Teman main Nuha

226 5 0
                                    

Di tengah pekatnya malam, Adrian menikmati rokok sembari kembali memikirkan jalan keluar dari masalah mereka.

Hans: "Apa yang bisa ku bantu?"

Hingga detik ini, pesan dari Hans belum jua ia balas. Mengingat dirinya yang hendak kembali pada jalan kebenaran, rasanya tak tega kembali menjadikan sang keponakan jaminan. Terlebih, dia sangat tau bahwa Hans menyukai Syaza.

"Aku tak bisa, meski masalah ini berawal dari Syaza, aku tak bisa menjadikannya jaminan untuk meminjam uang pada Hans." Sang hati berbisik, berusaha menahan diri agar tetap bersikap normal. Tapi ....

Ternyata untuk menjadi baik itu, sulit! Dengan kapasitas otak Adrian yang dipenuhi segala pikiran kotor, muncul sebuah ide gila yang mungkin akan membuatnya dihukum mati oleh Syaza.

"Aku bekerja, aku yang akan menebusnya kembali," gumamnya lagi. Sekarang akal sehatnya sedang bertarung melawan bisikan setan, untuk tak menggadaikan surat rumah mereka sebagai jaminan meminjam uang pada Hans.

Sayang sungguh sayang, dengan niat ingin menjadi pahlawan kesiangan, sertifikat rumah itu telah berada di meja kerja Hans, dalam waktu singkat.

Secepat kilat jarinya berkomunikasi dengan Hans melalui pesan singkat, hingga terjadilah sebuah kesempatan dengan sebuah penawaran dari Adrian terlebih dahulu.

"Tidak perlu, pakai saja uangnya dan bayar sedikit demi sedikit dari gajimu. Yang penting, jaga selalu Syaza dan terus berikan kabar tentangnya kepadaku," tukas Hans.

Jelas sekali kan, sikap baik Hans karena Syaza. Menyadari hal itu, sedikit memaksa Adrian menawarkan sertifikat rumah itu pada sang bos. Sungguh, dia takut suatu hari nanti Hans menagih balasan atas kebaikannya dengan meminta Syaza menjadi istrinya, yang sangat jelas hal itu tak mungkin terjadi.

"Baiklah, jika kau memaksa. Hingga setelah utang itu lunas, sertifikat ini akan aku pegang," tukas Hans, yang mulai merasakan penolakan Adrian akan niat baiknya yang berlandaskan demi Syaza. Baru disadarinya, terlalu terang-terangan menunjukkan ketertarikan pada Syaza di hadapan Adrian juga tak baik.

Setelah kesepakatan terjadi, saat itu juga sejumlah uang yang Adrian pinjam langsung diberikan Hans, tunai.

Melihatnya dalam jumlah banyak, jujur saja kedua bola mata Adrian tak tahan untuk tak berkedip. Dia terpesona akan indah dan wanginya sang raja dunia, yaitu uang.

Usai bertemu dengan Hans, Adrian langsung mendatangi kediaman Gibran. Untung saja dirinya masih sempat bertemu dengan sang artis, yang akan segera berangkat ke lokasi pemotretan.

"Dari mana uang ini?" Sebelah alis Gibran terangkat naik, dia sedikit bingung akan kedatang Adrian yang tanpa janji temu ini.

"Ini uangku, jelas ini hasil jerih payahku," jawab Adrian congkak.

Menatap lawan bicaranya dengan pandangan tak percaya, pada akhirnya Gibran menerima uang itu sebab Adrian menarik tangannya hingga koper berisi uang ada padanya.

Untuk sementara, masalah dalam kehidupan Syaza berakhir. Adrian berterus terang mendapatkan uang itu dari Hans. Awalnya Syaza tak setuju, namun dengan halus Adrian memberikan penjelasan, tanpa membeberkan bahwa serifikat rumah mereka ada pada Hans.

"Dia bosku, dan utang itu akan dibayar dari separuh gajiku."

"Tapi itu banyak, paman!" tukas Syaza.

"Syaza, aku akan bekerja hingga titik darah terakhir. Utang itu pasti akan lunas, meski lambat." Dengan wajah serius yang jarang terlihat, akhirnya Syaza luluh.

"Meski dengan cara seperti ini, setidaknya tanggung jawab pada pak Gibran selesai," ujar Syaza.

"Sekarang, aku harus berusaha mencari pekerjaan baru. Untuk membantumu membayar utang itu," lanjutnya.

Istri Untuk AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang