Syaza part 22

94 2 0
                                    

Terhuyung-terhuyung, Adrian membawa tubuh besar Zein yang kehilangan kesadaran. Sang adik sangat penasaran kenapa selalu kalah dalam bermain kartu, hingga rasa frustasi membuatnya coba menenangkan diri dengan menenggak minuman yang disuguhkan wanita penghibur.

Gelas pertama, Adrian membiarkan Zein mencicipinya. Namun ternyata sensasi setelah menghabiskan gelas pertama itu membuat Zein ketagihan. Dia minum lagi, dan lagi, hingga akhirnya dia kehilangan kesadaran.

Kembali, Adrian menjadi bahan tertawaan teman-temannya. Beruntung mereka memperbolehkan kakak beradik ini bermain bergantian. Yah ... setidaknya di waktu-waktu terakhir Adrian masih bisa membalikkan keadaan, walau hanya memenangkan sejumlah uang yang digelontorkan Zein di meja judi. Lantas, bagaimana dengan uang pemberian Hans? Tentu saja uang itu telah hangus, tanpa sisa.

"Zein Al-Gauvar ... sadarkan dirimu! Kamu berat sekali!"

Adrian ini seperti tidak pernah mabuk saja, bagaimana bisa dia bicara dan meminta pada orang yang sedang kehilangan kesadaran!

Malam telah begitu tinggi, Syaza yang menanti kepulangan Adrian merasa khawatir sebab ia belum juga datang. Menjadi seorang pengangguran dengan kebiasaan yang buruk, Syaza takut kebiasaan itu kembali terjadi dalam hidup Adrian. Dan, betapa terkejutnya setelah Adrian datang membawa Zein yang mabuk.

"Astaghfirullah! Zein kamu apakan, Adrian?" seru Syaza. Dia langsung membantu Adrian menggotong Zein untuk masuk ke dalam rumah mereka.

"Ya mabuklah! Kamu pikir dia sempoyongan seperti ini karena minum teh oplosan!"

Sontak Syaza memelotot pada Adrian, ingin rasanya menjitak kepala sang paman saat ini.

"Aku menang! Akuuuu menaaaangggg!" di tengah malam itu Zein berteriak.

"Aku meohhgsjfbcvavshsha ...." Karena Syaza masih memelotot padanya, Adrian lekas membungkam mulut Zein.

Langsung melepaskan tubuh Zein, hingga hampir saja jatuh ke lantai, Syaza langsung menodong Adrian. "Kalian berjudi?!"

Aish! Syaza memang sangat mengenal baik dirinya.

Diamnya Adrian menjadi jawaban atas tanya Syaza. "Ih! Sebagai yang lebih tua, bukannya mengajari yang baik-baik, kamu justru mengajaknya ke meja judi!"

"Bukan aku! dia sendiri yang membuntutiku, Syaza!" Adrian tak mau disalahkan begitu saja, sebab memang Zein yang mengekorinya.

Ck!

Syaza mendecih, percuma berdebat dengan sang paman durjana ini, sedangkan sang paman yang satu lagi tergeletak tak berdaya di lantai. Syaza tak tau apakah Zein memang pernah mabuk atau tidak sebelumnya. Dan ... apakah nenek Claudia akan marah jika mengetahui putra mabuk saat ini. Sungguh kejadian ini menambah beban dalam pikiran Syaza.

Setelah menempatkan Zein pada sofa panjang di ruang tamu, Adrian dan Syaza mulai bicara serius.

"Dipulangkan atau kita tahan di sini?" tanya Syaza pada Adrian.

"Seharusnya dia dipulangkan. Masalahnya ... apakah tante Claudia tidak akan terkejut melihat ia mabuk? Seingatku, Zein sewaktu kecil sangat membenci ayah yang mabuk, juga tante." Adrian masih ingat betul bagaimana Zein mengepalkan tangan ketika sang ayah mabuk-mabukan. Tanpa dia tau semua itu karena cinta yang dipaksakan pada ibunya. Juga masih segar dalam ingatan Adrian, Claudia yang menangis karena ulah sang ayah saat itu. Adrian kecil yang belum mengerti akan masalah orang dewasa, mengira semuanya masih baik-baik saja. Tapi setelah dewasa dan mengetahui cinta segitiga itu ... ternyata ada banyak momen menyesakan kerap terjadi di antara para orang tua, yang dia lihat di waktu kecil.

Istri Untuk AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang