Sebuah pernikahan yang berdiri di atas selembar kertas. Syaza merenungi jalan apa yang harus dia ambil, menerima atau menolak.
Selain Nuha yang begitu menyukainya, gadis ini juga menyukai bocah kecil itu. Teringat usianya yang sudah cukup dewasa, rasanya tak salah jika mulai mengarungi bahtera rumah tangga. Tapi ... tentang rasa cinta di dalam dada, apakah cinta itu memang ada untuk Gibran?
"Jika menikahinya, kamu harus berbesar hati menjadi nomor sekian dari prioritasnya, sebab pernikahan kalian akan dirahasiakan untuk sementara waktu." Terus terngiang akan nasehat nenek Claudia.
Salah satu usaha Jena untuk meluluhkan hati Syaza, dia datang kembali ke kediama calon iparnya.
kali ini dia datang bersama putranya, Arjuna. Semula dia tak datang sendiri, dia di antar sang suami kemudian sang suami pamit untuk berangkat ke kantor.
Sendirian Syaza di rumah itu, dia baru hendak memasak ketika Jena datang.
"Kamu selalu makan sendiri?"
"Tidak, biasanya sarapan bersama paman Adrian. Tapi hari ini dia harus berangkat pagi sekali, jadi sarapan di kantor," sahut Syaza.
"Oh," ujar Jena.
"Bagaimana kalau kita sarapan bersama, di luar. Kebetulan aku juga belum sarapan."
Tawaran Jena terasa berat untuk ditolak, terlebih dirinya juga memang sudah merasa lapar. Maka pagi itu Syaza dan Jena sarapan bersama di sebuah warung nasi kuning langganan keluarga Jena.
Saat melihat Jena datang bersama Syaza, penjual nasi itu langsung bertanya "Siapa si cantik ini?"
"Calon istri Gibran."
"Masya Allah, cocok sekali dengan nak Gibran. Semoga disegerakan niat baiknya, ya," ujar ibu penjual nasi tersebut.
Syaza tersenyum manis sekali, namun setelah sang ibu penjual nasi itu pergi, dia bertanya pada Jena "Kak, apa tidak mengapa mengatakan bahwa aku adalah calon istri pak Gibran?"
"Tidak apa-apa. Jadi, apa kamu bersedia menikah dengan Gibran?"
Jujur saja, masih ada keraguan dalam hati Syaza saat ini. Sebagai seorang wanita, tentu dia menginginkan pesta pernikahan yang indah, yang santer di siarkan pada sanak saudara dan juga teman-teman. Namun, karena kontrak kerja Gibran, dia harus menahan keinginan itu untuk dua tahun lamanya.
Jena menyentuh jemari Syaza yang sedang melamun "Aku bisa jamin, Gibran pria yang baik. Jika dia berani menyia-nyiakan kamu, aku yang akan bertindak."
Syaza meminta sedikit waktu lagi untuk berpikir. Ini bukan perihal mudah, dia menginginkan pernikahan yang terjadi hanya satu kali dalam hidupnya. Juga, tentang perasaanya terhadap Gibran, dia masih belum yakin. Siapa yang tidak tertarik dengan ketampanan Gibran, apalagi dia seorang aktor ternama. Tentu ada banyak wanita yang mencintai dirinya baik secara diam-diam maupun secara terang-terangan. Ini tentu menjadi bahan renungan Syaza, mampukah dia menahan diri terhadap kecintaan para wanita itu terhadap suaminya kelak?
Usai sarapan bersama Jena, Syaza mampir ke kediaman Geraldo, tentu untuk menemui Melia. Saat turun dari taksi, dia melihat Adrian sedang bersandar pada mobil milik Hans.
Oh, itu pertanda bahwa Hans sedang ada di rumah. Seperti kesepakatan awal saat Adrian melamar pekerjaan pada Hans, semua kabar tentang Syaza harus dia sampaikan kepada Hans. Dan, betapa sedihnya Hans ketika tahu bahwa sang gadis idaman telah ada yang ingin memiliki.
"Syaza, kenapa kemari?"
"Mau main sama Melia. Kenapa? Tidak boleh?" tanya Syaza. Sepasang mata indahnya melirik tajam pada Adrian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Untuk Ayah
RomansaSyaza, seorang guru TK yang sedang berjuang untuk bertahan hidup. Sejak kehilangan kedua orang tuanya, dia hanya memiliki seorang paman saja sebagai tempat bersandar. Keinginan hati menganggap sang paman adalah orang yang dapat diandalkan, namun say...