Bab 6

393 38 2
                                    

Meskipun kondisi tubuhnya belum sepenuhnya pulih, Mentari terpaksa keluar untuk mencari pekerjaan. Ia tidak bisa berlama-lama santai di dalam rumah. Pasalnya uang tabungannya juga sudah mulai berkurang, apalagi saat membawa Langit ke rumah sakit pada hari itu. Ia terpaksa mengeluarkan uang tabungannya karena gajinya di kantor  juga tidak dibayar.

"Kak Tari mau kemana?" Tanya Bulan sambil menyiapkan piring untuk sarapan.

"Mau kerja lah Bulan."

"Tapi kan Kak Tari belum sembuh total." Bulan nampak khawatir melihat kondisi kakaknya yang belum sepenuhnya pulih.

"Kalau nunggu sembuh mau sampek kapan Lan? Kakak juga udah nggak papa kok. Kamu nggak usah khawatir."

"Ya gimana nggak khawatir orang Kakak aja jalannya masih nyeret-nyeret."

"Kakak beneran nggak papa Lan. Orang kerjaan kakak juga cuma duduk."

"Kalo gitu kakak minta tolong sama Kak Bintang aja gimana? Biar diantar ke ke kantor."

"Jangan!"

"Kenapa?"

"Pokoknya jangan. Kamu jangan sampek kasih tau Kak Bintang ya kalo kakak udah mulai kerja lagi."

"Tapi kan Bulan khawatir kak."

"Lan. Dengerin kakak. Kakak nggak papa, kakak janji deh kakak bakal hati-hati. Nanti kalo misalkan ada apa-apa lagi, kakak pasti kabarin kamu sama Kak Bintang."

"Bener ya kak? Janji?" Bulan menaikkan jari kelingkingnya sebagai tanda perjanjian dengan Mentari.

"Iya janji. Udah ah ini kalo kamu ajak ngobrol terus kapan kakak berangkatnya."

"Tunggu, tunggu. Bulan bikinin bekal dulu biar kakak bisa makan di bis." Bulan buru-buru menyiapkan kotak bekal untuk dibawa Mentari. "Ini udah jadi. Kakak makan ya, awas kalo nggak dimakan."

"Iya Bulan, makasih. Kalo gitu kakak berangkat dulu ya?"

"Iya. Hati-hati Kak Tari."

Mentari berdiri di halte sambil menunggu bis datang. Sembari menunggu, ia menikmati bekal buatan Bulan yang sudah di susun rapi dalam kotak makan.

"Si Bulan pinter juga masaknya." Mentari memuji sendiri masakan adiknya itu karena enak.

Tak beberapa lama bis pun datang. Ia segera menutup kotak bekalnya dan bergegas naik ke dalam bis.

Mentari menyusuri setiap sudut kota untuk mencari lowongan pekerjaan. Ia melamar dari tempat ke tempat tanpa memilih-milih. Ia sudah tidak punya rencana apapun, tujuannya sekarang hanya untuk mendapat pekerjaan dengan secepat mungkin.

Karena kondisi kaki yang mulai terasa sakit, Mentari memutuskan untuk istirahat sejenak di sebuah bangku kosong di pinggir jalan.

"Mau kemana lagi gua? Kesana-kesini nyari kerja susah banget. Giliran dapet malah sekantor sama Melisa. Ancur dah hidup gua."

Sambil meminum air yang dibawanya, Mentari melihat sekeliling untuk menentukan target selanjutnya. Ia kemudian memusatkan pandangan pada salah satu cafe yang cukup ramai pengunjung.

"Kesana aja kali ya? Coba dulu deh, siapa tau butuh karyawan." Dengan percaya diri, Mentari segera berdiri dan merapikan pakaiannya. Ia tidak boleh gagal kali ini.

Pertama-tama Mentari mencari informasi terlebih dahulu dari beberapa pegawai di cafe sebelum akhirnya memutuskan untuk menemui atasannya. Dan kebetulan sekali manajer mereka sedang ada di kantor.

"Kamu serius mau ngelamar kerja disini?" Tanya manajer cafe itu sambil melihat kondisi kaki Mentari yang di perban.

"Mmmm. Serius pak."

Langit dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang