d u a b e l a s

627 40 4
                                    

Sekarang mereka sudah sampai di kantor Pak Vino, kantor yang terlihat mewah dan besar itu, membuat Amel terkagum-kagum, ia sedang kesulitan untuk membawa barang milik Pak Vino, di tangan kirinya ada berkas-berkas milik Pak Vino, di tangan kanannya membawa tas milik Pak Vino, kadang Amel berpikir, sebenarnya ia asisten atau pembantunya? Ini memang sulit bagi Amel, tapi ia tidak boleh menyerah begitu saja, ini baru 3 hari sejak ia menjadi asisten Pak Vino, ia mau melakukan semua ini hanya karena tidak ingin menerima hukuman yang berat, dan bahkan hukuman itu tidak pantas diberikan kepadanya, karena ia tidak melakukan kesalahan yang fatal.

"Pak tungguin saya!" Ucap Amel sedikit meninggikan suaranya.

Pak Vino benar-benar membuatnya kesulitan kali ini, sengaja sekali Pak Vino berjalan cepat meninggalkannya, sungguh menyebalkan.

"Kalau gk pengen ketinggalan, kamu cepat sedikit dong."

"Tangan saya cuma dua Pak!"

Pak Vino tidak menggubris, ia menekan tombol lift itu, lalu masuk kedalamnya, Amel buru-buru masuk kedalam lift, ia tidak ingin ditinggal sendirian, karena ia tidak tahu dimana tempat Pak Vino, baru saja Pak Vino akan menutup lift itu, ada banyak orang yang masuk kedalam lift tersebut, membuat Pak Vino terdorong menghimpit Amel di pojok lift, badan mereka saling berdekatan, Amel tidak bisa bergerak atau menolak, karena kedua tangannya sudah dipenuhi barang Pak Vino, Pak Vino menahan badannya agar tidak terlalu dekat dengan Amel, ia memakai kedua tangannya untuk menyangga dengan menempelkan kedua tangannya ke dinding lift.

Mereka saling menatap satu sama lain tanpa berkata, hati Amel benar-benar berdetak dengan sangat kencang, pipinya menjadi merah, ia tidak pernah sedekat ini dengan laki-laki, Vino pun juga merasakan hal yang sama, hanya terasa deru nafas mereka saja. Belum sempat lift itu sampai, Vino didorong dan jatuh ke pelukan Amel, ia benar-benar dipojokkan sekarang ini, mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

"Maaf, saya bukannya lancang, lift memang sangat penuh, saya tidak bisa bergerak" bisik Pak Vino tepat di telinga Amel.

Amel yang mendengarnya hanya mengangguk saja, tidak ingin berbicara.

Setelah beberapa saat didalam lift, akhirnya mereka sampai di lantai paling atas, Amel belum bisa bernafas lega, karena ia harus menunggu orang-orang keluar satu persatu, agar Pak Vino bisa bergerak menjauhinya.

Setelah dirasa semua orang sudah keluar dari lift, Pak Vino langsung bergerak menjauh dari Amel, sembari merapikan sedikit jas nya, Amel menarik nafas panjangnya, ia sangat lega karena sekarang ia sudah bebas.

"Kamu kenapa diam disana, ayo keluar" ucap Pak Vino.

"Iya Pak, ini mau keluar."

"Kok pipi kamu merah, malu ya?" Tanya Pak Vino sambil tersenyum seperti mengejek.

"Apaan sih, biasa aja."

"Yaudah ayo keluar" ucap Pak Vino lalu keluar mendahului Amel.

Amel mengedip-ngedipkan matanya, lalu kembali menarik nafasnya, ia benar-benar tidak bisa berkata-kata.

"Pak tungguin saya."

Amel mengikuti Pak Vino dari belakang, sampai melihat Pak Vino masuk kedalam ruangannya, banyak karyawan yang menyapa Pak Vino, respon Pak Vino juga tidak kalah ramah, ia terus saja membalas setiap sapaan yang diberikan karyawannya, sungguh ramah.

Setelah sampai di ruangannya, Amel segera meletakkan berkas dan tas Pak Vino di atas meja, lalu ia langsung duduk di sofa panjang yang ada di sana, ia bisa bernafas lega karena ia sedaritadi menahan berat di tas Pak Vino, sebenarnya Dosen nya itu membawa batu atau apa, tas kok isi nya berat sekali.

"Baru segitu aja kamu udah capek."

"Gimana gk capek, itu tas Bapak berat banget."

"Gk banyak kok isi nya, kamu aja yang gk bisa bawa barang banyak."

"Terserah Bapak, biarin saya istirahat dulu sebentar aja."

"Yaudah istirahat aja, saya mau lanjut kerja."

2 jam kemudian . . .

Sudah 2 jam lebih Amel tidur di sofa, Vino ingin membangunkannya untuk tidur dengan nyaman, tapi ia tidak tega, pasti nanti Amel akan sakit punggung jika tidur dengan cara duduk seperti itu, Vino menghampiri Amel lalu menyelimuti tubuh Amel dengan jasnya, Vino tersenyum melihat Amel yang tertidur pulas, tapi wajahnya tetap sangat cantik.

"Vino kamu jangan aneh-aneh" gumamnya kepada diri sendiri.

Setelah memberikan jas itu, Vino berdiri ingin kembali bekerja, tapi sebuah ketukan memaksanya untuk memeriksa.

"Masuk"

"Hallo Vino."

Vino sedikit bingung, karena ia tidak mengenali wanita yang ada didepannya ini.

"Ada yang bisa saya bantu Mbak?"

"Kamu benar-benar gk ngenalin aku Vin?"

"Siapa ya?"

"Ini aku, Rachel" ucapnya sambil tersenyum ke arah Vino.

"Ah iya, Rachel?"

"Iya Vin, kamu kok bisa gk inget sama aku sih."

"Maklum Chel, kamu apa kabar."

"Aku baik Vin" ucapnya lalu memeluk Vino dengan sangat erat, Vino pun tidak menolak, mereka saling berpelukan melepas rindu.

Amel yang sudah bangun saat ketukan itu terdengar, membuatnya terkejut, ia melihat kejadian itu didepan matanya setalah ia bangun tidur, sungguh hal yang mengejutkan. batinnya "banyak juga gebetan Pak Vino."

"Ekhem" Amel mencoba menyadarkan kedua sejoli itu yang sedang berpelukan, ini sebenarnya kantor atau taman ya.

"Udah bangun Mel"

"Itu siapa Vin? Pacar kamu ya?"

"Bukan!" Ucap Vino dan Amel bersama.

"Aduh-aduh, kompak banget kalian hahaha."

Amel langsung membenarkan duduknya, ia bingung kenapa jas milik Pak Vino bisa ada disini, ia tidak ingin berpikir terlalu jauh, ia langsung membuang jas itu ke sembarang tempat.

"Duduk dulu Chel."

Rachel duduk di sofa bersama Amel, situasi sekarang menjadi sangat canggung.

"Ohiya lupa ngenalin, ini Amel mahasiswi ku di kampus."

"Pacar Vino kan?" Ucap Rachel sambil menjabat tangan Amel.

Amel menerima jabatan tangan itu "Saya bukan pacar Pak Vino."

Setelah itu Rachel melepaskan jabatan tangannya lalu berkata "kalau bukan pacar, kenapa bisa sampai kantor Vino?"

"Ini hukuman, saya jadi asisten Pak Vino selama sebulan. Mbak Rachel akan ketemu saya tiap hari mulai sekarang" ucap Amel sambil melirik Pak Vino.

"Oalah seperti itu, jangan panggil aku Mbak, aku seumuran sama kamu kok Amel."

"Iya, dulu kita dekat sekali seperti Kakak Adik."

"Karena Vino pindah, kita jadi jarang komunikasi."

Amel hanya mengangguk saja menanggapi cerita mereka, karena sebenarnya Amel tidak mengerti.

"Umur kalian kan jauh, kok Rachel gk pakai embel-embel kalau manggil Pak Vino?"

"Karena memang dari dulu nyaman nya mangil nama aja" balas Vino.

"Ohiya ini kan udah siang menjelang sore kan, gimana kalau kita bareng aja?"

"Boleh tuh Chel, udah lama juga kita gk makan bareng."

"Saya disini aja deh Pak, kalian bisa menikmati waktu berdua, kan kalian udah lama gk ketemu."

"Loh kok gitu Mel, aku jadi gk enak kalo ninggalin kamu sendirian disini" ucap Rachel.

"Yasudah kalau begitu" ucap Amel, sebenarnya ia malas makan bersama Pak Vino, ia ingin kabur saat mereka makan, tapi rencananya tidak berjalan mulus.

***

28 Mei 2024

KISAH CINTA AMELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang