Syaza part 32

83 3 0
                                    

"Bagaimana kehidupan kamu di sana? Nyaman? Kamu sudah cinta sama tuan artis? Atau kamu masih memikirkan bos Hans?"

Menerima telepon dari Adrian di beranda kamar, sembari menatap taman bunga di bawah sana. Awalnya Syaza cukup terhibur sebab sang paman menghubungi dirinya, padahal baru beberapa hari mereka tinggal terpisah. Namun, saat nama Hans disebut, seketika perih di hatinya terasa kembali.

Cinta untuk Gibran ....

Haruskan ia menjatuhkan cintanya kepada Gibran?

Dengan akal sehat Syaza menolak bahwa dirinya menyukai Gibran, mungkin karena sang hati masih tertuju kepada Hans. Padahal, jauh di dalam lubuk hati, pesona pria itu telah mencuri sang hati dan diam-diam membangun mahligai di dalamnya.

"Syaza ...." Adrian memanggil pelan.

"Lupakan bos Hans. Dia sudah menemukan cinta yang baru di sana. Mariana, nama gadis yang sedang dipacarinya."

Mengetahui kabar itu, wajah cantik Syaza terlihat murung. Begitu cepat Hans berpaling darinya, yah ... dan seharusnya ia pun begitu.

"Kemarin dia mengirim fotonya bersama Mariana, kamu mau lihat?"

"Tidak!" seru Syaza cepat.

"Aku tau ini menyakitkan, tapi Syaza ... meski hubungan kalian diawali dengan kesan buruk, Gibran tetaplah suamimu. Kamu selalu menceramahiku, bahwa judi dan mabuk itu haram. Lantas, bagaimana dengan kamu, menyukai pria lain sementara kamu sudah bersuami."

Syaza merasakan, semakin hari Adrian yang gila perlahan menjadi manusia baik. Dan nasihat sang paman kali ini bagaikan pukulan telak yang menghantam sang hati. Syaza kesulitan menelan air ludah, menghadapi menyatakan bahwa apa yang dikatakan Adrian adalah benar.

"Yaaaa," ujarnya diiringi helaan napas pelan nan panjang"aku akan mencoba melupakan bang Hans. Dan terima kasih sudah mengingatkan aku, paman."

Panggilan itu harus berakhir karena Melia juga menghubungi Syaza.

"Syaza ... ada berita mengejutkan!" Melia ini, langsung berteriak ketika panggilan diterima.

"Kenapa? Ada apa? Kenapa kamu panik?" tanya Syaza berdebar.

"Bang Hans ...."

Melia menarik napas sebelum melanjutkan kata-katanya. Di sinilah waktu yang tepat bagi Syaza untuk menyela ocehan sang sahabat.

"Dia sudah memiliki kekasih," pungkas Syaza.

Kini ganti Melia yang terkejut."Oho, kamu sudah tau?"

"Barusan, Adrian mengabariku."
Obrolan mereka terdengar nyaring, sebab Syaza menyalakan loud speaker pada ponselnya.

Ragu-ragu Melia bertanya"Kamu ... baik-baik saja?"

"Tidak," ucap Syaza lemas.

Senja nan indah kerap Hans saksikan dari manik indah Syaza, namun mulai detik ini tak akan ada lagi tatapan hangat seorang Hans untuknya, sebab kedudukannya di hati Hans telah tergeser.

Setitik air bening luruh di pipi Syaza, ia terisak "Ini menyakitkan, Mel. Tapi aku ikhlas. Sebab jalan untuk kami berdua memang tidak pernah ada. Aku bersyukur dia lebih dahulu bisa menambatkan hati pada kekasih yang baru, dan aku akan perlahan mencoba untuk menapaki jalan yang berlawanan dengannya."

Seseorang dari bawah beranda merekam obrolan Syaza dan Melia, juga dengan Gibran sebelumnya. Setelah wanita itu usai menerima telepon, rekaman tersebut langsung dikirim kepada sang tuan rumah, Gibran.

Saat rapat pertemuan dengan CEO majalah KRENZ, Gibran yang semula terlihat serius kini terpecah atensinya, usai menerima dan mendengar isi dari video tersebut.

"Jadi, mereka sama-sama suka," gumam sang hati.

"Kita akan melakukan pemotretan di luar negeri untuk edisi musim ini. Mungkin menghabiskan waktu 2 sampai 3 minggu." Terdengar sayup saja ucapan wakil CEO di telinga Gibran. Tubuhnya memang berada di sini namun tidak hatinya.

***

Berusaha untuk mencintai, itulah yang tengah Hans lakukan saat ini, dalam hubungan asmaranya bersama Mariana.

Berkecimpung di dunia modeling, dari postur tubuh saja sudah menyatakan betapa berbeda Mariana dengan Syaza. Syaza memiliki tubuh yang tak begitu tinggi, dan jika bersanding dengan Hans ... Syaza sangat pas untuk ia peluk.

Akh! Syaza lagi!

Hans mengacak rambutnya kasar, demi mengusir bayangan sang pujaan hati. Yah, hingga detik ini masih Syaza sang pemilik hati dan bertengger pada tahta tertinggi. sedangkan Mariana adalah gadis yang dengan paksa ia masukkan ke dalam hati.

Mariana gadis yang baik, juga penuh perhatian kepadanya. Perjumpaan mereka bermula saat Mariana terjatuh saat melakukan aksinya di atas panggung. Hans yang juga hadir di sana seketika memperhatikan Marina, ia tak malu untuk melanjutkan aksinya meski sempat terjatuh.

Memiliki senyuman yang menawan, sungguh telah banyak pria menjatuhkan hati padanya. Dan, Hans ... atas dorongan sang teman akhirnya berkenalan dengan Mariana.

Tersiksa atas cinta yang kandas, hanya butuh waktu beberapa hari saja Hans mengungkapkan cinta kepada Mariana. Awalnya ia hanya asal, dan tak menyangka gayung bersambut. Mariana mengakui telah menyukai Hans sejak mereka berkenalan.

***

Sang gelap telah memeluk bumi begitu eratnya, saat Gibran kembali ke kediaman.

Jam telah menunjukkan pukul setengah 12, dan seperti biasa ia masuk ke dalam rumah dengan kunci yang dimilikinya, tanpa membangunkan siapapun.

Sedikit mengintip sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar, ternyata Syaza tak ada di sana. Gibran melangkah menuju kamar Nuha, dan benar saja ... wanita yang telah mengusik hatinya itu tengah tertidur bersama sang putri.

Duduk di tepian ranjang, berada tepat di samping Syaza, dipandanginya wajah menawan sang istri.

Semakin dalam ia menatap wajah itu, semakin tenggelam dirinya dalam rasa cinta padanya.

"Apakah aku hanya cinta sendiri? Sementara kamu masih ada cinta untuk orang lain di hatimu?" gumam Gibran.

Syaza terbangun karena suara samar itu,"Gibran ...."

Menatap manik indah sang istri, Gibran seolah mengatakan betapa ia mencintai Syaza. Ditatap seperti itu membuat Syaza gugup. Ia perlahan mengambil duduk agar tak membangunkan Nuha.

"Kamu ... sudah makan?"

"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu," jawab Syaza. Kini ia telah duduk sejajar Gibran di tepi ranjang.

Memegangi perutnya sembari mengurai senyuman "Ya, aku sedikit lapar."

Syaza langsung mengajak Gibran untuk ke dapur. Di tengah malam itu Syaza menghidangkan mie instan atas permintaan Gibran. Awalnya Syaza menolak, ia mengatakan mie instan tak baik untuk tubuh sang suami. Namun, Gibran tetap menginginkan mie instan.

Saat Syaza baru menyalakan kompor dan meletakan panci berisi air di atasnya, tanpa terduga Gibran memeluknya dari belakang.

Waktu seolah berhenti, begitu juga dengan detak sang jantung. Hingga beberapa saat kemudian barulah Syaza bernapas ...."Gi..."

"Syaza, bisakah kamu membalas perasaanku?"

Pelukannya begitu erat. Menghidu aroma tubuh sang istri membuat wajahnya semakin dalam jatuh di ceruk leher Syaza. Aroma manis nan lembut, sepertinya Gibran akan kecanduan akan aroma tubuh wanita ini.

Syaza kembali terdiam, ia kehabisan kata-kata. Sangat tidak menyangka Gibran akan mengatakan hal ini kepadanya. Lantas, jika sudah seperti ini, apakah itu artinya sang suami mencintai dirinya?

To be continued ...

Salam anak Borneo.

Istri Untuk AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang