Bab 16

407 43 2
                                    

"Ma, Mama tu kenapa sih ngomong kayak gitu sama Tari?" Setelah sepanjang jalan Bintang diam, ia akhirnya mengeluarkan suara.

"Bi. Harus berapa kali sih Mama kasih tau? Mentari itu nggak baik buat kamu. Mama itu nggak suka sama dia bukan karena dia yatim piatu, bukan juga karena dia tinggal di panti. Tapi karena attitude nya memang nggak baik. Suka bohong, nggak profesional, terus bikin kamu ngelawan Mama kayak gini."

"Ma. Mama itu belum kenal sama Mentari. Coba deh Mama lebih deket sama dia, Mama nggak bakal mikir kayak gitu. Mentari itu anak yang baik, pekerja keras, dia nggak pernah lo Ma minta apa-apa sama Bintang. Padahal Bintang bisa kasih apa yang dia mau."

"Bukan Mama yang nggak kenal sama dia, tapi kamu yang buta. Coba kamu pikir, waktu Mama tadi cecer dia, apa dia ada bantahan? Nggak ada kan? Itu artinya Mama nggak salah."

"Ini ada apa sih ribut-ribut?" Papa Bintang dan Meisya keluar dari kamar karena mendengar Bintang dan Mamanya tengah bertengkar hebat di ruang depan.

"Ini Pa anak kamu. Dia udah buta sama cintanya yang nggak jelas itu. Udah berkali-kali Mama kasih tau kalo cari pasangan itu yang bener. Yang punya attitude, pinter. Bukannya pembohong."

"Bi. Udah lah, kamu dengerin aja apa kata Mama kamu. Mama kamu itu ngelakuin ini karena dia tau yang terbaik buat kamu."

"Papa kenapa jadi belain Mama sih? Ini kan buat masa depan Bintang Pa. Bintang itu udah gede, Bintang berhak dong memutuskan apa yang terbaik menurut Bintang."

"Tu kan Pa. Bintang itu semakin kesini semakin nggak mikirin apa yang udah Mama lakuin buat dia." Okta mengeluarkan air matanya, ia nampak kecewa dengan Bintang.

"Bi. Udah lah, masa masalah gini aja di gede-gedein. Kamu itu bisa dapetin perempuan mana aja. Kayak nggak ada yang lain. Udah Ma. Mama masuk kamar. Jangan berantem malam-malam." Dengan raut wajah yang marah, Okta pergi ke kamarnya. Ia membiarkan Bintang untuk berhadapan empat mata dengan Papanya.

"Bi. Kamu jangan gitu sama Mama kamu. Mama kamu itu sayang sama kamu."

"Tapi Paaa."

"Dia lakuin itu pasti punya alesan. Mama kamu itu bukan orang yang sembarang menilai orang lain. Kalo dia udah bilang jangan, berarti memang ada yang salah sama orang itu. Udah ya Papa nggak mau ada perdebatan lagi, besok kalo mama kamu udah tenang, kamu minta maaf. Masa depan kamu itu masih panjang, nggak usah khawatir soal jodoh." Papa Bintang kembali ke kamar.

"Tu kan apa Mei bilang. Kakak itu mending cari perempuan lain. Lagian apa sih yang spesial dari Mentari? Kalo dibandingin sama Kak Bintang tu jauh. Jauh banget malah."

"Mei, Kakak udah pusing ya. Kamu nggak usah nambah-nambahin. Udah sana masuk kamar."

"Dikasih tau keras banget sih kayak batu."

"Ckk." Kini giliran Bintang yang masuk ke dalam kamar. Ia sangat malas jika harus meladeni adiknya yang cerewet itu.

***

Mentari berjalan kaki sambil menangis di tengah hujan. Ia menenteng heelsnya karena merasa tidak nyaman berlama-lama memakainya.

Tangisnya pecah tanpa suara. Beruntung hujan membuat tangisannya tidak terlihat. Bahkan dress cantik yang ia gunakan, kini sudah basah kuyup diguyur air hujan.

"Mentari? Ngapain dia jalan sendirian?" Tak disangka Langit sedang melewati jalanan yang tengah dilalui oleh Mentari. Melihat Mentari yang hujan-hujanan, Langit langsung menepikan mobil dan menghampirinya sambil membentangkan payung. "Mentari." Teriak Langit yang membuat Mentari berbalik.

Langit berlari kencang ke arah Mentari dan memberikan setengah payungnya untuk melindungi kepala Mentari dari air hujan.

"Kamu kenapa?" Langit langsung bertanya seperti itu sebab melihat mata Mentari yang memerah dan sembab. Meski air hujan tengah mengguyurnya, namun Langit sangat paham bahwa gadis dihadapannya itu tengah menangis.

Langit dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang