"Maaf, Syaza. Pak Gibran akan membawa kasus ini ke dalam rapat orang tua siswa." ibu kepala sekolah mengatakan hal ini dengan berat hati. Sebuah hal baru yang baru Syaza ketahui, Gibran adalah donatur tetap taman kanak-kanak itu.
Tungkai Syaza rasanya melemah, gadis ini luruh ke lantai saat itu juga. Jadi, karena insiden alergi Nuha, dirinya terancam dikeluarkan dari sekolah tempatnya mengajar. Andai waktu dapat diputar kembali, bahkan untuk membeli selai kacang pun dia tak sudi.
Kalau dirinya dikeluarkan dari sekolah, itu artinya mata pencahariannya akan hilang. Lantas, uang dari mana dia akan membiayai kehidupannya, juga Adrian. Ck! teringat Adrian ... Syaza mengusap wajahnya kasar. Selain biaya hidup, dia tentu memikirkan pelunasan utang-utangku Adrian yang mengatasnamakan dirinya.
Tadinya rasa lelah itu perlahan sirna usai bertemu dengan Nuha, bercanda bersamanya di rumah sakit membuat Syaza terhibur. Namun setibanya di rumah dengan mendapat kabar buruk itu, sungguh semua rasa lelah dan letih menggerogoti tubuhnya. Syaza rasanya ingin mengubur diri ke dasar bumi, dia sungguh lelah dengan semua cobaan ini.
Alih-alih masuk ke dalam rumah, masih dengan tas tersampir di pundak, Syaza duduk sendirian di beranda kediamannya. Ada banyak orang berlalu-lalang di sekitaran rumahnya, juga bocah-bocah yang bermain gundu di depan rumahnya, riuh sekali. Namun di tengah suasana itu Syaza merasakan kesunyian, sebab hati yang lara.
"Neng!"
Seketika lamunan Syaza pecah, Adrian datang dan mengejutkan dirinya.
"Haish." Syaza mendecih sembari memalingkan wajah yang sempat menoleh pada Adrian.
Mengambil duduk di samping Syaza, Adrian berkata "Jangan marah terus, nanti cepat tua." Niat hati ingin menggoda sang keponakan, perkataan Adrian bagaikan angin lalu saja di telinga Syaza.
Merasa masih diabaikan, Adrian bercerita langsung pada intinya "Ini hari pertama aku bekerja."
Sontak Syaza menoleh pada Adrian. Tatapannya menggambarkan betapa tak percaya dirinya dengan kenyataan itu.
Adrian mengambil ponsel dari sakunya "Nih."
"Ponsel dari mana? Jangan bilang paman berutang lagi atas namaku!"
"Tentu tidak. Ini ponsel dari bos besar. Mulai hari ini paman resmi menjadi supir pribadi tuan Hans."
Hans ... pria yang sangat perhatian pada Syaza jika sedang bertandang ke kediamannya. Tanpa diminta dia kerap membawakan minuman untuk Syaza, juga kue dan cemilan. Dan seingat Syaza, baru dua hari yang lalu Hans mengirimi dia pesan, menanyakannya kabarnya.
Syaza bukanlah wanita yang tak peka, dia menyadari ada rasa ketertarikan Hans padanya, namun mengingat tembok perbedaan mereka yang sangat tinggi, juga perbedaan kasta di antara mereka, Syaza kerap mengabaikan Hans.
Salah satu alasan Hans menerima Adrian pun, karena dia adalah paman Syaza. Dan sesaat sebelum Adrian pulang, Hans meminta Adrian untuk selalu memberi tahunya kabar tentang Syaza.
"Kamu meminta pekerjaan padanya?"
"Iya," jawab Adrian.
"Secara langsung?"
"Dia orang sibuk, mana punya waktu untuk sekedar menemuiku meski kudatangi langsung ke perusahaan. Awalnya aku meminta pekerjaan pada Melia, dan dia yang merekomendasikan pamanmu ini pada Hans," jelas Adrian panjang lebar.
"Oh," ujar Syaza menanggapi. Gadis ini kembali diam, pikirannya sungguh kusut saat ini.
Mendapati Syaza yang termenung seperti itu, Adrian dapat memastikan sang keponakan sedang dalam masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Untuk Ayah
RomanceSyaza, seorang guru TK yang sedang berjuang untuk bertahan hidup. Sejak kehilangan kedua orang tuanya, dia hanya memiliki seorang paman saja sebagai tempat bersandar. Keinginan hati menganggap sang paman adalah orang yang dapat diandalkan, namun say...