New York. Pagi hari. Penghujung musim gugur. Matahari masih terlihat sedikit malu-malu. Membuat New York tidak kunjung hangat, dan terus terasa dingin dengan hembusan angin penghujung musim gugur.Pagi itu, Bara Aditya berbalut mantel bulu hangatnya, bertelepon memakai earpod sambil meneliti laporan di layar ipad. Ia selalu sibuk. Baginya time is money. Kalau bisa diselesaikan sejak kemarin, kenapa baru diselesaikan sekarang. Prinsipnya bukan lagi sekali dayung dua tiga pulau terlewati, tapi dua tiga planet, bahkan dua tiga galaksi harus bisa ia lewati! Begitulah ia bisa mengimbangi Dion Sang CEO yang kerjanya cuma macarin cewek sana-sini. Coba nggak ada Bara, perusahaan udah ambles.
"Oke. Itu laporan keuangan udah clear. Besok kalau pihak audit nelpon, omelin aja. Lo katain aja anjing, kucing, sapi, babi, biri-biri. Terserah! Nggak usah takut. Laporan pajak kita udah bersih. Oke?" Bara berkata cepat pada rekan kerjanya di telepon.
Bagi Bara, semua masalah harus selalu tunduk padanya. Dengan karakter seambisius itulah ia berhasil menjadi CCO (Chief Complience Officer) termuda di sebuah perusahaan minyak internasional. Tapi sekarang, ia rela melepas karier cemerlangnya di perusahaan internasional itu, dan bergabung di perusahaan start up Dion.
Ting-tong... Pagi itu Bara menekan bel apartemen Dion. Tiap membahas masalah BCJ, ia hanya membahas berdua dengan Dion tanpa karyawan lain.
"Yes? Can I help you?" Pintu terbuka, dan Cassie keluar.
Bara mengamati Cassie. "Saya orang Indonesia. Saya cari Dion."
"Oh orang Indo!" Cassie terkejut. Ia pikir Bara orang Jepang atau Korea karena bermata irit dan berkulit putih ala Oppa-Oppa Korea.
"Kamu siapanya Dion? Pacarnya Dion?" tanya Bara.
"Bukan!" Cassie langsung menggeleng. "Saya baby sitter keponakannya!"
"Oya?" Bara tidak percaya. Biasanya cewek bening begini sudah langsung disikat Dion. Atau sekarang Dion punya modus baru buat memperdaya cewek?
"Dion baru keluar. Tunggu aja sebentar di ruang tamu," kata Cassie.
"Saya nunggu di kamarnya aja!" Bara tanpa permisi langsung menuju ke kamar Dion.
Cassie sedikit heran. Cowok-cowok berduaan di kamar? Mau ngapain? Mereka homo? Cassie tidak peduli dan memilih segera masuk ke kamar Bella.
Bara memang sering mengunjungi Dion. Kamar Dion bukan cuma tempat tidur, melainkan markas yang penuh peta rencana balas dendam terhadap BCJ. Ya, Bara bergabung ke start up milik Dion berbekal dendam yang sama. Tunangannya meninggal karena BCJ. Dulu, BCJ adalah partner bisnisnya. Ia berbisnis baik dengan Jordan serta Alan Liem. Tapi kemudian ketika perusahaan Bara mulai bangkrut, BCJ justru mengkhianatinya dan mencelakai tunangannya.
"Jadi, revenue BCJ di Indonesia tahun ini menurun drastis?" Bara melihat perhitungan yang telah Dion buat di papan tulis. "Kenapa revenue mereka bisa turun drastis, ya?"
Bara berpikir keras, tapi tiba-tiba lampu apartemen mati. Gelap total.
"Kenapa, nih?" Bara berjalan keluar sambil menyalakan senter HP. Di luar kamar ternyata Cassie juga sudah menyalakan senter HP.
"Ada lampu emergency?" tanya Bara pada Cassie.
"Kata Dion ada lampu emergency di rak atas dapur. Bisa tolong ambilin? Saya senterin."
"Oke!" Bara menuju dapur dan segera membuka rak atas, tapi kemudian ... "Aduh!" Bara justru tertimpa teko, panci, dan berbagai peralatan memasak.
"Astaga!" Cassie mendekat. "Kenapa isinya malah peralatan masak?" Cassie membaca lagi pesan yang Dion kirim. "Ah... si Dion salah ketik. Ada di rak kamar, bukan dapur!" katanya setelah membaca pesan kedua Dion.
Bara memijit keningnya yang sepertinya bengkak. Cassie menyorot kening Bara dengan ponselnya dan mengecek. "Aduh... bengkak, ya? Sini-sini, kasih es batu biar nggak bengkak!"
"Pakai heparin aja. Dion punya salep buat bengkak, kok!"
"Jangan! Heparin itu pengencer darah. Nanti malah tambah bengkak karena darah terlalu encer dan perdarahannya nggak berhenti-berhenti! Dikompres es dulu biar pembuluh darahnya menyempit, jadi perdarahannya bisa ditekan. Baru besok pakai heparin biar darah lancar lagi."
Cassie menuju ke kulkas dan mengambil es batu serta lap bersih. Lalu, hanya dengan cahaya senter yang minim, ia mengompres kening Bara yang bengkak.
"Aduh... pelan-pelan!" kata Bara saat Cassie menempelkan kompres es itu.
"Maaf-maaf!" Cassie perlahan-lahan menempelkannya. Ia mengamati luka itu. "Untung nggak kena pembuluh vena. Ini cuma memar luar. Paling dua hari juga sembuh."
Bara mengamati Cassie yang tampak serius mengecek lukanya. Sekilas ia seperti sedang melihat tunangannnya. Gaya rambut Cassie yang kecokelatan dengan poni, benar-benar mirip tunangannya. Samar-samar ia juga bisa mencium parfum white floral tipis yang Cassie kenakan, mengingatkannya pada tunangannya.
"Anyway, darimana kamu tahu detail hal-hal medis kayak gitu?" tanya Bara.
"Emm..." Cassie bingung menjawab. "Dulu, di sekolah diajarin, kan? Di PMR!"
"Oya?" Bara heran. "Hebat banget kamu masih inget teori itu sampai sekarang!"
"Emm... saya ke kamar Bella dulu. Nanti Bella bangun!" Cassie memilih pergi, daripada ditanyai macam-macam. Sebagai buron, ia tidak mau membuka diri pada siapa pun.
Bara mengompres keningnya sendiri sambil mengamati Cassie yang menghilang di kamar Bella. Ia, Bara Aditya, selalu menjadi manusia tercerdas sejak zaman sekolah dulu. Dan ia pun selalu kagum pada perempuan cerdas, seperti tunangannya dulu yang seorang akuntan handal, dan seperti wanita yang baru saja mengompres keningnya itu....
******
Menurut kalian Bara bakalan jadi sadboy atau malah join Jordan jadi hellboy? tulis ya teori konspirasi kalian. wkwkwk kalian banyakin komen, aku banyakin upload ^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
New York in Love
JugendliteraturNessa alias Cassie, jago bela diri, jago menembak, dan sangat independen. Ia kini tinggal di New York, untuk melupakan kisah cintanya yang sangat menyedihkan di tanah air. Lalu, suatu ketika ia bertemu musuh lamanya yang membuatnya terancam dan jadi...