Cassie memapah Dion menaiki tangga ke apartemennya. Ia sendiri juga masih kesakitan, tapi ia bisa menahannya.Lantas begitu sampai apartemen, Cassie segera membaringkan Dion di ranjang dan ia mengenakan masker serta sarung tangan medis.
"Gue nggak punya obat bius dosis tinggi lagi. Jadi, lo bakal masih ngerasa sakit. Lo harus tahan, oke?" Cassie menyuntikkan obat bius ke tangan Dion.
Samar-samar Dion masih bisa melihat sedikit bagaimana Cassie melakukan langkah demi langkah persiapan operasi. Wanita itu mengambil berbagai peralatan medis dan menatanya di meja, lalu menggunting baju Dion. Cassie begitu cekatan dan tampak sudah terbiasa melakukan semua prosedur medis ini. Dion benar-benar sedang melihat Cassie yang berprofesi sebagai seorang dokter. Bukan Nessa si penjual minuman keras sekaligus pengasuh bayi lagi.
"Tahan, oke?" Cassie memulai prosedur operasinya. Ia mengambil proyektil peluru di lengan Dion. Beruntung, itu hanya senapan angin yang biasa digunakan sekuriti, bukan pistol kaliber besar yang bisa menembus daging manusia.
"Aaargh..." Dion mengerang kesakitan saat jarum mulai menusuk kulitnya.
"Tahan, sebentar lagi." Cassie menjahit luka Dion dengan hati-hati.
Dion sudah sangat lemas. Perlahan ia mulai tidak sadarkan diri terkena pengaruh obat bius. Ia tertidur dan Cassie segera mengelap seluruh darah di tubuh Dion serta menyelimutinya.
Cassie membereskan seluruh peralatan medisnya termasuk baju-baju Dion yang penuh darah. Lantas, ia menemukan cincin miliknya ada di saku jaket Dion. Karena mengambil cincinnyalah Dion tertembak. Cassie sedikit merasa bersalah. Tapi, ia lebih penasaran bagaimana Dion tahu nama aslinya dan identitasnya sebagai dokter?
Jika terkait nama aslinya, mungkin Dion tahu karena membaca tulisan di dalam cincinnya. Cassie dan Erik. Tapi dari mana Dion tahu jika ia adalah dokter? Dion hanyalah seorang warga sipil yang tentu tidak punya teknik analisis seperti layaknya detektif atau intel. Lalu bagaimana Dion bisa tahu? Sejak kapan? Sebanyak apa yang Dion tahu? Dan untuk apa Dion mencari tahu?
***********
Dion terbangun pagi harinya. Ia langsung teringat Bella dan Dinda yang ia tinggalkan. Ia berusaha meraih ponselnya yang tergeletak di meja.
"Lo nggak boleh banyak gerak!" Cassie datang sambil membawa sebuah kemeja polos ukuran besar.
"Gue harus nelepon Dinda. Gue takut Jordan nyulik Bella!"
Cassie bisa paham. Dion sebagai satu-satunya laki-laki di keluarga kecil itu pasti akan terus memikirkan Dinda dan Bella. Akhirnya, ia mengambilkan ponsel Dion dan Dion segera menelepon Dinda.
"Halo? Dinda? Kamu di rumah baik-baik aja, kan? Kakak udah kirim sekuriti tambahan buat stay di apartemen. Kalau butuh apa-apa kamu order online aja, oke? Jangan ke mana-mana sementara waktu. Kakak masih di luar."
Cassie mendengar Dion yang bertelepon di hadapannya. Dinda terdengar memprotes keputusan Dion yang seperti mengurungnya dengan sekuriti tambahan itu. Tapi Dion berkata tegas hingga akhirnya Dinda mau patuh.
Dion meletakkan ponselnya. Ia berusaha duduk dan Cassie membantunya.
"Lo pakai baju ini!" Cassie memberikan kemeja itu.
Dion memakainya. Ia sedikit kesusahan, maka Cassie kembali membantunya. Dion mengamati Cassie yang berada begitu dekat untuk mengancingkan kancing baju Dion satu per satu.
"Jadi, sekarang gue berhadapan sama Dokter Cassie? Bukan Nessa penjual minuman keras lagi?" tanya Dion.
Cassie berhenti mengancingkan baju Dion. Ia menatap Dion. "Dari mana Lo tahu tentang gue?" tanya Cassie dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
New York in Love
Teen FictionNessa alias Cassie, jago bela diri, jago menembak, dan sangat independen. Ia kini tinggal di New York, untuk melupakan kisah cintanya yang sangat menyedihkan di tanah air. Lalu, suatu ketika ia bertemu musuh lamanya yang membuatnya terancam dan jadi...