Jordan mengompres pipinya yang terluka dengan lap hangat. Cassie menyiramnya dengan cairan pembersih lantai berbahan karbon tetraklorait. Untung kulitnya hanya panas kemerahan. Kalau tidak, ia harus mengulang prosedur operasi plastiknya lagi."Jordan, bagaimana perkembangan misi kita? Kamu sudah membunuhnya?" Alan Liem datang dengan sebotol wine produksi Wisconsin bertahun 1989.
"Saya sudah mengintainya seharian ini, Pak. Saya tahu aktivitas hariannya," kata Jordan.
"Oke good!" Alan Liem menyulut rokoknya. "Bunuh perempuan itu!"
"Baik, Pak!" Jordan mengangguk. Ia bisa melakukan apa saja, tanpa terdeteksi radar para polisi ataupun intel. Dan ini akan menjadi permainan yang sangat menyenangkan. Belakangan ini ia sangat bosan berhubungan dengan kekasihnya. Menyewa perempuan panggilan pun tidak memuaskannya. Padahal Alan Liem sudah menghadiahinya wanita bertarif paling mahal. Tapi semuanya terasa hambar. Dan sekarang saat bertemu Cassie, ia seperti sedang memainkan permainan baru; berburu rusa betina cantik idamannya.
******
Petang hari, Cassie terbangun. Kepalanya pusing. Dan samar-samar ia masih teringat bagaimana Jordan memukulnya, menyeretnya, hingga nyaris memperkosanya.
"Ayo, Cassie. Lo nggak boleh terus ketakutan!" Cassie meraup wajahnya. Menyemangati dirinya sendiri. Ia lantas melihat ke sekeliling dan baru sadar jika ia ada di kamarnya Dion. Ia bangun dengan lemas, lalu segera keluar kamar. Dion pasti bertanya-tanya kenapa tadi ia berteriak-teriak ketakutan, bahkan tiba-tiba pingsan. Ia harus segera mengarang alasan, agar Dion tidak curiga. Tapi saat ia keluar kamar, ternyata Dion sedang bertengkar dengan Dinda. Dan, sumber pertengkaran mereka adalah dirinya.
"Nah, ini orangnya akhirnya bangun!" teriak Dinda dengan nada menyindir. Wanita itu masih memakai setelan blazer kantornya. Ia mendekati Cassie dan mendorong kepala Cassie kasar. Marah. "Heh, kamu saya bayar buat jagain anak saya! Kenapa kamu malah enak-enakan tidur sama kakak saya? Kalian ngapain aja selama saya kerja? Perempuan murahan!"
PLAK! Dinda menampar Cassie keras-keras, hingga Cassie yang masih lemah terjatuh. Rupanya Dinda marah karena ketika ia pulang kantor, Cassie bukannya menjaga anaknya tapi justru tidur di kamar Dion. Ia salah paham dan marah besar. Membuat Cassie yang bahkan masih terguncang dengan permasalahannya sendiri, jadi semakin down.
Dion menengahi, "'Dinda, kamu jangan nuduh orang sembarangan. Dia tadi sakit, pingsan. Ya masa kakak biarin aja? Kamu jangan mikir aneh-aneh, dong! Kalau kakak bawa dia ke kamar kamu, kamu juga bakalan marah, kan?!"
Dinda tidak mau kalah, "Alah! Kakak banyak alesan! Dari awal kakak tinggal di sini, aku udah nggak suka! Kakak cuma numpang tinggal gratisan doang! Semuanya aku yang bayar! Dan sekarang Kakak sama cewek pembantu ini malah enak-enakan pacaran! Kakak inget, dong! Papi udah keluar biaya banyak buat ngirim kakak kuliah di sini! Dan perusahaan Papi itu lagi bangkrut! Inget!"
"Dinda, STOP! Kamu kelewatan!" Dion marah sekali dengan ucapan Dinda. Keduanya bertengkar hebat, saling berteriak, membahas berbagai masalah yang melebar ke mana-mana.
Bella, balita mungil itu menatap takut sambil memeluk boneka Papah Gajahnya. Ia duduk di lantai, di balik sofa. Ketakutan mendengar suara bentakan Dinda dan Dion. Cassie merasa kasihan. Tapi bahkan kondisinya sendiri saja sedang tidak stabil. Rasanya ia tidak punya sisa tenaga untuk sekedar memeluk dan menenangkan balita itu. Lagi pula, Dinda, si ibu balita itu berlaku jahat kepadanya. Jadi, kenapa ia harus berlaku baik pada anaknya? Biar saja balita itu ketakutan, agar bukan ia satu-satunya yang punya masa kecil traumatis penuh penderitaan. Ia tidak mau jadi satu-satunya orang yang menderita. Toh, saat ia menjadi orang baik, ia justru tertimpa sial seperti saat menolong Madelaine kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
New York in Love
Teen FictionNessa alias Cassie, jago bela diri, jago menembak, dan sangat independen. Ia kini tinggal di New York, untuk melupakan kisah cintanya yang sangat menyedihkan di tanah air. Lalu, suatu ketika ia bertemu musuh lamanya yang membuatnya terancam dan jadi...