Syaza 4

312 8 0
                                    

"Rawat anak saya sampai lututnya sembuh!"

Syaza termenung, tak menyangka kejadian seperti ini akan menimpa dirinya. Dia mendapat tanggung jawab penuh atas kesembuhan Nuha, padahal bocah itu terjatuh dengan sendirinya.

"Sabar, Syaza ... sabar. Nuha adalah anak didikmu," ujarnya bergumam sendiri.

Malam itu setelah makan malam seadanya, Syaza duduk di beranda kecil kediamannya. Bulan yang bersinar terang di atas sana begitu indah terlihat. Malam tak begitu tinggi tapi suasana terasa sepi, hanya ada beberapa orang yang berlalu lalang disekitar rumah.

Semilir angin malam menggerakan kerudung panjang Syaza, udara malam perlahan terasa dingin, tak baik untuk tubuhnya.

Memutuskan untuk masuk ke dalam rumah, namun geraknya terhenti karena seseorang memanggil.

"Neng Syaza ...."

Spontan menoleh ke arah suara "Iya, oh bibi Hanum. Ada apa bi?"

"Itu ... si Adrian, bikin onar di depan minimarket kong Mansur.

Syaza hanya bisa menghela napas kemudian segera mengunci pintu.

"Terimakasih, bi."

"Neng ...," panggil bibi Hanum.

Syaza berbalik lagi menghampiri bibi itu "Iya bi, ada apa lagi?"

"Bibi kasihan sama kamu, lebih baik segera menikah, nak ... dan tinggal bersama suami kamu. Masalah Adrian, biarkan saja pemuda gila itu. Dia hanya jadi beban dalam hidup kamu, nak."

Ucapan bibi Hanum dibenarkan Syaza dalam hati, sebab tak jarang dirinya merasa terbebani atas kelakuan Adrian yang kerap menimbulkan masalah. Tapi ... hanya Adrian sanak saudara terdekat yang dia punya saat ini, jika tidak bersama Adrian maka dia akan bersama siapa?

Senyuman pahit tergambar jelas di wajah Syaza, bibi Hanum jadi merasa bersalah telah berkata seperti itu.

"Syaza pamit mau jemput paman, ya, bi."

"I-iya, neng. Anu ... maafkan omongan bibi."

Menggeleng pelan "Tidak apa-apa, bi. Kadang-kadang paman Adrian memang bikin saya kesal, tapi sejauh ini Syaza masih betah kok tinggal sama dia."

Hanum semakin merasa bersalah, dia kembali meminta maaf. Dan Syaza, dia terus memaafkan atas perkataan yang sebenarnya sangat menggores hati itu. Siapa sih yang mau hidup dengan manusia berprilaku seperti Adrian, gemar mabuk, gemar judi, gemar berutang, gemar mencuri. Tapi balik lagi ... hanya Adrian keluarganya saat ini.

Adrian duduk di atas lantai sembari bersandar di dinding minimarket. Keano, sang penjaga minimarket terlihat memegang gelas yang sudah kosong.

Syaza lekas menghampiri Adrian, wajahnya basah, terlihat butir air jatuh menetes dari rambutnya.

"Paman ...."

"Maaf, Syaza. Aku terpaksa menyiramnya dengan air. Dia mabuk dan mengganggu pelanggan kami," tertunduk wajah Keano usai memberikan penjelasan.

"Tidak apa-apa, memang seharusnya disiram air manusia menyebalkan seperti ini!" Sentak Syaza menarik lengan Adrian.

"Ayo pulang! Paman sudah besar kenapa selalu membuatku malu!"

"Syazaaaa~~~"

Berbalik dan menatap Adrian yang jalan sempoyongan "Apa!"

"Kamu marrraaahh~~~?"

"Iya!" sahut Syaza kesal.

"Jangan marah!" ujar Adrian meninggikan suara. Saat itu sebuah mobil hendak singgah ke minimarket, mendengar suara Adrian atensinya tersita pada pasangan paman dan keponakan ini.

Istri Untuk AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang