkan boneka itu dari tubuh Cassie.

"Bella, udah! Ini bonekanya udah banyak! Nanti Tante nggak bisa gerak!" kata Dion melarang Bella menambah boneka lagi. Cassie cuma tertawa.

"Iya-iya, udah!" Bella akhirnya berhenti menata boneka. "Oke, dadah Ante. Ante jangan takut bobok sendilian, ya! Kan, Ante udah gede jadi nggak boleh takut bobok sendilian, ya! Oke?" Bella malah ceramah.

Dion dan Cassie seketika tertawa mendengarnya.

"Kamu itu anak kecil, kok, malah ngasih tahu orang gede, sih!" protes Dion.

Bella cuma nyengir saja. Balita itu lalu tiba-tiba berlari keluar. "Om Yoyon, Bella bobok yang deket jendela, ya!" katanya berlari ke kamar Dion duluan.

"Iyaaaaa!" teriak Dion. "Bayi comel!" umpatnya.

Cassie lagi-lagi cuma tertawa. "Ya ampun, Bella lucu banget, sih!" katanya gemas. Entah sejak kapan balita mungil yang dulu ia panggil setan cilik itu kini berubah menjadi malaikat kecil menggemaskan begitu.

"Ya udah, buruan tidur!" kata Dion pada Cassie.

Dion memulai kebiasaannya sebelum tidur; mengatur suhu ruangan, menutup tirai jendela, merapikan sepatu di bawah ranjang, mematikan lampu meja, dan mencium kening Bella. Tapi... ups... Ia baru sadar jika yang dihadapannya sekarang bukanlah Bella, melainkan Cassie. Dan ia terlajur mencium kening wanita itu.

Cassie tentu kaget tiba-tiba Dion mencium keningnya. Ia mengerjap-ngerjapkan mata. Keduanya bertatapan salah tingkah.

"Sori. Gue pikir... lo Bella!" kata Dion pelan. Semua tindakannya barusan adalah gerak otomatis yang sudah menjadi kebiasaan ketika mengantar Bella tidur.

Cassie tiba-tiba bingung harus berreaksi seperti apa. Pipinya terasa hangat, dan pasti memerah. Beruntung lampu meja sudah mati, sehingga sumber cahaya hanya tinggal lampu dari luar kamar saja.

"B-b-besok gua tonjok lu, ya!" kata Cassie sok galak, tapi malah jadi gagap.

"Hahahaha!" Dion langsung tertawa mendengarnya. "Oke, gue udah siap mimisan lo tonjok besok!" katanya santai.

Dion tersenyum sambil merapikan selimut Cassie. Ia juga menepikan anakan rambut yang sedikit berantakan di wajah Cassie. Dan saat ia melihat memar-memar kebiruan di wajah Cassie, ia merasa sedih.

"Ini... Ini tadi gue jatuh! Makanya memar!" kata Cassie beralasan. Ia yakin Dion pasti bertanya-tanya kenapa wajahnya kebiruan.

"Hmmmm..." Dion tidak berkomentar. Ia tahu apa yang sebenarnya terjadi dan ia terenyuh akan seberapa sakitnya kekerasan yang Cassie terima demi menyelamatkan Bella. Ia benar-benar merasa tidak berguna sebagai seorang laki-laki. Seharusnya ialah yang babak belur melawan Jordan. Seharusnya ia bisa melindungi orang tersayangnya, termasuk Cassie.

Cassie tidak tahu apa yang sedang Dion pikirkan sekarang. Ia seperti melihat sisi lain Dion. Laki-laki itu biasanya usil, jail, dan kekanak-kanakan. Tapi kali ini kenapa tampak seperti sosok ayah yang penyayang dan hangat?

"Lo buruan tidur sanaaa!" Cassie risih. Ia menyingkirkan tangan Dion dari wajahnya, kalau tidak ia akan semakin salah tingkah di hadapan Dion. "Buruan sana tidur! Bella nanti nangis nungguin lo!"

"Oke!" Dion berdiri dan hendak keluar kamar. Tapi, tiba-tiba ia membungkuk dan mencium kening Cassie sekali lagi. "Tonjok gue dua kali besok!" bisiknya lalu segera pergi. Membuat Cassie terbelalak dan hampir sesak napas karena salah tingkah.

"O my God!" Cassie memegangi jantungnya. "Astaga! Kenapa nggak gue tonjok langsung aja tadi? Kenapa harus nunggu besok? Kenapa juga gue salah tingkah? Dan kenapa dia nyium gueeee? Aaaaaaa!" Cassie menutup mukanya dengan bantal dan berteriak. Malu sekali rasanya. Semoga Dion tidak melihat pipinya yang memerah!

New York in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang