Bab 31

345 41 0
                                    

Karena merasa lebih baik, Mentari memutuskan untuk kembali bekerja. Meski ia masih was-was dengan Langit, namun ini adalah satu-satunya jalan untuk lebih dekat dengan Langit dan keluarganya. Meski harus mengorbankan nyawa, Mentari hanya pasrah. Ia tidak punya pilihan lain. 

Pagi-pagi sekali Mentari sudah duduk di meja kerjanya, namun Langit belum datang. Seperti biasa Mentari menyiapkan beberapa berkas serta menyelesaikan satu per satu pekerjaannya yang tertunda beberapa hari kemarin.

"Eh Ri. Kamu kemana aja kok baru masuk?" Tanya salah satu rekan kerja Mentari yang duduk di sampingnya.

"Emmm. Sakit."

"Ohh. Enak ya jadi kamu. Dari staf admin langsung jadi sekretaris, diajak jalan terus sama Mas Langit. Mau libur juga enak banget kayaknya."

"Hufftttt. Maksud kamu gimana ya?"

"Ya. Gitulah, kamu nggak mungkin nggak ngerti maksud aku kan? Atau jangan-jangan, kamu diem-diem pacaran ya sama Mas Langit?"

"Uhuhk, uhuk." Mentari merasa tersedak setelah mendengarkan kata-kata temannya itu. "Sembarangan kamu."

"Terus apa?" Belum sempat mendapatkan jawaban dari Mentari, wanita itu langsung membelalakkan bola matanya dan berbalik membelakangi Mentari. Ia seolah tertangkap basah oleh orang yang ada di belakang Mentari.

"Ri. Kamu udah sehat?" Mentari langsung memutar kursinya ke belakang karena mendengar suara Langit.

"Emmm. Udah...Mas." Mentari selalu berusaha mengingat bahwa di depan rekan-rekan kerjanya, ia harus memanggil Langit dengan sebutan yang sama dengan yang lain agar tidak menimbulkan kecurigaan.

"Bisa ke kantor saya sebentar. Saya mau ngomong sama kamu."

"Oh iya."

Mereka berduapun berjalan memasuki ruangan Langit yang tidak jauh dari meja kerja mentari.

"Mau ngomong apa?" Belum sempat Langit duduk di kursinya, Mentari sudah membuatnya mematung.

"Pertama. Aku minta maaf sama kamu soal kejadian yang waktu itu. Aku sama sekali nggak ada niatan lain selain mau nolong kamu. Bukan karena kasihan juga. Karena dari pertama aku ketemu kamu, aku udah yakin kalo kamu orang yang loyal, bertanggungjawab, dan bisa menempatkan diri dengan baik. Dan kejadian di cafe itu, baru menyadarkan aku betapa hebatnya kamu. Aku nggak mungkin sia-sia in orang yang aku anggap pantas kan?" 

"Itu aja?"

"Ya aku harap kamu nggak dengerin omongan bawahan-bawahan aku yang lain. Kamu disini memang kamu pantas, kamu ada kapasitas itu. Kamu cepat menangkap pelajaran, kamu disiplin, kamu bertanggungjawab. Jadi, berhenti buat insecure dan mikir aneh-aneh."

"Kalo gitu, aku keluar dulu."

"Tunggu." Langit menahan tangan Mentari.

"Kenapa lagi?"

"Kamu masih nggak percaya sama aku?" Mendengar pertanyaan Langit, Mentari kembali mengingat kata-kata Bunda Tika. Ia antara percaya dan tidak percaya. Tapi sementara ini ia tidak boleh lengah sebelum mendapat bukti yang nyata.

"Lang. Aku udah nggak mau bahas masalah ini lagi. Dengan aku kembali bekerja, aku rasa semuanya udah terjawab. Maaf kalo kemaren-kemaren aku bikin kamu bingung. Aku cuma ke distract aja sama omongan Dokter Arsy."

Langit mengangguk tanda mengerti. ia kemudian melepaskan tangan Mentari dan membiarkannya kembali bekerja.

Mentari keluar dari ruangan Langit dan membuat beberapa orang penasaran karena raut wajah Mentari yang berubah lesu.

Langit dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang