From Joni to Jeni

107 17 22
                                    




Dion tiba saat lampu sudah menyala. Ia mendapati Bara ada di kamarnya sedang mengompres dahinya. "Bar, kenapa jidat lu, bro?" tanyanya.

"Heh, gara-gara lu nih jidat gue benjol! Lu bilang lampu emergency ada di rak dapur. Ternyata itu rak isinya panci, teko, gelas, piring! Ketiban itu semua gua!" omel Bara.

Dion nyengir. "Hehe sori! Lupa gua! Maklum, ini, kan, bukan apartemen gua!"

"Ya lu kenapa sih musti nebeng adik lu? Kita jadi nggak punya markas buat meeting!" protes Bara. "Lu beneran lagi miskin banget, ya, sampe nggak bisa sewa apart sendiri? Gaji lu selama ini kemana aja? Lu pake pacaran?"

Dion mendengus. "Ya biar bisa jagain Dinda sama Bella!" Ia memang pura-pura miskin saja di depan Dinda, agar ia boleh tinggal di sini. Ia khawatir dengan Dinda dan Bella.

Dion lalu melihat luka di kening Bara. "BTW, kenapa nggak lu kasih salep heparin aja?"

"Kata cewek baby sitter itu, mending dikompres es aja biar cepet kempes," kata Bara. Ia lalu berbisik, "BTW, kok, lu bisa dapet baby sitter bening begitu? Ini modus baru lu buat ngegebet cewek, ya?"

"Ngarang lu!" semprot Dion. "Apa untungnya modusin, tuh, cewek. Galak! Dikit-dikit bilang; Gua gorok leher lu! Gua jahit mulut lu! Gua colok mata lu! Gua tendang Joni lu! Gila, tuh, cewek mulutnya kasar banget! Bella aja diajarin ngomong bacot lo! "

"Oya?" Bara mengerutkan kening. "Sama gua baik. Baik banget malah! Dan, gue rasa dia punya pengetahuan luas, loh. Dia ngerti hal-hal medis! Kayak perkara ngompres es ini!"

"Ya elah perkara ngompres es juga emak-emak di kampung ngerti!" Dion masih ngeyel.

"Tapi dia bisa jelasin detail tentang perederan darah, penyempitan pembuluh darah..."

Tok...tok...tok... Dion dan Bara masih sibuk mengomentari Cassie, ketika pintu kamar Dion diketuk dan Cassie muncul di depan pintu.

"Heh! Yoyon, Bella nyariin Papah Gajah sama Mamah Gajah! Di kamar lo nggak?" tanya Cassie to the point sambil melipat tangan di depan dada.

"Papah Gajah sama Mamah Gajah? Boneka gajah pink biru itu?"

"Iya kali!" Cassie celingak-celinguk menjulurkan leher ke dalam kamar Dion.

"Heh! Ngapain lo ngelihat-lihat kamar gue!" Dion berusaha menutupi kamarnya.

Cassie menyipitkan mata. "Emang lo lagi ngapain, Yon? Hayo...Berduaan sesama cowok! Nobar bokep, ya? Atau... jangan-jangan... main pedang-pedangan ya kalian! Dasar pelangi!"

"Heh! Otak lu musti dirukiyah! Jorok bener!" Dion menoyor jidat Cassie dengan telunjuknya. "Udah! Tunggu sini! Gue ambilin Papah Gajah sama Mamah Gajah!"

Dion menutup pintu. Pokoknya jangan sampai Cassie melihat isi kamarnya yang penuh coretan skenario BCJ, bahkan sampai tembok pun ia tulisi dengan kapur. Tak lama, Dion keluar dan memberikan boneka gajah pink dan biru itu. "Nih! Papah Gajah sama Mamah Gajah!"

"Oke, thanks! Lanjutin sono main pedang-pedangannya!" Cassie berbalik pergi.

"Hiiih! Gue rukiyah beneran lu!" Dion menjambak pelan rambut Cassie.

"Aaaa!" Cassie berteriak. "Heh, berani lo ngejambak rambut gue! Gue tendang Joni lo biar rata jadi Jeni!" ancam Cassie. "Eh... tapi, jangan, ding! Ntar lo nggak bisa main pedang-pedangan, dong, kalau si Joni jadi Jeni. Kasian gue sama lo! Ya udah. Nggak jadi, deh! Bye!" Cassie mengibaskan rambut panjangnya sampai menyabet muka Dion.

"Astaga! Ini cewek tampang Hermione kelakuan Voldemort!" Dion ngedumel.

Tapi ia jadi teringat kata-kata Bara jika Cassie sepertinya punya hal unik. Dari awal perempuan itu memang sangat mencurigakan. Bisa bela diri, membawa pistol, lalu tahu hal-hal medis? Dan Dion juga tiba-tiba teringat tato mahkota di dada perempuan itu. Siapa perempuan itu?

"Nessa!" Dion memanggil Cassie yang berjalan dari kamarnya menuju kamar Bella. "Nessa! Woi, Nessa Anastasia!" Dion kembali memanggil. Tapi Cassie masih tidak menoleh. Padahal jarak mereka mungkin hanya tujuh meter.

"Nessa!" Kali ini Dion mengejar dan menghampiri Cassie. "Nessa! Gue panggil lo berkali-kali kenapa lo nggak nengok!" protesnya sambil menahan tangan Cassie.

Cassie menatap Dion. Ia lupa jika kini nama barunya adalah Nessa. "Oh.. gue... gue lagi mikirin hal lain tadi!" katanya beralasan.

Dion memiringkan kepala. "Jangan-jangan lo punya nama lain selain Nessa, ya?"

"Enggak! Nama gue Nessa! Nessa Anastasia! Lo tahu itu!" Cassie buru-buru menjawab.

Penyangkalan yang amat cepat berarti adalah suatu pembenaran. Itu yang Dion yakini. Dan ia merasa tangan perempuan itu tiba-tiba berkeringat dingin di dalam genggamannya. Cassie menelan ludah. Gugup. Ia buru-buru melepaskan tangannya dari genggaman tangan Dion. Sialnya Dion menangkap ekspresi gugup itu. Dan itu membuatnya semakin curiga jika ada hal aneh pada perempuan di depannya ini.

******

Malam itu Dion segera mencari tahu identitas Nessa Anastasia. Ia mencari  nama itu di semua sosial media, tapi tidak ada. Mana mungkin di zaman modern begini seseorang tidak punya satu pun sosial media. Itu aneh! Dion lantas mencari di situs gelap. Tiga tahun mengurus masalah BCJ, ia jadi cukup akrab dengan situs gelap. Ia ketik nama Nessa Anastasia, tapi tetap tidak ada juga. Kenapa bisa? Siapa perempuan itu?

Dion terus berpikir. Ia ingat saat pertama kali bertemu, perempuan itu sangat takut mendengar suara sirine mobil polisi.

"Apa dia beneran penjahat? Buron?" Dion lantas mengetik berbagai kata kunci kriminalitas. Dan segera di situs gelap itu muncul daftar pencarian orang dengan berbagai kasus kriminal. Salah satunya seorang wanita bertato mahkota.

"Mahkota?" Dion penasaran. Wanita itu mengenakan cocktail dress dengan pundak terbuka yang membuat sebuah tato mahkota di tulang belikatnya terlihat.

Dion memperbesar foto wanita itu. "Nessa?" Dion merasa wanita di foto itu sedikit mirip dengan Nessa yang ia kenal. Dion lalu membaca keterangan di bawah foto itu.

"Cassandra Helen, 27 tahun, tinggi sekitar 170-175 cm, warga negara Indonesia, menguasai teknik bela diri." Dion membaca keterangan itu. Ia jadi teringat saat seorang Nessa Anastasia membanting laki-laki Latin di depan club. Semua keterangan itu sama dengan sosok Nessa yang Dion temui.

"Profesi dokter. Lulusan Universitas Columbia Amerika. Menguasai 4 bahasa: Indonesia, Inggris, Belanda, Rusia." Dion kembali membaca.

Dokter? Dion memincingkan mata. Ia teringat kata-kata Bara jika perempuan itu paham hal-hal medis. Ia juga ingat Cassie pernah menjebaknya dengan percakapan bahasa Belanda.

"Dokter? Cassandra Helen? Orang yang namanya Cassandra biasanya juga sering dipanggil Cassie." Dion mengerutkan kening. Ia tiba-tiba teringat sesuatu. "Cassie & Erik. Di cincin dia ada nama Cassie. Jangan-jangan itu Nessa?" Dion masih ragu. Ia kembali membaca dan betapa terkejutnya ia saat menemukan status buron di akhir tulisan.

"Status : Buron. Kasus: pembunuhan." Dion menutup mulutnya. Shock. Pembunuhan? Ia teringat bagaimana Nessa takut sekali mendengar sirine mobil polisi dan cepat-cepat kabur.

Dion kembali melihat wajah wanita bertato di foto itu. Wanita di foto itu berambut pirang dan memakai make up tebal di tengah pesta. Sedangkan Nessa yang ia lihat selama ini berambut cokelat gelap, berponi, dan tidak memakai make up. Tapi, warna rambut dan make up adalah dua hal yang mudah diubah. Jadi... mungkinkah Nessa itu Cassie? Dokter yang sekarang menjadi buron karena kasus ... pembunuhan?

******

Gimana jadinya nih? Apakah Dion akan tetap membiarkan Cassie jadi baby sitternya Bella setelah tahu Cassie itu pembunuh? Apakah dia tetep keukeuh mau nyuruh Cassie nyuri dokumen BCJ? Apa sih emang isi dokumen BCJ itu? Nantikan chapter selanjutnya. pokoknya upload kalau komen tiap chapternya rame ^_^ inget ya tiap chapter, bukan di chapter ini doang wkwkwk

New York in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang