Syaza part 57

193 4 2
                                    

Tit!!!

Remote untuk menutup tirai secara otomatis terdengar ditekan. Ruangan yang semula terang benderang seketika kehilangan banyak cahaya, menyisakan sedikit cahaya dari daun jendela yang terbuka lebar.

Tiupan angin kembali menggoyangkan helai-helai rambut hitam legam Gibran, dua mata yang semula tertutup kini menatap wanitanya dengan penuh kehangatan.

"Gib .... ran, aku menindihmu," ucap Syaza. Sang jantung rasanya berdetak begitu cepat, sorot mata yang memandanginya dalam-dalam itu menciptakan gelenyar aneh di dalam dada.

Kedua lengan kekar itu memeluk erat pinggang ramping Syaza, alih-alih melepaskan, Gibran justru membalik keadaan, kini Syaza yang berada di bawah tubuhnya.

"Gibran? Aku lebih suka jika dipanggil dengan sebutan sayang, sayangku." Senyum yang menawan, Syaza menahan napas beberapa detik demi mengontrol diri.

"Hei, ada apa dengan wajah memerah ini? Apa hari ini istriku terlalu banyak memakai perona pipi?"

Langsung memegangi kedua pipinya, Syaza ingat betul dia tak memakai perona pipi hari ini, dia kan keluar rumah memakai cadar. Lagipula, dia tidak suka berdandan terlalu berlebihan, wajahnya akan terasa berat seperti memakai topeng.

Menarik jemari lentik sang istri, kemudian mengecupnya lembut. Sebelah tangan Gibran mengusap pipi Syaza, terasa hangat, "Ohooo, ternyata ini bukan perona pipi. Jadi ... sekarang kamu sedang tersipu karena aku?"

Syaza tersenyum, dia sungguh tak tahan dengan godaan Gibran. Alhasil, ia hanya bisa menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Gibran.

"Dih, malu-malu. Siapa tadi yang berani mencuri ciuman ketika aku tertidur?"

"Hentikan, kamu suka sekali menggodaku!"

"Nona Syaza yang cantik, jangan membalikan fakta, siapa yang menjadi pencuri di antara kita? Aku atau kamu?"

Mengangkat wajahnya hingga mereka kembali bertatapan, "Baiklah tuan Gibran, aku minta maaf. Katakan, apa yang harus aku lakukan agar kamu memaafkanku?"

"Kembalikan ciuman yang sudah kamu curi!"

Syaza mengerling manja ke arah lain, dasar lelaki!

"Boleh. Tapi tidak sekarang. Ini sudah lewat jam makan siang, kamu sudah makan belum?" tanya Syaza.

"Belum. Tapi aku akan langsung kenyang kalau ciuman itu kamu kembalikan."

Syaza sangat tahu bagaimana rakusnya seorang Gibran jika sedang menikmati candunya. Dia mewanti-wanti untuk Gibran hanya mengecup bibirnya singkat. Jika dia melakukan lebih dari itu, maka Syaza akan merajuk.

"Aku seorang pria jujur, pria yang berprinsip." Terdengar sangat meyakinkan perkataan Gibran ini.

Kedua mata Syaza terpejam, siap mendapat hukuman karena telah mencuri ciuman dari suaminya.

Namun, apa yang terjadi? Katanya pria yang berprinsip, nyatanya ciuman itu begitu dalam. Membuat Syaza tengelam dalam cinta yang memabukkan. Gibran menarik tubuh Syaza dan kini mereka sama-sama berdiri. Sedikit mengangkat tubuhnya hingga Syaza memijakan kaki tepat di atas kakinya, seperti orang yang sedang belajar berdansa.

Sembari mereguk manisnya candu, Gibran begitu hati-hati mengajak Syaza menuju kamar tamu. Dan tepat ketika pintu di tutup rapat, pergulatan di siang hari ini tak dapat dihindari lagi.

***

Malam hari di apartemen Hans.

Setelah memastikan pakaian apa yang akan dia kenakan, Hans tersenyum simpul baru menyadari betapa antusias dirinya saat ini.

Istri Untuk AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang