e n a m b e l a s

336 21 0
                                    

Ia sudah berada di ruang tamu, ia duduk disofa selama dua jam, Pak Vino sedang sibuk dengan laptop dan berkas-berkas yang ada di hadapannya, sedaritadi Amel hanya duduk dan sesekali memainkan ponselnya, ia sekarang sangat bosan sekali, Amel pikir Pak Vino akan menyuruhnya membantu, tetapi dari tadi ia tidak membantu apapun, sepertinya memang terjadi sesuatu sebelum ia sampai kesini, bahkan Pak Vino tidak mengatakan apapun, hanya fokus saja dengan laptopnya. Ia juga sedikit heran karena tidak melihat Vandra, apa masih tidur? Wajar saja ini masih jam 7 pagi, apalagi weekend. Dengan perasaan takut ia mencoba untuk bertanya dengan hati-hati.

"Pak Vino gapapa?" Tanyanya pelan, takut jika ia membuat Pak Vino marah.

Pak Vino tidak membalas ucapannya, bahkan menengok pun tidak, ia tidak menyerah untuk membuat Pak Vino membalas pertanyaannya.

"Pak Vino?"

"Helloo?"

"Pak Vino sudah sarapan?"

"Pak Vino apa nggak lelah dari tadi natap layar laptop terus?"

Tidak bisa, kesabarannya sudah tidak bisa dikendalikan, pria ini sangat menyebalkan, apa Pak Vino bolot?

"Pak Vino kenapa sih, kalau saya nggak melakukan apapun disini, kenapa nyuruh saya kerumah Bapak? Kalau tahu begini, mending saya jalan sama Kak Adam tadi" ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya malas.

Pak Vino yang awalnya fokus, ia langsung menatap Amel dengan tatapan tajam "Ambilkan saya air."

Singkat, padat, ambilkan saya air? Benar-benar sangat menyebalkan "Bapak pikir saya ini budak Bapak apa?"

"Kamu sendiri tadi yang bilang, kamu nggak melakukan apapun disini, maka nya saya nyuruh kamu mengambilkan saya air."

Amel menghela nafas panjangnya, ia berdiri lalu menatap Pak Vino dengan tatapan kesal "Yaudah tunjukkan saya dapur nya dimana."

"Lurus aja, nanti belok kanan."

Tak menjawab perkataan Pak Vino, Amel langsung pergi begitu saja, orang tua ternyata memang sangat menyebalkan.

Amel menyusuri setiap sudut ruangan itu, sesekali ia melihat foto-foto yang terpasang rapi di dinding, keluarga ini sangat bahagia. batinnya.

Amel sudah berada di dapur, ia memilih untuk membuatkan Pak Vino kopi, sebenarnya ia belum pernah memasak air, ia selalu bergantung kepada Mbok Ningsih, hal sekecil apapun mau itu masak mie instan, ia harus di buatkan, bahkan Mami nya saja tidak memperbolehkan ia mencuci piring, padahal kan Amel ingin belajar untuk kehidupan Amel kedepannya saat memiliki keluarga sendiri, tapi untung saja Amel masih bisa mencuci piring sendiri dan menyapu, sedikit-sedikit lah.

Ia melihat sekeliling tapi tidak menemukan tremos yang biasanya digunakan untuk menyimpan air panas, itu berarti Amel harus merebus air sendiri, itu bukan masalah besar baginya, mungkin ia tidak pernah merebus air, tetapi ia akan berusaha. Amel mengambil panci kecil yang biasanya digunakan untuk memasak air, lalu mengambil air minum bersih setengah, lalu meletakkan panci itu ke atas kompor dan menyalakan kompor itu dengan hati-hati, setelah kompor itu menyala, Amel sedikit mengecilkan api itu. Lalu Amel mengambil sebungkus good day kopi yang biasanya ia juga suka minum, untung saja ada kopi bungkusan, ia jadi tidak harus susah payah mengira-ngira gula untuk kopi nya, mungkin nanti akan ia tambahkan sedikit gula kedalam kopinya.

Setelah membuka bungkus itu, Amel memasukkan bubuk kopi itu kedalam gelas, lalu ia mengambil gula dan menyodokkan sedikit gula kedalam gelas itu. Beberapa saat kemudian air yang ia rebus sudah mendidih, dengan hati-hati ia memindahkan panci itu untuk di tuangkan kedalam gelas, belum sempat air itu di tuangkan, jari Amel tak sengaja menyentuh panci membuatnya panik lalu seketika panci itu ia jatuhkan ke wastafel, sehingga semua air yang sudah direbusnya terbuang sia-sia, Amel sedikit meringis kesakitan ketika melihat jari nya mulai memerah. Lalu Pak Vino tiba-tiba sudah berada di belakangnya dengan wajah panik, Pak Vino memegang tangannya dan berkata. "Sini tangan kamu, kenapa kamu rebus air? Saya kan tadi bilang ambil kan saya air, bukan berarti membuatkan saya minuman manis" sembari meniup jarinya.

Pak Vino langsung menyalakan keran lalu membasuh jari Amel dengan air itu secara halus, Amel tertegun karena melihat Pak Vino begitu perhatian, apalagi sekarang jarak mereka yang sangat dekat, Pak Vino sangat tampan.

"Saya cuma mau membuatkan Pak Vino kopi."

"Saya nggak pengen kopi Amel."

"Tapi saya gapapa Pak, Bapak aja yang berlebihan."

"Saya hanya khawatir, nanti kalau Tante Ana marah karena saya tidak menjaga kamu gimana? Saya lagi yang salah."

Lagi-lagi karena Mami, Pak Vino ini khawatir nya memang tidak tulus, semata-mata hanya karena Mami, berharap apa Amel? Memang mereka hanya sekedar Dosen dan Mahasiswi apa yang diharapkan dari ini semua.

"Ekhem, cie-cie" ucapan itu berasal dari Vandra.

Amel langsung menarik tangannya dan sedikit menjauh dari Pak Vino.

"Heh anak kecil, tadi kamu bilang apa?" Balas Pak Vino.

"Kalian pasti lagi pacaran ya."

"Masih kecil juga udah tahu pacar-pacar."

"Coba deh Bang Ino bayangin, kalau ada orang lain yang melihat kedekatan Abang sama Kak Amel tadi? Pasti orang lain mikirnya kalian lagi mesra-mesraan."

"Kamu ya, membalas saja bisanya."

"Udah Pak jangan marah-marah, ayo kita ke depan Van" ucap Amel lalu mengajak Vandra pergi dari sana.

"Dasar Abang jelek" kata Vandra.

Beberapa jam kemudian, waktu telah berlalu begitu cepat, Vino melihat jam menunjukkan pukul 11.30, lalu melihat Amel yang sudah tertidur di sofa, Vino meregangkan tubuhnya, rasanya lelah sekali duduk seharian menatap laptop, mungkin Vino terlalu fokus sehingga mengabaikan Amel, apalagi tadi Amel kerumahnya sangat pagi, ia lupa menawarkannya sarapan, ia menghampiri Amel lalu berjongkok, menatap Amel yang tengah tertidur pulas, Vino tersenyum melihat Amel hari ini sedikit berbeda, cantik menurutnya. Lalu tiba-tiba saja Amel menggeliatkan tubuhnya dan menarik lehernya semakin dekat, wajahnya begitu dekat sekarang. Jantungnya berdetak dengan kencang, ia benar-benar tidak bisa bergerak karena Amel langsung memeluk Vino erat. Ia mencoba untuk melepaskan tangan Amel yang menggantung dilehernya, perlahan tapi pasti ia berhasil melepaskan tangan itu. Ia bernafas lega karena ia berhasil melepaskan diri.

Amel membuka matanya dan terkejut karena Vino yang berada dekat dengannya, lalu ia menutupi dadanya dengan kedua tangan menyilang "Bapak mau ngapain?"

"Saya nggak ngapa-ngapain" ucapnya sambil mengangkat kedua tangannya ke atas.

"Bapak mau berbuat mesum sama saya ya?" Balas Amel merubah posisinya menjadi duduk tetapi masih menutupi dadanya.

"Sembarangan aja kamu kalau ngomong, kamu duluan yang peluk saya tadi."

Amel syok bukan main, masa iya Amel memeluk Pak Vino? Mana mungkin. "Terus Bapak ngapain disana tadi, kalau Bapak ngga dekat-dekat saya, pasti saya nggak akan meluk Bapak!"

"Saya mau membangunkan kamu untuk makan, kamu tidur pulas sekali, saya jadi nggak tega."

"Kalau mau bangunin saya, tinggal bangunin aja kali, ga perlu sedekat itu."

"Kamu tidur kayak mayat."

"Apalah Bapak ini."

"Itu ngapain itu tangan kamu?"

Amel menjauhkan tangan lalu membalas "reflek Pak."

"Gini-gini saya lihat-lihat kalau mau ngapa-ngapain kamu."

"Jadi maksud Bapak, saya ini kurang oke gitu?"

"Kamu mau makan atau nggak, kalau mau cepat siap-siap saya mau panggil Vandra dulu" ucapnya lalu meninggalkan Amel.

"Dih, lo kira gue cewek apaan, gini-gini gue jago taukk!!"

★★★

18 Juli 2024

KISAH CINTA AMELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang