s e m b i l a n b e l a s

390 24 0
                                    

Vino Pov

Saat ini saya sudah sampai rumah, saya memarkirkan mobil saya dengan rapi dan kemudian saya turun dari mobil, selama perjalanan berlalu saya hanya berdiam diri di mobil sambil memikirkan ucapan Amel tadi, apa perlakuan saya selama ini kepada Amel terlalu berlebihan ya? Dia sampai berkata seperti itu kepadanya soal masalah hubungan, seminggu sudah berlalu setelah Amel menjadi asisten pribadinya, mungkin memang benar saya tidak akan lagi punya alasan untuk menemui Amel secara pribadi, bagaimana jika hal itu terjadi, apakah saya akan bisa jauh dari Amel, apalagi Adam yang semakin hari semakin dekat dengan Amel, jika salah langkah sedikit saya pasti akan kecolongan.

Tak sadar saya sudah berada tepat di pintu rumah saya, saya membuka pintu itu dan melihat Ayah saya yang sedang membaca koran di ruang tamu, di temani Bunda beserta Eyang. Saya sudah menduga akan di interogasi oleh Ayah, padahal saya sudah tidak ingin lagi membicarakan masalah perjodohan itu, terpaksa saya menghampiri mereka dan menyalami punggung tangan mereka.

"Gimana perkembangan kamu sama Amel?" Tanya Ayah.

"Vino baru aja sampai, masa Ayah udah nanya soal perjodohan" balas saya sedikit kurang berminat membahasnya.

"Ingat ya Vino, Ayah nggak main-main kirim kamu balik ke luar negeri untuk meneruskan bisnis Ayah."

"Vino sudah dewasa Ayah, tanpa bantuan dari bisnis-bisnis Ayah pun Vino masih bisa bertahan hidup dengan gaji Vino sebagai seorang Dosen, kalau Ayah masih saja membahas ini, Vino bakal pindah dari rumah ini dan mengembalikan semua uang Ayah."

"Vino jangan bicara seperti itu, kamu tega ninggalin Eyang sendirian disini?" Ucap Eyang memohon.

"Vino sudah capek terus-terusan ditekan seperti ini Eyang, Vino juga manusia yang berhak memilih jalan Vino sendiri."

"Oke begini saja, kita bikin kesepakatan" kata Ayah.

"Jangan aneh-aneh Ayah" balas Bunda sedikit khawatir.

"Ini demi masa depan putra kita Devi."

"Yaudah kesepakatan apa yang mau Ayah berikan?" Ucap saya.

"Dalam waktu sebulan ini, kamu harus bisa membuat Amel jatuh cinta, jika kamu berhasil membuat Amel jatuh cinta dan membuatnya menjadi pacar kamu, Ayah janji nggak akan ikut campur dalam urusan kamu lagi."

Saya sebenarnya tidak setuju dengan perjanjian yang Ayah berikan, mana mungkin dalam waktu sebulan ini saya bisa menaklukkan hati Amel, Ayah memang sembarangan bicara, hati itu bukan mainan sama aja saya sedang melakukan taruhan kepada Ayahnya, bagaimana jika Amel mengetahui bahwa ia mendekatinya karena perjanjian dari Ayahnya, akan semarah apa Amel nanti, membayangkan saja sudah tidak bisa, dengan terpaksa saya mengiyakan perkataan Ayah, saya sudah tidak ingin ditekan lagi.

"Jika Vino tidak berhasil?"

"Jika kamu tidak berhasil, maka Ayah akan benar-benar mengirim kamu ke luar negeri, apalagi melebihi batas waktu yang Ayah berikan, walaupun kamu sudah berhasil membuat Amel menjadi pacar kamu tapi waktu yang Ayah berikan sudah habis, tetap tidak Ayah terima."

"Ayah pikir Amel mainan? Vino bersedia melakukan perintah Ayah tadi, tapi Vino tidak akan menuruti permintaan Ayah yang tidak menyetujui ketika lewat dari waktu yang di tentukan, lihat saja nanti" setelah mengatakan itu, saya langsung pergi begitu saja tanpa mendengar jawaban dari Ayah.

Saya benar-benar tertekan sekarang ini, saya bisa saja langsung pergi meninggalkan rumah ini sekarang juga, tapi saya masih memikirkan Eyang dan Bunda saya, jika Ayah masih kekeuh dengan pendiriannya tadi, saya akan benar-benar tidak peduli dan memilih untuk pergi dari rumah ini nanti.

Pukul 12.30 siang, Vino sedang menuju kerumah Amel, karena tadi Amel izin kalau tidak bisa mengikuti kelasnya, lalu Vino di minta untuk menjemput Amel kerumahnya, entah apa yang terjadi dengan Amel, ia juga merasa khawatir terjadi sesuatu pada Amel. Setelah beberapa saat mobil nya sampai didepan rumah Amel, lalu ia melihat Amel keluar dari rumah itu, Vino melihat Amel berjalan sempoyongan, ia menjadi sangat khawatir setelah melihat kondisi Amel sekarang, perempuan itu membuka pintu mobil lalu masuk kedalamnya.

"Kamu kenapa Amel?"

"Saya gapapa, ini Pak maaf kalau saya nyerahin tugas Bapak terlambat."

Vino menerima tugas itu lalu menaruh nya di belakang kursi penumpang.

"Kenapa kamu minta saya jemput?"

"Saya masih punya tugas yang harus di selesaikan, yaitu menjadi asisten Bapak."

"Katanya kamu sedang tidak enak badan, kenapa masih aja nekat?"

"Saya nggak mau punya hutang Pak, saya juga minta maaf karena harus merepotkan Bapak untuk menjemput saya."

"Kalau tahu kamu sakit separah ini, saya nggak akan mau jemput kamu Amel."

"Saya gapapa Pak, buktinya saya masih bisa jalan."

Tanpa izin Vino langsung menempelkan tangannya di kening Amel, rasanya sangat panas dan Vino melihat hidung Amel yang lumayan merah, membuatnya semakin khawatir.

"Eh Pak, saya gapapa."

"Gapapa gimana Amel, kamu panas banget gitu."

"Saya nggak mau berantem Pak, ayo berangkat aja."

"Mumpung kita belum jalan, mending kamu istirahat aja dirumah."

"Udah Pak jangan berdebat, saya kalau pengen pergi ya pergi."

"Dasar keras kepala."

Setelah itu Vino menancapkan gas menuju Apartemennya, ia sebenarnya punya urusan di kantor, tapi melihat kondisi Amel yang tidak baik-baik saja, Vino mengurungkan niatnya untuk pergi ke kantor, dari pada Amel kenapa-napa lebih baik ia membawanya pulang, sengaja ia tidak membawa Amel kerumah Ayah nya, karena nanti akan di tanyai macam-macam, Vino tidak mau Amel semakin pusing karena pasti nanti keluarganya akan bertanya banyak hal.

Beberapa menit berlalu, mereka sudah sampai diparkirkan Apartemen, Vino melihat Amel yang sedang tertidur pulas, untung saja Amel tidak bandel karena memakai jaket, kalau tidak Amel akan semakin parah lagi. Vino memilih untuk menggendong Amel menuju Apartemennya, kebetulan Apartemennya berada di lantai dua, jadi tidak akan terlalu sulit baginya karena juga ada lift di tempat itu. Vino mulai berjalan sembari menggendong Amel memasuki gedung besar itu.

Setelah beberapa saat menempuh perjalanan memasuki gedung itu, akhirnya mereka sampai, segera Vino membuka pintu itu dengan hati-hati, lalu masuk kedalam. Ia membawa Amel menuju kamarnya yang cukup luas itu, lalu meletakkan Amel di kasur empuk itu.

"Eh Pak Vino, kita udah sampai ya" ucap Amel dengan suara yang benar-benar sudah lemas.

"Iya, kita udah sampai di kamar."

Sontak mendengar ucapan itu Amel langsung bangun dari rebahannya dan duduk menjauhi Vino.

"Bapak mau ngapain ngajak saya ke hotel?"

"Kamu ini ngelantur banget, kita lagi di Apartemen saya."

"Loh, katanya mau ke kantor Bapak, kok malah kesini?"

"Kamu pikir saya bakal menuruti permintaan kamu? Kalau sakit kamu semakin parah gimana? Saya nggak mau ya di cap sebagai Dosen yang tidak berperasaan."

Amel tersenyum mendengar ucapan Vino, ternyata Pak Vino ini judes tapi perhatian ya, tak di sangka.

"Apa yang lucu? Saya nggak lagi bercanda ya Amel."

"Iya maaf."

"Yaudah kamu istirahat dulu aja, saya sudah panggil dokter untuk periksa kamu tadi, saya ke dapur dulu untuk membuatkan kamu bubur" setelah mengatakan itu Vino pergi.

Amel merebahkan tubuhnya di kasur yang luas itu, Amel tak menyangka bahwa Vino begitu perhatian terhadap dirinya.

★★★

25 Juli 2024

KISAH CINTA AMELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang