Syaza part 34

221 6 0
                                    

Di kamar yang sepi, seorang pria masih terlelap dalam tidurnya. Kemarin, meski sang malam telah merangkak tinggi, ia kesulitan sekedar memejam mata, alhasil pagi ini ia bangun kesiangan.

Ada suara yang sangat pelan, mengusik dirinya hingga kembali dari alam mimpi. Suara itu seperti benda kecil nan ringan, jatuh ke lantai.

"Apakah turun salju?" Gumam pria itu.

"Airy, buka tirai." Sebuah perintah untuk alat elektronik yang memfasilitasi kamarnya.

"Membuka tirai kamar." Suara khas robot wanita terdengar. Pria ini mengambil duduk setelah melihat butiran-butiran halus berwarna putih turun dari langit.

Setelah sekian lama, ia kembali ke tempat ini. Kediaman yang ia huni ketika masih bersekolah, jauh dari negeri sendiri.

Tring!

Sebuah pesan masuk. Ternyata itu adalah video yang dikirim sang kekasih. Hans, menatap hampa pada jendela kaca"Aku baru kembali, dan musim sudah bersikap dingin padaku."

"Hans, ini salju pertama dalam hubungan kita. Apa kamu sudah bangun? Aku menunggumu untuk sarapan bersama."

Senyum merekah di wajah Mariana, indah. Tapi tak seindah senyum seorang wanita di negeri asalnya. Duhai sang hati, hendak sampai kapan kau enggan berpaling, sedangkan hidup harus terus berjalan maju.

Meletakan benda pipih itu di atas ranjang, Hans berjalan menuju kamar mandi.

Ia membuka tirai, menikmati mandi air hangat sembari menatap butiran salju.

Wajah manis Syaza, terlukis jelas di permukaan kaca. Arggh! Syaza lagi! Syaza lagi. Untuk menyadarkan diri, Hans menenggelamkan diri dalam bak mandi.

"Mariana ... Mariana ...." Seperti membaca mantra, berkali-kali Hans merapal nama sang kekasih. Begitulah cara Hans melupakan Syaza, dengan terus membayangkan wajah cantik dan tubuh indah Mariana.

Dering sang gawai memecah lamunan, segera ia keluar dari bak mandi, memasang handuk pada bagian bawah tubuhnya kemudian menerima panggilan itu.

"Ya .... sayang." Belum terbiasa, namun Hans selalu berusaha memanggil Mariana dengan sebutan sayang itu.

Di sini terlihat jelas cinta Mariana yang lebih besar, ada rasa bersalah dalam diri Hans karena menarik gadis itu ke dalam permasalahan hidupnya.

"Kamu belum bangun? Bukankah kita sudah berjanji akan sarapan bersama pagi ini? Siang nanti aku ada pertemuan dengan para model dari luar negeri, jadi kita tidak bisa makan siang bersama." Celoteh Mariana didengar Hans begitu saja, setelah wanita itu bicara panjang, barulah ia bicara.

Hans meminta maaf, sebab waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang, sudah sangat terlambat untuk sarapan.

"Bagaimana kalau kita makan siang sekarang saja," ujar Hans.

Mariana setuju, meski waktunya mepet. Jam 1 dia sudah harus berada di lokasi pertemuan.

Usai makan siang, Hans mengantarkan Mariana ke tempat selanjutnya. Wanita itu mendaratkan ciuman singkat di pipi Hans sebelum turun dari mobil.

Terkejut dan hendak mengusap bekas lipstik kekasihnya, beruntung Hans mengurungkan hal itu. Bisa-bisa Mariana akan merajuk. Namun dugaan Hans salah, Mariana sendiri yang menghapus bekas lipstiknya di pipi sang kekasih.

"Aku senang kita dapat bertemu dan makan bersama hari ini. Nanti kalau sudah tidak sibuk aku akan menghubungimu." Bagai mentari di pagi nan indah, itulah Mariana. Ia selalu tersenyum, dan membuat hati orang-orang di dekatnya menjadi hangat, sebab ia pandai menempatkan diri dan menghibur orang sekitar.

Istri Untuk AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang