Syaza part 47

198 6 0
                                    

Ketika malam menelan senja,
Kau bagai purnama yang menyinari semesta

***

Duhai rindu, kau bertindak keterlaluan kali ini. Gibran sungguh merasakan sesak di dada, sebab kembali ke kediaman masih tanpa adanya istri tercinta.

Merebahkan diri di sofa panjang, sebelum membersihkan diri ia lebih dulu menghubungi nomor Syaza.

Dering pertama langsung mendapat jawaban, sebab sang rindu juga begitu curang kepada Syaza.

"Assalamualaikum," ujar Gibran, suaranya terdengar lemas.

"Waalaikumsalam," sahut Syaza. Ia melirik jam di dinding, sang malam sudah merangkak begitu tinggi.

"Abang sudah pulang? Atau masih di lokasi syuting?"

"Syaza, sayang. Kamu lebih peduli pada pekerjaanku daripada aku sendiri?"

Terdengar tawa kecil wanita pujaan di ujung telepon. Gibran mengubah panggilan suara menjadi panggilan video, dan betapa rindu semakin menjadi ketika melihat wajah sang kekasih hati.

"Ya Allah, aku rindu sekali denganmu. Bagaimana kalau malam ini kamu pulang dulu," ucap Gibran penuh harap.

Syaza menggelengkan kepala, ia menceritakan ketika hendak singgah ke kediaman mereka untuk sekedar bertemu Nuha, ada banyak wartawan di sana.

"Ya, memang tadi pagi mereka masih terlihat berada di kompleks perumahan kita." Suara Gibran terdengar semakin sendu. "Tapi keamanan sudah meminta mereka untuk tak lagi menunggu di depan rumah kita."

"Tetap saja, mereka pasti tak akan menyerah begitu saja," sahut Syaza. 

Gibran mengangguk "Tapi sayang, bagaimana kalau aku yang datang ke kediaman nenek Claudia?"

"Gibran, ini sudah hampir tengah malam!"

"Justru karena ini hampir tengah malam, aku pasti bisa lolos dari intaian pemburu berita itu!"

Syaza dapat melihat besar harapan di wajah suaminya. "Hem, baiklah. Hati-hati di jalan, oke?"

"Aku akan segera datang!" ujar Gibran penuh semangat.

Rencananya untuk menjumpai sang kekasih hati tentu ia bicarakan terlebih dahulu dengan Anton. Ia butuh bantuan sang asisten. Dengan senang hati Anton melakukan apa yang diperintahkan Gibran. Ia keluar dari kediaman Gibran pada pukul setengah 12 malam. Gibran mengintip dari jendela lantai atas, ada dua mobil yang mengikuti mobil miliknya itu.

"Dasar pemburu berita, kalian sangat nakal!" gumannya. Ia segera melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tubuhnya begitu lelah, berendam di dalam bak mandi dengan air hangat sangat nyaman, tapi berada di dalam pelukan istri tercinta tentu lebih nyaman.

Mengenakan pakaian rumahan, Gibran mengambil kunci motor yang sering digunakan tukang kebun. Ia memakai kendaraan itu dan melaju membelah jalanan. Dingin malam tentu terasa menggigit, terlebih jaketnya tak terpasang dengan baik hingga berkibar-kibar diterpa angin.

Tubuhnya sedingin es ketika telah sampai di depan pintu gerbang kediaman Claudia. Pak satpam yang sedang berjaga tak lagi menghalangi kedatangannya, ia mempersilakan Gibran masuk dengan leluasa.

Istri Untuk AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang